LE BOURGET, SENIN—Pimpinan eksekutif Boeing meminta maaf kepada maskapai dan keluarga korban dalam insiden jatuhnya pesawat Boeing 737 MAX di Indonesia dan Etiopia. Produsen pesawat asal Amerika Serikat tersebut kini berjuang meraih kembali kepercayaan regulator, pilot, dan masyarakat global.
Sementara Boeing masih dalam suasana menyesal, pada pembukaan Pameran Kedirgantaraan Paris, Senin (17/6/2019), pesaingnya, Airbus, meluncurkan pesawat jet jarak jauh berlorong tunggal terbaru.
Presiden dan CEO Pesawat Komersial Boeing, Kevin McAllister, mengatakan, ”kami sangat menyesal atas jatuhnya korban” dalam kecelakaan Lion Air pada Oktober 2018 dan Ethiopian Airlines pada Maret 2019. Dua peristiwa itu menelan korban total 346 jiwa.
”Ini adalah masa yang paling sulit,” ujar McAllister dalam jumpa pers, Senin.
”Tetapi jelas ini adalah momen penting bagi kita semua. Saatnya memetik pelajaran dan introspeksi. Saatnya untuk memastikan kecelakaan seperti ini tidak terjadi lagi.”
Mcallister juga ”meminta maaf atas gangguan yang terjadi” kepada maskapai-maskapai terkait dilarangnya semua pesawat B737 MAX untuk terbang. Permintaan maaf juga disampaikan kepada semua penumpang yang rencana perjalanan mereka terganggu.
Pimpinan eksekutif Boeing berargumen bahwa jatuhnya dua pesawat B737 MAX terkait dengan perbaikan peranti lunak pada pesawat tersebut. Namun, mereka tak bisa memperkirakan kapan pesawat bisa terbang kembali.
Malafungsi
Investigasi terhadap dua kecelakaan itu masih berlangsung. Sejauh ini diketahui sensor pengukur sudut di kedua pesawat malafungsi sehingga membuat sistem anti-stall untuk mendorong hidung pesawat mengarah ke bawah. Hal ini dinilai sebagai yang menyebabkan pilot tak bisa mengendalikan pesawat.
Persoalan keselamatan penerbangan menjadi isu yang besar dalam Pameran Kedirgantaraan Paris kali ini. Selain itu, pelambatan ekonomi global dan ketegangan perdagangan membayangi pameran tersebut.
Pada pameran yang dibuka Senin kemarin, Airbus secara resmi mengumumkan peluncuran jet jarak jauhnya, yakni A321XLR. Pesawat yang bisa menjangkau hingga 4.700 mil laut atau lebih dari 8.700 kilometer itu akan tersedia untuk konsumen pada 2023.
Pemimpin Eksekutif Komersial Airbus, Christian Scherer, tak mengungkapkan berapa investasi pengembangan pesawat baru itu. Yang jelas, biayanya tidak sebesar menciptakan pesawat baru karena jet ini merupakan pengembangan dari versi A321 yang sudah ada.
”Pesawat ini bisa terbang dari Asia timur laut ke Asia selatan, dari Timur Tengah ke Bali, atau dari Jepang ke Australia,” kata Scherer.
Seusai peluncuran A321XLR, Air Lease Corporation yang bermarkas di Los Angeles menandatangani perjanjian pembelian 27 jet baru tersebut.
Peluncuran jet baru Airbus itu menjadi tantangan baru bagi Boeing yang menyatakan sedang mengembangkan pesawat di kategori sama, yang dijuluki dengan sebutan New Midsize Airplane (NMA). Pesawat jenis ini akan mengisi kekosongan lini produksi pesawat Boeing antara B737 yang lebih kecil dengan B777 dan B787 yang lebih besar. (AP/REUTERS/ADH)