Tahun-tahun terakhir setelah lengser dari kursi presiden, kondisi Soekarno amat memprihatinkan. Kondisi kesehatannya terus menurun. Setidaknya dalam tiga tahunan hingga meninggal pada 21 Juni 1970, Soekarno harus berjuang menghadapi berbagai penyakit yang menderanya. Tiga hari sebelum mengembuskan napas terakhir, kondisi Soekarno sangat kritis. Dua hari sebelumnya, Soekarno dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta. Soekarno dirawat karena penyakit ginjalnya yang semakin parah.
Kondisi kesehatan Soekarno yang gawat itu disampaikan Menteri Penerangan Budiardjo. Tim dokter yang menangani Soekarno menganjurkan agar Soekarno yang selama itu dirawat di Wisma Yasa di Jalan Gatot Subroto dibawa ke RSPAD.
Tentu saja harus dengan persetujuan Presiden Soeharto. Sejak 1968, tim dokter diketuai Prof Dr Mahar Mardjono (neurolog), wakil ketua Mayjen dr Rubiono (radiolog), dan anggota Prof dr Utama (urolog), dr Sukaman (ahli penyakit dalam-jantung), dr Djaka Sutadiwiria (Sekjen Depkes), dan Mayor dr Surojo.
Soekarno menderita berbagai penyakit. Selain ginjal, juga gangguan peredaran darah otak, hipertensi, jantung. Sebetulnya tak kalah memprihatinkan adalah kondisi psikis Soekarno. Betapa menyedihkan kondisi tahun-tahun terakhir Soekarno. Diperlakukan sebagai tahanan. Gerak-gerik segala aktivitas Soekarno diawasi ketat.
Ketika tinggal di Batutulis, Bogor, Soekarno dilarang ke Jakarta. Untuk masuk ke Jakarta, ia harus mendapat izin dari komandan militer Jawa Barat dan Jakarta. Penguasa Orde Baru tampaknya tak mau Soekarno bebas bergerak, bergaul, dan berkomunikasi dengan berbagai pihak.
Presiden Soeharto memonitor langsung kondisi Soekarno. Caranya, tim dokter yang merawat Soekarno pun harus memberikan laporan setiap hari kepada Presiden Soeharto. Bahkan, dikabarkan, interogasi terus dilakukan oleh aparat walaupun dalam kondisi Soekarno sakit. Dari orang paling berkuasa dan menjadi proklamator pembebas bangsa, Soekarno menjadi tak berdaya. Pada 18 Juni 1970, kondisi kesehatan Soekarno gawat. (SSD)