Tiga kelurahan di Samarinda, Kalimantan Timur, masih terendam banjir hingga 50 sentimeter. Tim gabungan masih bersiaga mengantisipasinya. Selain air laut pasang akibat bulan purnama, hujan diperkirakan masih akan turun di Kalimantan Timur hingga akhir bulan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Tiga kelurahan di Samarinda, Kalimantan Timur, masih dilanda banjir hingga ketinggian air mencapai 50 sentimeter. Tim gabungan masih bersiaga mengantisipasinya. Selain air laut pasang akibat bulan purnama, hujan diperkirakan turun di Kalimantan Timur hingga akhir bulan.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda mencatat, daerah yang masih terendam banjir antara lain Kelurahan Sempaja Timur, Gunung Lingai, dan Kelurahan Temindung Permai.
”Rata-rata ketinggian air di wilayah itu sekitar 50 cm dan warga terdampak sekitar 5.000 jiwa. Stok bantuan makanan dan air bersih masih didistribusikan ke daerah-daerah terdampak,” kata Kepala BPBD Kota Samarinda Sulaiman Sade saat dihubungi dari Balikpapan, Rabu (19/6/2019).
Sulaiman mengatakan, saat ini, tim gabungan masih bersiaga di posko setiap kecamatan daerah terdampak. Hal itu untuk mengantisipasi air laut pasang akibat bulan purnama dan mengakibatkan air Sungai Mahakam naik. Jika hal itu terjadi, banjir berpotensi terjadi.
Selain itu, hujan lebat dengan durasi 2-3 jam juga masih berpotensi terjadi di Samarinda. Misalnya, pada Rabu pukul 16.00 Wita, terjadi hujan lebat yang mengakibatkan genangan di jalan utama, seperti di Jalan DI Panjaitan.
Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, Balikpapan, memprakirakan, curah hujan rendah di Samarinda hingga 30 Juni. Namun, hujan lokal hingga hujan disertai petir masih berpotensi terjadi di Samarinda pada pagi dan sore hari.
Drainase
Menurunnya fungsi tujuh Subdaerah Aliran sungai yang melintas di Kota Samarinda juga diduga menjadi pemicu air mudah menggenang di daerah rawan banjir. Selain itu, drainase yang buruk juga menambah parah banjir. Tahun ini, pemerintah akan memperbaiki drainase di titik-titik yang dinilai membuat air tidak mengalir dengan baik.
Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III mencatat, wilayah Jalan A Yani, Pemuda, Simpang Sempaja, Bengkuring, dan Pramuka sering terkena banjir karena pada mulanya daerah itu adalah dataran rendah dan rawa alami. Daerah itu menampung limpasan air dari Sungai Karang Mumus, salah satu sungai yang membelah Kota Samarinda.
Pemerintah provinsi dan pusat sudah menganggarkan dana sekitar Rp 25,7 miliar untuk pembangunan embung serbaguna, normalisasi Sungai Karang Mumus, dan peningkatan kapasitas bendungan Benanga dengan pengerukan sedimentasi.
Dalam jangka panjang, pemerintah juga akan mengendalikan izin pertambangan. Pada Januari 2019, terdapat lubang tambang di Samarinda seluas 102,44 hektar. Berkurangnya daerah resapan air akibat aktivitas tambang dinilai membuat banjir semakin parah dari tahun ke tahun.
Ketika hujan, air yang tidak terserap di wilayah hulu melaju ke daerah yang lebih rendah. Air itu menggenangi dataran rendah serta pemukiman yang dulunya merupakan rawa. Drainase yang buruk membuat daerah-daerah itu tergenang air mencapai 1,5 meter, seperti di Perumahan Bengkuring di Kelurahan Sempaja Timur.
Dalam waktu dekat, pemerintah akan berkolaborasi memperbaiki drainase. ”Pengendalian banjir di daerah hilir adalah dengan melancarkan aliran drainase yang ada dengan peningkatan kapasitas air dan memproteksi saluran dari pengaruh air pasang Sungai Mahakam,” ujar Kepala BWS Kalimantan III Anang Muchlis.
Sebelumnya, banjir di Samarinda mulai meluas sejak 7 Juni 2019 di Kecamatan Samarinda Utara, Samarinda Ulu, dan Kecamatan Sungai Pinang. Tercatat 56.123 jiwa terdampak dengan ketinggian air mencapai 150 cm. Sehari kemudian, Pemkot Samarinda telah menetapkan darurat bencana banjir selama 7 hari. Masa darurat banjir diperpanjang hingga 21 Juni 2019 karena air masih menggenang di beberapa wilayah.