Dari Ternak Bebek Jadi Juragan
Berbekal telepon seluler, Ragil Pamungkas (29) meminjam modal untuk beternak bebek di Tegal, tiga tahun lalu. Kini, berkat pinjaman daring itu, Ragil menjadi juragan tujuh rumah makan bebek goreng di Jakarta.
Memasuki pelataran Warung Umi Raja Bebek di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu (14/4/2019), hidung akan dimanjakan oleh aroma bebek goreng yang baru saja matang dari penggorengan. Setelah disajikan dan dimasukkan ke dalam kotak oleh pelayan, seorang pengirim makanan menerima kotak itu dan langsung membayarnya.
“Beginilah keseharian di sini. Kami banyak menerima pesanan dari ojek online ataupun pemesanan pengataran makanan untuk menu bebek goreng andalan warung kami,” ujar Ragil Pamungkas, pemilik Raja Bebek.
Berawal dari peternakan kecil di di kampung halamannya di Tegal, Jawa Tengah, Ragil tidak pernah menyangka bakal memiliki tujuh rumah makan bebek goreng yang tersebar di Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan. Tak hanya itu, Ragil juga memiliki peternakan bebek dan ayam di Pemalang dan Brebes, serta mitra peternak di Bogor dengan kapasitas produksi per pekan mencapai 3.000 ekor bebek dan ayam.
Produksi bebek dan ayam itu tak hanya disalurkan ke rumah makan miliknya tapi juga ke rumah makan dan perusahaan besar seperti Trans Corp.
Memulai bisnisnya sebagai peternak bebek sejak 2009, Ragil banyak makan asam garam. Ia pernah ditipu oleh pemasok bebek ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya, dengan hanya dibayar setengah bahkan tidak dibayar sama sekali.
Kesulitan keuangan Ragil makin menjadi, lantaran ia kerap kali alami kesulitan mengakses pendanaan. Meminjam uang ke rentenir baginya hanya solusi jangka pendek mengingat besaran bunganya yang mencekik.
Ragil pun kerap ditolak perbankan. Memang ada kalanya perbankan berkenan memberikan pendanaan, namun baginya itu tetap berat. Lantaran perbankan selalu menagih hutang setiap bulan, padahal waktu panen ternak bebek seringkali tidak menentu.
Meminjam uang ke rentenir baginya hanya solusi jangka pendek mengingat besaran bunganya yang mencekik
Sampai akhirnya pada pertengahan 2016, Ragil berkenalan dengan perusahaan teknologi finansial (tekfin) pinjaman antar pihak untuk modal usaha, Crowde. Meski awalnya sempat ragu karena Crowde masih baru berdiri saat itu, tapi Ragil melihat skema pendanaannya cukup menarik.
Ragil mendapatkan pinjaman pertamanya sebesar Rp 30 juta untuk modal usaha peternakan. Uang pinjaman itu bukan dari Crowde, melainkan uang gabungan investor yang dikumpulkan Crowde untuk diberikan pada Ragil. Investor itu akan memperoleh bunga pinjaman sebesar 18 persen per tahun, sedangkan Crowde mengambil 3 persen dari pinjaman.
“Yang saya suka dari Crowde ini menggunakan skema bagi hasil. Jadi saya membayarnya saat saya sudah panen ternak, tidak seperti lembaga keuangan lainnya yang menagih setiap bulan. Ini tidak memberatkan saya,” ujar Ragil.
Tidak hanya memberikan dana, Crowde juga bisa memberikan pinjaman dengan membelikan barang yang sesuai dengan kebutuhan Ragil. Misalnya, Ragil membutuhkan lemari pendingin daging seharga sekian juta. Crowde akan memberikan lemari pendingin itu dan mengantarkannya langsung ke lokasi Ragil. Adapun Ragil akan mengganti pembelian itu dengan sistem bagi hasil tadi.
Menguntungkan semua pihak, Ragil meneruskan kerjasamanya dengan Crowde. Selama lebih dari 3 tahun, total nilai pinjaman Ragil sudah mencapai Rp 6 miliar. Berkat bekerja sama dengan Crowde, Ragil yang sebelumnya hanya peternak bebek, kini memiliki tujuh warung restoran.
Kini saat Ragil butuh pendanaan untuk usahanya, Ragil tinggal membuka ponselnya lalu membuka aplikasi Crowde, lalu mengajukan nilai dan peruntukan pinjaman.
Selama lebih dari 3 tahun, total nilai pinjaman Ragil sudah mencapai Rp 6 miliar. Tak heran, sejak bekerja sama dengan Crowde, Ragil yang sebelumnya hanya peternak bebek, kini memiliki tujuh warung restoran.
Petani garam
Kemudahan akses pendanaan dari tekfin juga dirasakan oleh petani garam. Arif Ghoni (56), petani garam asal Desa Sawojajar, Kecamatan Wanasari, Brebes, memperoleh pinjaman, yakni sebesar Rp 50 juta dari aplikasi tekfin, Dana Laut, pada Oktober 2018.
Dana itu dia gunakan untuk modal untuk biaya produksi dan penyimpanan garam saat panen. “Hanya dua pekan sudah cair, berbeda dengan kredit usaha rakyat bank yang pencairannya dua hingga tiga bulan,” ujar Arif yang dihubungi awal April.
Kecepatan tempo pencairan menjadi hal yang penting bagi petani garam. Sebab, produksi garam hanya bisa dilakukan saat musim kemarau tiba. Apabila, pencairan modal memakan waktu dua hingga tiga bulan, maka produksi bukan hanya tidak maksimal, tetapi juga terkadang petani garam tidak produksi karena tidak ada modal usaha.
Proses pengajuan kredit di Dana Laut, menurut Arif, relatif mudah. Ia hanya perlu menyerahkan dokumen seperti foto copy KTP. Dana Laut juga mensyaratkan debitur adalah anggota koperasi. Beruntung Arif merupakan ketua salah satu koperasi. Untuk koperasi, wajib menunjukan legalitas koperasi dengan mencantumkan akta notaris dan surat izin usaha perdagangan (SIUP) koperasi.
Tenor Dana Laut berkisar antara tiga hingga enam bulan. Adapun bunga yang dibebankan kepada peminjam tidak lebih dari 2 persen per bulan. Arif mengaku beruntung bisa berkenalan dengan Dana Laut. Meski bunga yang dibebankan di atas bunga perbankan yang 0,9 persen per bulan, hal itu tidak menjadi masalah baginya. Sebab, Dana Laut menawarkan kecepatan dalam pencairan uangnya.
“Sekarang saya mengajukan pinjaman kedua, Rp 35 juta. Uangnya sudah cair sebelum masuk masa produksi lagi,” katanya.
Manfaat dan Tantangan
Ragil dan Arif adalah gambaran segmen debitur yang memiliki risiko tinggi menurut lembaga keuangan konvensional namun potensial untuk diberikan pendanaan. Mereka memperoleh manfaat nyata dari kehadiran fintek yang mampu memberikan pendanaan kepada segmen yang seringkali lembaga keuangan konvensional enggan memberikannya.
Chief Officer Operation Dana Laut Ilham F Novtenli mengatakan, sektor kelautan Indonesia itu punya potensi yang besar sekali. Namun, seringkali lembaga keuangan konvensional enggan masuk ke segmen ini karena usaha laut seringkali bergantung musim sehingga dinilai berisiko tinggi. “Kami terdorong untuk membantu pendanaan di sektor ini. Sebab potensinya besar,” ujar Ilham.
Senada dengan Ilham, Co-Founder Crowde, Yohanes Sugihtononugroho mengatakan, petani dan peternak yang menjadi debitur Crowde, memiliki potensi yang besar namun seringkali belum dikelola dengan baik.
“Saya melihat petani itu yang mengurusi perut kita. Tetapi kenapa mereka yang hidupnya paling miskin? Saya melihat ini ada yang salah. Maka kami tergerak untuk bisa membantu petani, peternak, dan lain,” ujar Yohanes yang sempat menghabiskan waktu tiga bulan berkeliling Jawa dan tinggal di rumah petani untuk mengetahui problematika petani.
Meski mampu melihat potensi pasar yang besar, kedua fintek yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini juga menghadapi tantangan. Karyawan Dana Laut misalnya harus masuk ke pelosok kawasan timur Indonesia yang kaya akan potensi dan usaha kelautan. Mereka memiliki debitur petani rumput laut di Maluku hingga di Pulau Sumba.
“Kami sempat dikira tim kampanye salah satu pasangan calon presiden. Karena kami dikira memberikan janji-janji belaka,” ujar Ilham sambil tertawa.
Sejak beroperasi April 2018 dan memperoleh izin dari OJK pada Juni 2018, sepanjang 2018 Dana Laut sudah memberikan pinjaman sebesar Rp 1 miliar. Tahun ini pihaknya menargetkan bisa memberikan pinjaman hingga Rp 50 miliar.
Sedangkan Crowde pernah merelakan salah satu kantor cabangnya di Bogor dibakar oleh oknum yang diduga tengkulak karena usaha mereka memotong peran tengkulak ke petani. Namun, setelah diajak diskusi, tengkulak itu justru mendukung dan menjadi agen Crowde untuk petani. Tengkulak itu diberikan komisi oleh Crowde dan menjalani peran sebagai penyalur pinjaman untuk petani.
“Pada prinsipnya mereka itu juga mau makan. Kami bisa menawarkan mereka pekerjaan dan akhirnya mereka mau. Jadi kami itu ingin membantu orang banyak,” ujar Yohanes.
Sejak beroperasi Oktober 2015 dan memperoleh izin dari OJK pada April 2018 hingga saat ini Crowde sudah menyalurkan pembiayaan hingga Rp 85 miliar. Dana tersebut dikumpulkan dari sekitar 26.000 investor dan disalurkan kepada 17.000 petani dan peternak.
Peneliti Desk Ekonomi Digital dan Inovasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan INDEF, tekfin pinjaman antarpihak, memberikan sejumlah manfaat bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Ia mengatakan, Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat Rp 25,97 triliun, konsumsi rumah tangga meningkat Rp 8,94 triliun, pendapatan tenaga kerja (upah dan gaji) naik Rp 4,56 triliun, dan penyerapan tenaga kerja meningkat sebanyak 215.433 orang.
Ketua Harian Asosiasi Fintek Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan, perkembangan teknologimampu memperluas segmen pendanaan untuk masyarakat. Selain itu, Kuseryansyah mengatakan, hal ini bisa jadi solusi agar APBN negara tidak melulu terbebani dengan subsidi pinjaman.
“Tekfin ini memungkinkan dana dari masyarakat diberdayakan untuk masyarakat juga, serta mampu menjangkau debitur yang di luar segmen lembaga keuangan konvensional. Ini yang kita tidak punya dari dulu,” ujar Kuseryansyah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, keberadaan tekfin pinjaman antar pihak ini membantu perluasan inklusi dan literasi keuangan dalam masyarakat. Berdasarkan data OJK, indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2013 mencapai 59,7 persen, 2016 mencapai 67,8 persen, dan target 2019 mencapai 75,0 persen. Sedangkan indeks literasi keuangan Indonesia pada 2013 mencapai 21,8 persen, 2016 sebesar 29,7 persen, dan 2019 sebesar 35 persen.
“Dengan tekfin, semakin banyak warga yang kini mampu mengakses produk keuangan. Tinggal pencet-pencet di hape-nya saja, mulai dari petani sampai si mbok bakul jamu bisa dapatkan pinjaman,” ujar Wimboh.