Pemerintah Akan Melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil
›
Pemerintah Akan Melibatkan...
Iklan
Pemerintah Akan Melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memastikan tidak akan menutup ruang partisipasi dan aspirasi organisasi masyarakat sipil dalam proses legislasi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Pekan depan, perwakilan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang selama ini aktif mengawal proses RUU tersebut akan diundang dalam diskusi yang diselenggarakan tim pemerintah.
Hal ini disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (KPPPA) Yohana Susana Yembise, Rabu (19/6/2019), menanggapi protes Jaringan Kerja Program Legislasi Pro Perempuan (JKP3) terhadap pemerintah yang tidak membuka ruang partisipasi publik dalam proses RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Menurut Yohana, karena waktu yang sempit menjelang pembahasan dengan DPR, tim pemerintah selama ini fokus pada pembahasan-pembahasan internal kementerian/lembaga yang diamanat presiden dengan aparat penegak hukum untuk memperbaiki daftar inventaris masalah (DIM) pemerintah terutama memperkuat argumentasi.
Persiapan tersebut dilakukan agar saat diundang DPR dalam waktu dekat ini untuk pembahasan RUU tersebut im pemerintah sudah siap. “Jadi bukan berarti mengabaikan aspirasi organisasi masyarakat sipil. Masukan-masukan dari lembaga masyarakat sipil telah didiskusikan pada pertemuan tim pemerintah,” ujar Yohana.
Sebelumnya, sejumlah aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam JKP3 bertemu dengan Deputi V Bidang Kajian Politik dan Pengelolaan Isu-isu Hukum, Pertahanan, Keamanan dan HAM, Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani, Senin (17/6/2019), di kantor KSP. Mereka mempertanyakan sikap tim pemerintah yang menutup diri terhadap masukan sejumlah LSM yang selama ini aktif mendampingi korban.
Pada Rabu, tim kecil pemerintah yang terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga membahas masukan-masukan dari organisasi/lembaga masyarakat sipil (LSM) seperti JKP3 dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) yang diteruskan Deputi V Kantor Staf Presiden kepada tim kecil tersebut.
Selanjutnya, awal pekan mendatang, Sekretaris Kementerian PPPA telah mengagendakan pertemuan dengan LSM untuk mendengarkan aspirasi masyarakat terkait dengan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Jangan hanya formalistik
Menanggapi sikap KPPPA tersebut Koordinator JKP3 Ratna Batara Munti menyatakan sudah seharusnya pemerintah melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam proses pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. “Tidak hanya formalistik, tetapi benar-benar bisa berdiskusi dan mengakomodasi usulan-usulan organisasi masyarakat sipil yang berbasis fakta dan pengalaman,” tegas Ratna.
Keterlibatan organisasi masyarakat sipil dalam proses RUU Penghapusan Seksual sangat penting, apalagi saat membahas materi-materi yang menjadi isu krusial yang harus disamakan dengan masyarakat yang berkepentingan.
“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sangat terkait dengan teroboson-terobosan hukum, dan yang paling memahami kenapa harus ada terobosan tersebut dalam RUU tersebut adalah organisasi masyarakat sipil yang selama ini ada di lapangan,” katanya.
Ratna juga menegaskan, seperti amanat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, kewajiban para pembuat UU dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan melibatkan masyarakat sipil.
“Pembuat undang-undang adalah pemerintah dan DPR, jadi tidak bisa pemerintah melempar kami ke DPR saja. Saat proses di pemerintah juga wajib mendengarkan masukan dari masyarakat yang berkepentingan,” kata Ratna.
Karena itu, Ratna dan JKP3 mempertanyakan ketika tim pemerintah hingga kini tidak memberikan ruang untuk LSM untuk memberikan masukan terhadap DIM RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang dibahas pemerintah.
Beda sikap
Sikap pemerintah dalam proses RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dinilai berbeda saat RUU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) diajukan menjadi UU yang memberikan ruang partisipasi publik seluas-luasnya. Bahkan LSM diajak bersama-sama dalam proses RUU tersebut hingga menjadi UU.
“Kami merasa aneh mengapa dalam UU PKDRT pemerintah sangat terbuka, tetapi dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tertutup,” tambah Ratna.
Kencana Indrishwari dari Kelompok Peduli Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KePPaK Perempuan) bersama anggota JKP3 lainnya berharap diskusi dengan tim pemerintah segera terwujud. Karena selama ini yang terjadi tim KPPPA hanya menjanjikan akan melibatkan LSM tetapi belum juga terwujud.