Regulasi Masih Kaku dan Tertutup, Tidak Menarik bagi Investor
›
Regulasi Masih Kaku dan...
Iklan
Regulasi Masih Kaku dan Tertutup, Tidak Menarik bagi Investor
Regulasi masih menjadi penghambat bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan sistem hukum yang berkualitas sangat penting. Hal lain yang juga penting, pembangunan sistem peradilan yang efektif.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Regulasi masih menjadi penghambat bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan sistem hukum yang berkualitas sangat penting. Hal lain yang juga penting, pembangunan sistem peradilan yang efektif.
”Regulasi yang ada masih cenderung kaku dan tertutup sehingga tidak atraktif bagi investor. Keadaan ini membuat kita kalah dari negara lain dan tentu menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro, Rabu (19/6/2019), di Jakarta.
Bambang menyampaikan hal itu dalam seminar bertajuk ”Pembaruan Sektor Hukum dan Peradilan untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi”. Hadir sebagai narasumber, antara lain Chief Justice Federal Court of Australia James L Allsop dan Hakim Agung Mahkamah Agung Syamsul Maarif. Selain itu, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bambang Adi Winarso, Guru Besar Universitas Sumatera Utara Ningrum N Sirait, serta Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Bappenas Slamet Soedarsono.
Berdasarkan Growth Diagnostic, Kedeputian Bidang Ekonomi Bappenas 2018, nilai Indonesia terkait kemudahan berbisnis subkomponen perdagangan lintas negara tergolong rendah di antara negara-negara tetangga.
Dalam nilai perdagangan lintas negara, nilai Indonesia hanya 67,3. Angka ini lebih rendah dibandingkan Malaysia (88,5), Thailand (84,7), dan India (77,5), bahkan dengan negara seperti Vietnam (70,8) dan Filipina (69,9).
Bambang menyampaikan, rendahnya nilai Indonesia disebabkan tingginya biaya proses dokumen untuk ekspor dan impor yang masing-masing mencapai 140 dollar AS dan 160 dollar AS. Apabila dibandingkan dengan Malaysia, biaya proses dokumen untuk ekspor hanya 40 dollar AS dan impor 60 dollar AS.
”Tingginya biaya ini dibaca langsung oleh para investor sehingga ekonomi kita pun menurun. Inilah yang menjadi akar masalah, yaitu kakunya regulasi yang berujung pada tingginya biaya ekspor dan impor bagi para investor,” kata Bambang.
Oleh karena itu, dalam rencana pembangunan jangka menengah 2020-2024, Bambang mengatakan, perlu adanya sistem hukum yang berkualitas, bukan hanya substansi, tetapi juga sistem yang mampu mendorong dan memudahkan perekonomian. Sebab, regulasi merupakan dasar untuk menjalankan program pemerintah.
Menurut Bambang Adi Winarso, sistem hukum yang berkualitas salah satunya terkait Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS). Ini salah satunya karena peraturan daerah saling tumpang tindih yang menghambat investor saat ingin menanamkan modal.
”Meskipun OSS sudah berjalan, ketika berhadapan dengan peraturan daerah, hal itu kembali menjadi persoalan. Maka, pemerintah harus membuat satu standar terkait peraturan daerah sehingga memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha,” kata Adi.
Reformasi peradilan
Selain sistem hukum yang berkualitas, pemerintah juga berupaya untuk menyelenggarakan sistem peradilan yang efektif. Hal ini penting untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa penanganan perkara di Indonesia dapat selesai dalam waktu singkat dengan biaya yang rendah.
Adi mengatakan, sistem peradilan yang efektif merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, akan ada kepastian hukum bagi investor yang berdampak positif terhadap inovasi, perkembangan pasar keuangan, dan pertumbuhan ekonomi.
James L Allsop menyampaikan hal yang sama. Menurut dia, harus ada jaminan bahwa ketika pengadilan membuat keputusan, waktunya singkat dan biayanya ringan.
Sistem peradilan yang efektif saat ini tengah diupayakan oleh Mahkamah Agung. Syamsul Maarif menyatakan, ke depan, batas nilai gugatan sederhana akan ditingkatkan dari Rp 200 juta menjadi Rp 500 juta.
”Konsepnya tinggal diputuskan oleh forum rapat pimpinan dalam tahun ini. Kita harapkan Juli sudah bisa diketok sehingga semakin banyak penyelesaian perkara gugatan yang dapat diselesaikan,” kata Syamsul.
Pada tahun 2018, perkara gugatan sederhana yang telah diselesaikan mencapai 6.469 perkara. Jumlah tersebut meningkat 63 persen dari tahun sebelumnya. Ketika nanti batas nilai gugatan ditingkatkan, Syamsul memperkirakan akan ada peningkatan jumlah perkara hingga dua kali lipat.
Syamsul menjelaskan, melalui mekanisme gugatan sederhana, waktu penyelesaian sengketa bisa kurang dari dua bulan yang sebelumnya dapat mencapai tiga tahun. Sebab, prosedur gugatan hanya diproses di pengadilan negeri, tanpa perlu ada banding, kasasi, bahkan peninjauan kembali.
Selain itu, biaya penyelesaian sengketa akan lebih ringan karena hanya perlu membayar biaya pemanggilan tergugat. ”Selama ini, yang membuat biaya penyelesaian sengketa itu tinggi adalah biaya sewa pengacara. Nah, dalam proses pengadilan negeri, hal itu tidak diwajibkan,” kata Syamsul.