Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan izin mendirikan bangunan untuk 932 bangunan di Pulau D. Penerbitan izin itu, kata Anies, atas dasar Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E Hasil Reklamasi Kawasan Pantai Utara Jakarta, yang ditandatangani Basuki Tjahaja Purnama semasa menjabat Gubernur DKI.
Oleh
Helena F Nababan/Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
Meski tidak lazim, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tetap beralasan penerbitan IMB di Pulau D mengacu pada peraturan gubernur semasa pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan izin mendirikan bangunan untuk 932 bangunan di Pulau D. Bangunan itu terdiri atas 409 rumah tinggal, 212 rumah kantor yang sudah jadi, serta 311 rumah kantor dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun.
Penerbitan izin itu, disebut Anies, atas dasar Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E Hasil Reklamasi Kawasan Pantai Utara Jakarta, yang ditandatangani Basuki Tjahaja Purnama semasa menjabat Gubernur DKI.
”Lazimnya, tata kota ya diatur dalam perda (peraturan daerah), bukan pergub (peraturan gubernur). Itulah kelaziman yang tertib ya begitu. Memang konsekuensinya, menunggu perda itu perlu waktu lebih lama”, ungkap Anies dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Lazimnya, tata kota ya diatur dalam perda (peraturan daerah), bukan pergub (peraturan gubernur). Itulah kelaziman yang tertib ya begitu. Memang konsekuensinya, menunggu perda itu perlu waktu lebih lama. (Anies Baswedan)
Anies menjelaskan, Pergub No 206/2016 membuat bangunan di atas tanah reklamasi Pulau D memiliki dasar hukum. Padahal, pulau itu belum ada dalam perda yang berisi rencana detail tata ruang (RDTR). Dia menduga Basuki berlindung di balik Pasal 18 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 yang menyebut, pemerintah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan di sebuah kawasan yang belum tertera di Perda RDTR untuk jangka waktu sementara.
”Celah hukum inilah yang dijadikan pintu masuk dan menjadi dasar hukum bagi gubernur waktu itu untuk mengeluarkan Pergub No 206/2016,” kata Anies.
Tak mencabut
Anies juga menjelaskan alasan dirinya tak mencabut pergub tersebut. Pencabutan pergub, menurut Anies, tak semudah itu. Sebab, mau tidak mau, pengembang telah menjadikan Pergub No 206/2016 sebagai dasar membangun.
Pencabutan pergub itu tak hanya memiliki konsekuensi pembongkaran terhadap gedung-gedung yang sudah terbangun, tetapi juga hilangnya kepastian hukum.
”Jadi, tidak sesederhana itu. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum karena pernah ada preseden seperti itu,” tutur Anies.
Namun, Anies memastikan 13 pulau yang direncanakan dibangun sesuai program reklamasi sejak 1997 akan dihentikan. Sebelumnya, disepakati pembangunan 17 pulau.
Penghapusan 13 pulau itu akan ditetapkan dalam Perda RDTR dan rencana tata ruang wilayah (RTRW), serta Perda Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Adapun empat pulau yang telanjur terbangun adalah Pulau C, D, G, dan N. Keempat pulau itu akan dikelola sepenuhnya oleh Pemprov DKI melalui PT Jakarta Propertindo.
”Hilangnya reklamasi dari Perda RDTR dan RTRW serta RZWP3K adalah bentuk penghentian reklamasi sebagai program Pemprov DKI Jakarta. Itu semua adalah cara legal untuk memastikan gubernur pada masa yang akan datang tidak bisa semena-mena melakukan reklamasi,” kata Anies.
Kepala Dinas Cipta Karta, Tata Ruang, dan Pertanahan Heru Hermawanto menjelaskan, sejauh ini, pihaknya masih menunggu hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI terhadap dua rancangan perda yang diajukan pemprov.
Dalam raperda itu, lanjut Heru, akan lebih disempurnakan lagi RTRW dan RDTR dari pulau-pulau reklamasi yang ada.
Menurut dia, sejauh ini, yang diajukan dalam perda tersebut adalah empat pulau reklamasi yang sudah terbangun dari rencana 17 pulau. Empat pulau itu adalah Pulau C, D, G, dan N.
”Perda Nomor 8 Tahun 1995, kan, memang sudah memuat pulau reklamasi, tetapi penamaan pulau tidak disebut dengan tegas. Namun, secara substansi pulau-pulau reklamasi sudah tergambar dalam peta lampiran perda tersebut. Nanti di perda yang baru akan disempurnakan,” kata Heru.
Tidak untuk IMB
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan, Pergub No 206 Tahun 2016 tidak bisa dipakai untuk menerbitkan IMB atas bangunan yang ada di atas lahan hasil reklamasi. Harus ada perda mengenai tata ruang kawasan strategis pantura Jakarta dulu, baru bisa dilakukan penerbitan IMB.
”Kalau pergub bisa untuk menerbitkan IMB, udah lama aku terbitkan IMB”, jelas Basuki secara tertulis melalui pesan Whatsapp, Rabu.
Kalau pergub bisa untuk menerbitkan IMB, udah lama aku terbitkan IMB. (Basuki Tjahaja Purnama)
Yang seharusnya terjadi, ujar Basuki, untuk bisa menerbitkan IMB atas bangunan di lahan reklamasi harus ada perda terlebih dahulu.
Ia pun lalu mempertanyakan tindakan Anies Baswedan yang memilih menerbitkan IMB berdasarkan Pergub No 2016/2016. Mencermati penamaannya saja, menurut Basuki, Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, pergub itu kaitannya ke perda rancangan tata ruang kawasan strategis (RTRKS) pantura Jakarta.
Di dalam RTRKS itu juga, tambah Basuki, ada pasal yang mengatur kontribusi tambahan yang harus dibayarkan pengembang kepada pemprov. Tambahan kontribusi 15 persen dari nilai jual obyek pajak (NJOP) total lahan hasil reklamasi yang dapat dijual oleh pengembang.
Dengan adanya pasal itu, Basuki bermaksud mendapatkan sumber pendanaan/pendapatan daerah (PAD) untuk pembangunan Jakarta. ”Nilainya bisa mencapai di atas Rp 100 triliun dengan kontribusi tambahan 15 persen NJOP setiap pengembang jual lahan hasil reklamasi,” jelas Basuki.
Dengan adanya pasal itu, Basuki bermaksud mendapatkan sumber pendanaan/pendapatan daerah (PAD) untuk pembangunan Jakarta. ”Nilainya bisa mencapai di atas Rp 100 triliun dengan kontribusi tambahan 15 persen NJOP setiap pengembang jual lahan hasil reklamasi”.
Kemudian, apabila Anies memilih menerbitkan IMB dengan dasar pergub tersebut dan bukan dengan perda, memilih memasukkan lahan pulau hasil reklamasi sebagai bagian dari daratan Jakarta, serta mencabut RTRKS Pantura, DKI akan kehilangan potensi pendapatan dari tambahan kontribusi itu.
Basuki pun menyayangkan langkah yang diambil Anies itu.