Pemberitaan Ramah Anak Menjadi Tuntutan
Pemberitaan terkait anak harus dikelola secara bijaksana dan tidak eksploitatif. Tujuannya untuk perlindungan anak agar tumbuh kembangnya optimal.
JAKARTA, KOMPAS — Media massa ikut bertanggung jawab untuk memenuhi hak-hak anak melalui pemberitaan yang ramah anak. Dengan turut menjaga tumbuh kembang anak, media massa berperan dalam menyiapkan generasi masa depan secara optimal.
Salah satu upaya pemenuhan hak anak adalah dengan menyediakan informasi dan pemberitaan yang ramah anak. Terutama dalam hal ini adalah menghindari pelabelan dalam kasus pidana yang melibatkan anak. Pasalnya, dampak pelabelan tersebut bukan hanya bisa dirasakan selama satu atau dua tahun, tetapi berpuluh-puluh tahun.
Seringkali, dalam pemberitaan yang terkait anak, anak justru menjadi korban, obyek eksploitasi, dan diungkapkan identitasnya antara lain wajah, inisial, nama, alamat dan sekolah baik disengaja maupun tidak disengaja. Akibatnya, anak tidak terlindungi dengan baik. Bahkan media penyiaran kerap menampilkan sosok anak yang disamarkan menggunakan topeng atau diblur wajahnya, tetapi masih bisa dikenali ciri-cirinya.
“Anak-anak yang menjadi korban perlu dilindungi identitasnya dari pemberitaan untuk menghindari pelabelan,” kata Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Indra Gunawan dalam sosialisasi Pedoman Pemberitaan Ramah Anak di Aula Dewan Pers Jakarta, Rabu (19/6/2019). Dewan Pers bekerja sama dengan KPPPA melakukan sosialisasi Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.
Anak-anak yang menjadi korban perlu dilindungi identitasnya dari pemberitaan untuk menghindari pelabelan.
Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA Nahar menambahkan, dengan mengemas kasus kekerasan anak melalui pemberitaan ramah anak, ada dua implikasi yang dihasilkan. Pertama, anak tersebut bisa mendapatkan pertolongan. Kedua, sistem yang menangani kasusnya juga akan menjadi lebih baik.
“Pemberitaan yang konstruktif bisa mendorong pelayanan terhadap anak di suatu daerah muncul,” katanya.
Oleh karena itu, ia mengatakan peran media massa dalam proses perlindungan anak sangat menentukan. Beberapa kasus menyangkut perlindungan anak menjadi terangkat berkat advokasi media. Alhasil, anak yang tidak mendapatkan pendampingan akhirnya bisa tertolong melalui pemberitaan.
Peran media massa dalam proses perlindungan anak sangat menentukan. Beberapa kasus menyangkut perlindungan anak menjadi terangkat berkat advokasi media.
Perlindungan anak sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Di dalamnya disebutkan bahwa identitas anak, anak korban, dan atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak atau pun elektronik.
Perlindungan anak
Melalui ketentuan tersebut, Dewan Pers kemudian menyusun Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang dituangkan dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/PERATURAN-DP/II/2019. Batasan anak di sini adalah seseorang yang belum berumur 18 tahun, baik yang telah menikah maupun belum menikah.
Identitas anak yang harus dilindungi adalah semua data dan informasi yang menyangkut anak, baik berupa nama, foto, gambar nama orangtua, nama saudara maupun kerabat lainnya, alamat rumah, sekolah hingga benda-benda khusus yang mencirikan si anak.
Pemberitaan ramah anak dimaksudkan untuk mendorong komunitas pers menghasilkan berita yang bernuansa positif, berempati, dan bertujuan melindungi hak, harkat, martabat anak, anak yang terlibat persoalan hukum ataupun tidak, baik anak sebagai pelaku, saksi, atau korban.
Wakil Ketua Dewan Pers Hendry CH Bangun mengatakan, tujuan pembuatan pedoman tersebut adalah untuk memberikan perlindungan kepada anak agar tumbuh dan kembangnya bisa optimal. Adapun tujuan lainnya untuk menghindarkan media dan wartawan dari ancaman hukuman pidana.
“Jika kita mengungkap identitas, ancaman pidananya adalah kurungan lima tahun dan denda Rp 500 juta,” kata Hendry.
Menurut Hendry, peran media dalam hal ini bukan sekadar membuat berita, melainkan menyiapkan anak sebagai masa depan bangsa. Diharapkan, pemberitaan tentang anak tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang sensasional dan bombastis.
Menurut Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, jika sebuah media mampu memberikan atmosfer pemberitaan yang menginspirasi dan mendukung tumbuh kembang anak, dari situ mereka telah berhasil berkontribusi. Hal ini selaras dengan nilai-nilai transendental yang semestinya dipahami oleh semua media massa.
“Menyiapkan generasi yang akan datang itu hukumnya wajib, jika tidak, pada saatnya kita tidak akan punya masa kini,” kata Nuh.