Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Kamis (20/6/2019), mendatangi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sebagai pelapor kasus aset Yayasan Kas Pembangunan Surabaya. Kedatangannya untuk menyerahkan berbagai dokumen.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada Kamis (20/6/2019) mendatangi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sebagai pelapor kasus aset Yayasan Kas Pembangunan Surabaya. Kedatangannya untuk menyerahkan berbagai dokumen yang telah disiapkan dan dimiliki Pemerintah Kota Surabaya dalam upaya pengembalian aset Yayasan Kas Pembangunan yang merupakan milik negara ke Pemerintah Kota Surabaya.
Wali Kota Risma mengatakan, Pemkot Surabaya pernah mengirimkan surat kepada Yayasan Kas Pembangunan (YKP) untuk menyerahkan pengelolaan aset itu kepada Pemkot Surabaya. Surat tersebut dikirimkan sekitar 2012 itu justru dibalas dengan penolakan dari pengurus YKP.
”Tadi, dalam surat yang disampaikan ke Kajati meminta penyerahan pengelolaan aset, termasuk surat balasan penolakan dari YKP juga ikut saya serahkan,” kata Wali Kota Risma ketika meninggalkan Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim di Jalan A Yani.
Ia menyebutkan, Pemkot Surabaya gigih untuk merebut aset tersebut. Untuk itu, dia juga mengirimkan surat kepada Gubernur Jatim, Kejati Jatim, dan bahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
”Kami tidak pernah berhenti, ini panjang rangkaiannya. Maka, kalau aset YKP bisa kembali, luar biasa bersyukurnya saya,” ujarnya.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Timur Didik Farkhan Alisyhadi mengatakan, Wali Kota Risma bertemu dengan penyidik memang agak cepat karena hanya ditanya tentang kronologi waktu ada polemik ini.
Dalam kesempatan yang berlangsung selama dua jam itu, Risma juga membeberkan berbagai usahanya sebagai Wali Kota Surabaya dalam mengembalikan aset YKP yang kini diperkirakan mencapai triliunan rupiah.
Kami tidak pernah berhenti, ini panjang rangkaiannya. Maka, kalau aset YKP bisa kembali, luar biasa bersyukurnya saya.
Berbagai upaya
Menurut Didik, Wali Kota Risma dan jajarannya sebenarnya terus melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan aset YKP itu. Bahkan, Pemkot Surabaya sudah berkirim surat kepada YKP untuk meminta menyerahkan pengelolaannya kepada Pemkot Surabaya.
”Tadi disampaikan mulai mengirimkan surat kepada beberapa penegak hukum, kemudian melakukan hak angket, dan terakhir mengirimkan surat langsung kepada YKP, meminta pengelolaannya diserahkan ke pemkot,” ucapnya.
Oleh karena itu, ia memastikan kedatangan Wali Kota Risma tersebut juga untuk memberikan dokumen-dokumen yang dimilikinya, termasuk surat saat dia mengirimkan surat kepada YKP dan jawaban dari YKP. ”Jadi, Bu Risma sudah melakukan persuasif,” ujarnya.
Ia juga memastikan akan terus memanggil beberapa saksi lain untuk melengkapi berkas kasus ini. Bagi Didik, kasus ini sangat luar biasa karena harus mendatangkan saksi-saksi lain yang sudah lanjut usia. ”Ada saksi yang sudah menggunakan alat pendengaran, jadi ini kasus yang sudah lama berlangsung,” lanjutnya.
Menurut Didik, kasus korupsi YKP dan PT YKP beberapa kali mencuat pada 2012. Pada saat itu, DPRD Kota Surabaya bahkan melakukan hak angket dengan memanggil semua pihak ke DPRD. Hasilnya, panitia khusus hak angket merekomendasikan agar YKP dan PT YKP diserahkan kepada Pemkot Surabaya karena memang keduanya adalah aset pemkot. Namun, hal itu ditolak pengurus YKP.
Padahal, berdasarkan dokumen, YKP dibentuk oleh Pemkot Surabaya pada 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah seluas 3.048 persil atau berstatus surat ijo berasal dari Pemkot Surabaya. Bahkan, pada 1971, YKP yang bertindak sebagai pengembang dengan lokasi perumahan di beberapa kawasan di Surabaya juga mendapat suntikan modal Rp 15 juta.
”Salah satu bukti YPK milik pemkot, Ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Wali Kota Surabaya hingga 1999 dijabat oleh Wali Kota Surabaya Sunarto Sumoprawiro,” ujarnya.
Namun, dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang menyebut kepala daerah tidak boleh rangkap jabatan, pada 2000 Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekretaris Daerah M Yasin sebagai Ketua YPK.
Salah satu bukti YPK milik pemkot, Ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Wali Kota Surabaya hingga 1999 dijabat oleh Wali Kota Surabaya Sunarto Sumoprawiro.
Hanya saja, lanjut mantan Kajari Surabaya itu, pada 2002, Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru untuk memimpin YKP. Sejak saat itu, pengurus baru mengubah anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) dan secara melawan hukum memisahkan diri dari Pemkot Surabaya.
Padahal, sampai tahun 2007, YKP masih menyetor ke kas daerah Pemkot Surabaya. Aset YKP saat ini diperkirakan sudah berkembang mencapai triliunan rupiah.