Tak Ada Kapal, Ribuan Hektar Cengkeh Gagal Dipanen
›
Tak Ada Kapal, Ribuan Hektar...
Iklan
Tak Ada Kapal, Ribuan Hektar Cengkeh Gagal Dipanen
Lumpuhnya transportasi laut dengan rute tiga pulau di Maluku, yakni Teon, Nila, dan Serua, membuat petani dan buruh Pulau Seram tak bisa panen di ribuan hektar tanaman cengkeh. Akibatnya, sebagian buah cengkeh dilaporkan rusak.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS - Lumpuhnya transportasi laut dengan rute tiga pulau di Maluku, yakni Teon, Nila, dan Serua, membuat petani dan buruh Pulau Seram tak bisa panen di ribuan hektar tanaman cengkeh. Akibatnya, sebagian buah cengkeh dilaporkan rusak.
Hal itu dipicu rusaknya KM Sabuk Nusantara 87, yang belum genap dua tahun beroperasi di Maluku, akibat patah kemudi. Sejak berhenti beroperasi pada Februari lalu, PT Pelni, operator kapal, tidak menyiapkan kapal pengganti atau mengalihkan kapal lain untuk masuk ke rute tersebut. Hal itu membuat rute ke Pulau Teon, Nila, dan Pulau Serua, terisolasi.
"Cengkeh banyak yang sudah rusak dan kemungkinan besar tidak bisa dipanen. Padahal, tahun ini, panen melimpah. Kami mendapatkan informasi ini dari warga yang sekarang ada di pulau itu. Kami berkomunikasi lewat radio SSB (single-side-band). Di sana tidak ada sinyal telepon," kata Dion Marantika (31), tokoh pemuda dari paguyuban Teon Nila Serua di Ambon pada Kamis (20/6/2019).
Pulau Teon, Nila, dan Serua berada di tengah kepungan Laut Banda, itu masuk dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah. Pulau tersebut pada awalnya menjadi wilayah permukiman. Namun, pada tahun 1978, Presiden Soeharto memerintahkan warga di tiga pulau yang kala itu berjumlah lebih kurang 5.000 orang, untuk mengosongkan pulau itu. Warga dipindahkan ke Pulau Seram yang terpaut sekitar 250 kilometer dari tiga pulau itu.
Pemerintah beralasan tiga pulau itu rentan dilanda bencana letusan gunungapi baik di darat maupun yang ditumbuh dari dasar laut. Ada Gunung Lawakarwa di Nila dan Gunung Lagatala di Serua. Sementara di dekat Teon terdapat beberapa gunung api di dasar laut. Sejak 1978 hingga saat ini belum terjadi letusan.
Kendati tinggal di Pulau Seram, warga tetap menggantung hidup mereka di tiga pulau itu. Kondisi tanah vulkanis mendukung cengkeh tumbuh subur di sana. Tiga pulau itu menjadi penghasil cengkeh terbanyak di Kabupaten Maluku Tengah. Kualitas cengkeh terbaik di Maluku berasal dari tiga pulau itu. Konon katanya, sebelum diungsikan ke Pulau Seram, petani di tiga pulau itu langsung memasarkan komoditas cengkeh ke salah satu sentra produksi rokok di Pulau Jawa.
"Masyarakat tinggal di Seram tetapi kehidupan mereka sangat bergantung di pulau asal mereka. Apalagi, saat ini musim tahun ajaran baru, hasil panen itu akan dipakai untuk biaya pendidikan anak-anak mereka. Harapan itu pupus. Gagal panen bukan karena hama atau kondisi iklim tapi karena tidak ada kapal," tutur Dion.
Pengajuan deviasi
Manajer Operasi PT Pelni Cabang Ambon Jasman yang dihubungi secara terpisah pada Kamis siang mengatakan, telah mengajukan deviasi atau pengalihan rute KM Sabuk Nusantara 71 untuk mengisi rute KM Sabuk Nusantara 87 yang melewati Pulau Teon, Nila, dan Serua. Saat ini, KM Sabuk Nusantara 71 melayani rute Ambon ke sejumlah pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya.
"Kami sudah ajukan (ke Kementerian Perhubungan). Tunggu saja jawabannya," ujar Jasman.
KM Sabuk Nusantara 87 diperkirakan akan kembali beroperasi pada bulan depan. Di sana, PT Pelni Cabang Ambon mengelola lima kapal perintis, sementara pihak swasta mengelola tiga kapal.
Anos Yeremias, Ketua Komisi C DPRD Maluku, mendesak investigasi terhadap kerusakan kapal tersebut. Ia menduga telah terjadi produk gagal. "Belum sampai dua tahun kapal sudah rusak," ujarnya. Ia mengaku hadir dalam peluncuran kapal tersebut.
Program Nawacita
Sementara itu, guru besar transportasi maritim Universitas Pattimura Ambon, Markus Tukan mengatakan, pelayaran perintis merupakan tulung punggung perekonomian di daerah kepulauan seperti Maluku. Sejalan dengan semangat Nawacita pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla, sudah seharusnya pelayaran perintis dikelola secara serius.
"Kalau ada kendala seperti kerusakan kapal, pemerintah seharusnya mengambil langkah cepat. Empat bulan ini merupakan waktu yang terlalu lama. Berapa potensi pendapatan yang hilang akibat kapal tidak jalan? Tentu banyak. Pelayaran perintis harus diperhatikan sunguh-sungguh, jangan sampai diabaikan," katanya.
Meski begitu menurut Markus, pembenahan di sektor kemaritiman di Maluku semakin baik dari waktu ke waktu. Hal itu ditandai bertambahnya armada, regenerasi kapal perintis, dan pelayanan kapal tol laut yang menyinggahi sejumlah wilayah di Maluku. Program tol laut bertujuan menekan disparitas harga di bagian timur Indonesia.
"Komitmen pemerintah pusat sangat tinggi. Ini perlu didukung elemen-elemen di daerah baik perwakilan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kalau semua punya semangat yang sama, tidak mungkin kondisi ini terjadi berlarut-larut," ujarnya.