700 Juta Meter Kubik Air Disiapkan untuk Lima Bulan ke Depan di Jawa Timur
›
700 Juta Meter Kubik Air...
Iklan
700 Juta Meter Kubik Air Disiapkan untuk Lima Bulan ke Depan di Jawa Timur
Perum Jasa Tirta I memastikan ketersediaan air pada awal musim kemarau 2019 aman. Untuk memenuhi kebutuhan 5 bulan ke depan, tersedia 354 juta meter kubik tampungan air di wilayah Sungai Brantas dan 348 juta meter kubik air di wilayah Sungai Bengawan Solo.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Perum Jasa Tirta I memastikan ketersediaan air pada awal musim kemarau 2019 aman. Hingga lima bulan ke depan, setidaknya masih tersedia 354 juta meter kubik tampungan air di wilayah Sungai Brantas dan 348 juta meter kubik air di wilayah Sungai Bengawan Solo.
”Pada awal kemarau ini, ketersediaan air masih dalam pola yang dikendalikan. Namun, di beberapa titik, khususnya di hilir Brantas, sudah muncul persoalan penyediaan air,” kata Direktur Utama Perum Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan, Jumat (21/6/2019) di Malang.
Raymond menjelaskan, saat ini dirinya mulai mendapat laporan persoalan ketersediaan air dari Mojokerto. ”Pengambilan air oleh PDAM Kota Mojokerto mulai tersendat, salah satu faktornya karena pasokaan debit dari hulu mengecil. Itu disebabkan penguapan tinggi dan tidak ada lagi hujan turun,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Raymond, Perum Jasa Tirta I akan melepas air dari Bendungan Sutami (Malang) dan Wonorejo (Tulungagung) agar sejumlah debit bisa masuk ke Sungai Brantas, lalu masuk ke Mojokerto hingga Surabaya.
”Hal itu tujuannya untuk mengamankan pasokan air minum yang bahan bakunya diambil dari Sungai Brantas dan sungai-sungai di sekitarnya,” ucapnya.
Pembukaan dua bendungan tersebut mulai diinisiasi pada Jumat, 21 Juni. ”Kamis malam kami mendapat keluhan, muka air untuk irigasi turun. Jumat pagi ini, mulai dilakukan inisiasi dengan menambah pasokan air untuk Surabaya dengan melepas air dari Waduk Sutami dan Wonorejo,” kata Raymond.
Ia menjelaskan, volume air yang digelontorkan 4-5 meter kubik per detik. ”Tujuannya untuk menjamin air yang masuk ke Sungai Brantas sampai ke hilir bisa mengamankan PDAM Kota Mojokerto, Sidoarjo, dan Surabaya. Inisiasi pelepasan air itu mulai hari ini,” ujar Raymond.
Meski penambahan debit air dilakukan pada awal kemarau ini, bisa jadi air sampai ke hilir tidak otomatis naik. Sebab, di tengah jalan, air dimungkinkan hilang.
”Semoga air tidak hilang di jalan karena penguapan tinggi, sementara tidak ada air hujan tambahan. Kalau hilang di jalan, air akan kami tambah lagi. Kalau itu masih kurang, ya sudah, mau tidak mau ada sektor yang harus dikorbankan, misalnya irigasi mengalah. Jika biasanya mengambil 15 meter kubik per detik, maka menjadi 10-12 meter per detik. Ini agar airnya bisa digunakan untuk air minum,” tutur Raymond.
Luas lahan irigasi di wilayah Sungai Brantas sebesar 200.000 hektar. Namun, dari luas tersebut, 53.000 hektar mengambil air langsung dari sistem bendungan (waduk), sebanyak 80.000 hektar masuk dalam sistem atau pola pemberian air yang dikelola Perum Jasa Tirta I, dan sisanya dimungkinkan merupakan lahan irigasi menggunakan sistem tadah hujan dan dari sungai lain.
Perum Jasa Tirta I mengelola delapan bendungan besar di Tanah Air. Sebanyak tujuh bendungan berada di wilayah Sungai Brantas dan satu bendungan di Wilayah Sungai Bengawan Solo. Kedelapan bendungan itu adalah Bendungan Sengguruh, Bendungan Sutami, Bendungan Lahor, Bendungan Wlingi, Bendungan Selorejo, Bendungan Wonorejo, Bendungan Bening, dan Bendungan Wonogiri.
Memasuki kemarau
Berdasarkan siaran pers dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda, saat ini sebagian besar wilayah Jawa Timur telah memasuki musim kemarau. Pada saat kemarau berembus angin muson timur-tenggara yang membawa massa udara dari Benua Australia yang bersifat dingin dan kering.
Dalam keterangan yang ditandatangani Pelaksana Harian Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Surabaya Rofiq Isa Mansur, disebutkan bahwa secara umum kondisi cuaca di wilayah Jawa Timur bersifat panas dan kering pada siang serta bersifat dingin pada malam hingga pagi. Beberapa masyarakat menyebut kondisi ini dengan istilah bediding.
Suhu dingin saat musim kemarau, menurut Rofiq, terjadi karena saat musim kemarau langit cerah atau tidak ada tutupan awan. Radiasi sinar matahari yang diterima Bumi akan dipancarkan kembali ke luar angkasa pada malam harinya.
”Oleh karena tidak adanya tutupan awan, energi tersebut akan diteruskan secara besar-besaran ke luar angkasa yang berakibat suhu Bumi menjadi dingin. Kondisi ini normal terjadi pada saat musim kemarau,” katanya.
Pada musim kemarau ini, juga perlu diwaspadai potensi peningkatan kecepatan angin di wilayah Jawa Timur. Hal itu terjadi akibat adanya daerah tekanan rendah di Samudra Pasifik bagian barat dan daerah tekanan tinggi di Benua Australia.
”Seiring dengan hal tersebut, perlu diwaspadai juga adanya potensi peningkatan tinggi gelombang laut di perairan Jawa Timur. Pada saat musim kemarau, juga terdapat angin berembus dengan kencang dan bersifat lokal di daerah Pasuruan dan Probolinggo yang biasanya disebut angin gending,” lanjut Rofiq.