Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menjadi penjamin penangguhan penahanan eks Danjen Kopassus Soenarko yang tersangkut dugaan makar dan kepemilikan senjata api ilegal.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri, Jumat (21/6/2019), menangguhkan penahanan Soenarko, mantan Komandan Jenderal Kopassus yang tersangkut dugaan kepemilikan senjata api ilegal. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan menjadi penjamin penangguhan penahanan Soenarko.
Meski demikian, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menegaskan, pengabulan permohonan penangguhan tidak semata berdasar pada siapa penjaminnya. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar penyidik untuk mengabulkan permohonan penangguhan yang diajukan oleh kuasa hukum Soenarko.
Alasan pertama adalah sikap Soenarko yang kooperatif saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Soenarko disebut memberikan keterangan secara terbuka mengenai dugaan kepemilikan senjata ilegal. Soenarko juga berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan dan tidak menghilangkan barang bukti.
Dedi mengatakan, Soenarko juga harus memastikan tidak akan berupaya melarikan diri sebab penanganan kasus penguasaan senjata ini tetap berjalan meski ia ditangguhkan dari penahanan.
”Tapi memang ada surat dari kedua beliau (Hadi dan Luhut) sebagai penjamin. Sebagai Panglima, (Pak Hadi) adalah juga sebagai pembina seluruh purnawirawan TNI. Sementara itu, Pak Luhut adalah tokoh senior di satuan elite TNI,” kata Dedi saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta.
Soenarko juga harus memastikan tidak akan berupaya melarikan diri sebab penanganan kasus penguasaan senjata ini tetap berjalan meski ia ditangguhkan dari penahanan.
Soenarko telah ditahan tepat satu bulan yang lalu, 21 Mei 2019, atas dugaan menguasai satu pucuk senjata api ilegal bertipe senapan serbu laras panjang. Penguasaan senjata api ilegal melanggar Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Selain itu, Soenarko juga diduga terlibat dugaan ajakan makar. Soenarko dilaporkan atas pernyataan dalam video yang beredar di situs Youtube. Dalam video berdurasi 2 menit 55 detik itu, Soenarko memerintahkan hadirin untuk mengepung KPU dan Istana, apabila KPU menetapkan calon presiden Joko Widodo sebagai pemenang Pilpres 2019.
Secara terpisah kuasa hukum Soenarko, Ferry Firman Nurwahyu, mengatakan, Soenarko akan keluar dari Rumah Tahanan Militer Guntur, Jakarta, selepas ibadah shalat Jumat. Saat ini pihaknya tinggal menunggu proses administrasi tuntas di Bareskrim Polri dan Rutan Guntur.
”Proses administrasi yang klien kami harus tandatangani itu adalah kesediaan hadir sewaktu-waktu penyidik membutuhkan keterangan. Juga termasuk mungkin ketentuan wajib lapor,” kata Ferry.
Tidak kooperatif
Nasib berbeda diterima purnawirawan TNI lainnya yang juga ditahan atas dugaan makar dan penguasaan senjata api ilegal, Kivlan Zen.
Dedi menegaskan, kewenangan pengabulan permohonan penangguhan penahanan ada pada penyidik. Sejauh ini, salah satu alasan permohonan Kivlan tidak dikabulkan adalah sikap Kivlan dalam proses pemeriksaan yang tidak obyektif.
”Salah satunya, (Kivlan) tidak kooperatif terkait masalah pokok perkara yang saat ini sedang didalami oleh penyidik. Hal itu menjadi pertimbangan penyidik mengapa sampai hari ini belum mengabulkan permohonan penangguhan penahanan,” kata Dedi.
Kivlan diduga berperan memberikan perintah kepada tersangka perencanaan pembunuhan tokoh nasional guna mencari eksekutor. Ia memberikan uang Rp 150 juta kepada tersangka HK dan AZ untuk membeli beberapa pucuk senjata api.