Warga Kulon Progo belum meminta bantuan air bersih meski musim kemarau telah tiba. Warga masih bisa mencukupi kebutuhan air bersih dari sumber mata air di desanya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KULON PROGO, KOMPAS — Warga Kulon Progo belum meminta bantuan air bersih meski musim kemarau telah tiba. Warga masih bisa mencukupi kebutuhan air bersih dari sumber mata air di desanya.
Kulon Progo adalah salah satu daerah rawan kekeringan di Yogyakarta. Tahun lalu, terdapat lima kecamatan yang terkena kekeringan. Kelima kecamatan tersebut adalah Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, Kokap, dan Pengasih. Saat itu, kemarau terjadi pada Mei-Oktober. Selama itu, sekitar 1.500 tangki pengangkut air dikirimkan ke daerah-daerah yang membutuhkan.
Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kulon Progo Hepi Eko Nugroho, Sabtu (22/6/2019) siang, mengatakan belum ada permintaan pembagian air. Kebutuhan air baku masih bisa dipenuhi secara mandiri oleh masyarakat.
Hepi mengungkapkan, meski permintaan bantuan air bersih belum ada, pihaknya siaga jika mendadak ada masyarakat yang membutuhkannya. Ia mengamati, sumber mata air yang dipergunakan warga desa untuk menyuplai kebutuhan air bersih mulai mengering.
”Diperkirakan dalam waktu satu bulan mulai ada permintaan air. Kalau kondisinya seperti ini (tidak ada hujan), mulai pertengahan Juli atau akhir Juli pasti sudah ada permintaan,” kata Hepi.
Hepi menyatakan, pihaknya telah mendata daerah-daerah yang berpotensi mengalami kekeringan pada musim kemarau ini. Hal itu berguna agar pihaknya bisa bergerak dengan cepat jika ada daerah yang membutuhkan kiriman air bersih.
”Kami sudah rapat koordinasi dengan camat-camat yang memang sering meminta pembagian air. Data sudah kami pegang. Nanti, begitu banyak permintaan akan segera kami komunikasikan dengan bupati, kemudian akan segera kami salurkan bantuan,” tutur Hepi.
Berdasarkan pantauan, penyusutan volume air dari sumber mata air terjadi di salah satu lokasi yang terdampak kekeringan pada tahun lalu, yaitu Dusun Menguri, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap. Air dari sungai-sungai kecil di dusun itu terlihat begitu dangkal. Batu-batu sungai berukuran besar mulai terlihat seiring dengan turunnya debit air.
Kepala Dusun Menguri Sukarno mengungkapkan, di dusunnya, sumber mata air itu berupa sungai kecil dan sumur. Dari dua sumber mata air itu, air dialirkan menggunakan selang ke tandon air tertentu. Dari tandon, air dialirkan ke rumah-rumah warga. Namun, saat ini, pasokan air dari kedua sumber mata air tersebut mulai menipis.
”Air masih ada dan bisa mengalir ke rumah-rumah warga, tetapi jumlahnya sangat terbatas. Air itu dialirkan secara bergantian agar semua warga mendapat bagian,” ucap Sukarno.
Afika (33), warga Dusun Menguri, mengatakan, aliran air dari sumber mata air tersebut ke rumahnya tidak lagi deras. Hal itu menjadi tanda bahwa jumlah air sudah semakin sedikit.
”Ciri lainnya bisa dilihat dengan warna air yang keruh. Kadang-kadang juga disertai serpihan daun kering. Jika sudah seperti itu, berarti dari sumbernya air sudah menipis,” ujarnya.