Banjir dan banjir bandang yang melanda Konawe Utara, juga sejumlah lokasi lain di Sulawesi Tenggara, diharapkan bisa diselesaikan hingga akar masalahnya. Polisi siap membantu penyelidikan untuk memberikan masukan terkait kejadian ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KONAWE SELATAN, KOMPAS — Banjir dan banjir bandang yang melanda Konawe Utara, juga sejumlah lokasi lain di Sulawesi Tenggara, diharapkan bisa diselesaikan hingga akar masalahnya. Pihak kepolisian siap membantu penyelidikan untuk memberikan masukan dan saran terkait kejadian ini.
”Ini seperti puncak gunung es. Kalau kita beri bantuan sosial, selimut, perbaikan infrastruktur, itu oke, tapi hanya memotong puncak gunung es. Ini akan terjadi lagi kalau seandainya akar masalahnya tidak diketahui,” kata Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, di Konawe Utara, Sabtu (22/6/2019).
Kapolri bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto datang ke Konawe Utara meninjau penanganan banjir bandang yang melanda wilayah tersebut. Keduanya juga memberikan sejumlah bantuan, sekaligus meninjau kondisi pengungsi yang telah berhari-hari di posko pengungsian.
Selain itu, hadir juga Kepala Basarnas Marsekal Madya Bagus Puruhito dan sejumlah pejabat lain.
Menurut Tito, penyebab utama banjir yang melanda sejumlah wilayah ini perlu diketahui untuk menyelesaikan permasalahan. Sejumlah kemungkinan bisa menyebabkan banjir bandang ini. Beberapa kemungkinan penyebab bisa terjadi karena tingginya curah hujan sehingga debit air begitu besar. Selain itu, bisa juga karena adanya perambahan hutan yang menjadi perumahan.
”Atau, karena kerusakan lingkungan dari pembukaan lahan. Sebab, wilayah Sultra merupakan wilayah dengan lahan hijau dan subur, juga punya potensi pertambangan yang besar,” ujarnya.
”Tidak ada masalah dengan pembukaan lahan untuk pertambangan karena menguntungkan masyarakat. Namun, perlu dilakukan studi analis dampak lingkungan yang benar sehingga tidak berdampak bencana,” lanjutnya.
Oleh karena itu, ujarnya, studi dan penelitian yang melibatkan ahli penting untuk segera dilakukan. Penelitian lintas sektor dan antarinstansi perlu diinisiasi provinsi, dibantu kota/kabupaten.
”Dari Polri, saya membawa tim. Ada direktur tindak pidana tertentu yang biasa menangani masalah lingkungan, untuk memberikan bantuan, masukan, bukan proses pidana,” ujar Tito.
Penyelidikan tersebut, lanjutnya, akan dilakukan untuk membantu dari sisi pihak kepolisian. Studi tentang kejadian ini nantinya disampaikan ke pihak-pihak terkait.
Banjir besar melanda Konawe Utara dan menyebabkan sedikitnya 18.765 jiwa terdampak atau sekitar 31 persen dari total penduduk. Selain di wilayah itu, banjir juga menerjang wilayah Konawe, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur.
Sejumlah pihak, termasuk akademisi dan pemerhati lingkungan, menduga kuat banjir parah yang berlangsung selama berhari-hari ini terjadi karena rusaknya kawasan hulu dan kritisnya daerah aliran sungai. Hal ini terjadi karena masifnya industri pertambangan dan perkebunan skala besar, terutama kelapa sawit.
Bupati Konawe Utara Ruksamin menjabarkan, sejak awal dirinya sangat mendukung dilakukannya penelitian mendalam terkait banjir bandang ini. Hal itu untuk memastikan akar masalah, lalu menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan nantinya.
”Saya tidak ada kekhawatiran terkait hal itu. Kita dukung dan bantu. Malah saya sudah siapkan data yang diperlukan terkait hal ini. Nanti bisa ketahuan apa penyebabnya. Kalau memang ada masalah hukum, silakan kepolisian menangani,” tuturnya.
Menurut Ruksamin, dirinya hanya ingin masalah ini terselesaikan agar tidak terjadi lagi bencana yang membuat warganya menderita. Terlebih lagi, selama ia menjabat, izin pertambangan telah dialihkan ke provinsi.
Dari data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), luas tambang di wilayah Konawe Utara sekitar 200.000 hektar. Jumlah ini hampir setengah dari luas wilayah kabupaten tersebut.
Selain itu, dari data Dinas Kehutanan Provinsi Sultra, sebanyak 23 izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hingga 2018 di wilayah tersebut. Total IPPKH di Sultra sebanyak 50 izin.
Tidak hanya tambang, di Konawe Utara juga terdapat empat perusahaan kelapa sawit. Satu perusahaan tebu skala besar juga sedang membuka jalan dan melakukan pembibitan di kabupaten ini.
Rumah hanyut
Banjir bandang juga melanda sejumlah wilayah di Konawe Utara pekan pertama Juni lalu. Terjangan air bercampur lumpur menyebabkan sedikitnya 370 rumah hanyut dan 2.132 rumah terendam. Sebanyak 9.609 jiwa mengungsi dan sedikitnya 18.765 jiwa terdampak atau sekitar 31 persen dari total penduduk.
Tasjuni (38), warga Walalindu, Kecamatan Asera, mengatakan telah dua minggu berada di pengungsian. Bersama istri dan dua anaknya, ia tinggal di posko bersama ratusan warga lain. Ia tidak bisa kembali ke rumah karena rumahnya hanyut tersapu banjir bandang.
”Air cepat naik. Tingginya sekitar 7 meter, bercampur lumpur. Baru kali ini terjadi seperti ini. Tidak tahu apa penyebabnya, tapi di atas di Asera-Wawali itu ada pembukaan lahan untuk perkebunan,” ujarnya.
Ia berharap bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah, khususnya terkait tempat tinggal. Sebab, ia tidak tahu lagi bagaimana caranya memiliki tempat tinggal, sementara sawah yang sebentar lagi panen habis diterjang banjir.
Hadi Tjahjanto mengingatkan agar tempat pengungsi memenuhi syarat kelayakan. Terlebih lagi, ketika memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, akan banyak hal yang begitu dibutuhkan korban bencana.
”Layanan umum, kesehatan, air bersih, dan banyak lainnya sangat dibutuhkan, termasuk transportasi, logistik. Kami, TNI dan Polri, terus mendukung,” ucap Hadi.