29 Perempuan Diduga Jadi Korban "Pengantin Pesanan"
›
29 Perempuan Diduga Jadi...
Iklan
29 Perempuan Diduga Jadi Korban "Pengantin Pesanan"
Serikat Buruh Migran Indonesia bersama Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengungkap dugaan tindak pidana perdagangan orang ke China dengan modus pengantin pesanan. Total ada 29 perempuan yang menjadi korban. Mayoritas masih di China.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Serikat Buruh Migran Indonesia bersama Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengungkap dugaan tindak pidana perdagangan orang ke China dengan modus pengantin pesanan. Total ada 29 perempuan yang menjadi korban. Tiga diantaranya berhasil dipulangkan ke Tanah Air sedangkan lainnya masih berada di China. Polisi diminta untuk mengusut kasus tersebut.
Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobi Anwar Maarif saat jumpa pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Minggu (23/6/2019), mengatakan, para korban berasal dari sejumlah daerah di Kalimantan Barat dan Jawa Barat.
SBMI dan LBH Jakarta menyimpulkan modus pengantin pesanan setelah melihat cara perekrutan dan pemindahan para korban. Yaitu, adanya perekrut lapangan yang bertugas mencari dan mengenalkan perempuan Indonesia kepada laki-laki asal China. Setelah itu, perempuan dinikahi dan dibawa ke China.
Tidak jarang, untuk meyakinkan target, calon suami dikenalkan sebagai orang kaya dan jika dinikahi, akan menjamin seluruh kebutuhan hidup.
Dari temuan LBH, keluarga korban juga diberi uang Rp 20 juta dari total dana sebesar Rp 400 juta yang disiapkan oleh pemesan. Sementara uang sisanya diberikan kepada perekrut lapangan.
Setelah berada di China, mereka dipaksa bekerja dan mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Mereka dieksploitasi untuk bekerja di pabrik dengan jam kerja yang panjang. Kemudian sepulang kerja, korban masih diharuskan menyelesaikan pekerjaan rumah dan membuat kerajinan tangan. Namun, seluruh gaji dan hasil penjualan dikuasai suami dan keluarga suami.
Korban juga kerap dianiaya oleh suami dan dipaksa berhubungan seksual meski sedang sakit. Korban bahkan dilarang berhubungan dengan keluarganya di Indonesia. Jika ingin kembali ke Indonesia, korban diharuskan terlebih dulu mengganti uang yang telah dikeluarkan suami.
Monika (23), salah satu korban asal Kubu Raya, Kalimantan Barat, yang turut hadir saat jumpa pers, membenarkan hal tersebut. Dia mengaku sering mendapat kekerasan dari keluarga suami, bahkan dilarang berhubungan dengan keluarga di Indonesia. Dia ke China setelah dinikahi pada September 2018.
Faktor ekonomi
Menurut Bobi, faktor ekonomi menjadi penyebab korban tergiur dengan bujukan para perekrut lapangan.
“Faktor ekonomi atau kemiskinan bisa dinilai menjadi penyebab utama para korban tergiur dengan bujukan pelaku. Bahkan, korban juga ada yang berusia di bawah umur. Dokumen perkawinan mereka semua dipalsukan,” ujar Bobi.
Pengacara Publik LBH Jakarta Oki Wiratama mendesak Bareskrim Polri dan Polda Kalimantan Barat serta Polda Jawa Barat mengusut kasus dugaan perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan tersebut. Lebih khusus, membongkar sindikat perekrut lapangan yang tampak terorganisir.
Polisi diharapkan dapat menjerat para pelaku dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Selain itu, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap upaya perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan. Pemerintah daerah diharapkan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat.