BOGOR, KOMPAS — Memperingati Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia Tahun 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama berbagai pemangku kepentingan melaksanakan ”Gotong Royong Bebersih Ciliwung” yang dipusatkan di areal konservasi tanaman bambu di sepadan Sungai Ciliwung, milik Yayasan Bambu Indonesia, di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/6/2019).
Kegiatan memungut sampah dari Sungai Ciliwung ini, yang dicatatkan dalam Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri), juga menegaskan perlunya mengapitalisasi potensi gerakan komunitas dan kearifan lokal untuk menyelamatkan sungai tua tersebut.
”Melihat modal sosial yang dimiliki komunitas Ciliwung ini, saya yakin pola-pola restorasi tersebut dapat direplikasi dengan cepat. Apalagi perhatian dunia usaha terhadap upaya pemulihan kualitas sungai sudah mulai meningkat. Karena itu, tidak salah gerakan ini dinamai ’Gotong Royong Bebersih Ciliwung’. Sebab, komitmen semua pihak tinggi,” tutur Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar.
Melihat modal sosial yang dimiliki komunitas Ciliwung ini, saya yakin pola-pola restorasi tersebut dapat direplikasi dengan cepat. (Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar)
Kegiatan memungut sampah dari Sungai Ciliwung sepanjang Minggu pagi kemarin, menurut panitia penyelenggara dalam keterangan tertulisnya, diikuti 8.000 orang dari berbagai komunitas peduli Sungai Ciliwung di wilayah Jakarta, Bogor, dan Depok, serta aparat pemerintahan daerah setempat, anggota pramuka, dan pelaku usaha, selain pegawai Kementerian LHK.
Lokasi pemungutan sampah ada di 36 lokasi, yang tersebar di 33 kecamatan yang dilintasi Sungai Ciliwung, atau sepanjang 69 kilometer.
Pelibatan banyak orang dan pemungutan sampah di lokasi sepanjang 69 kilometer Sungai Ciliwung tersebut membuat Muri membukukan kegiatan itu sebagai rekor dunia dalam membersihkan sungai dari sampah dengan areal terpanjang. Sampai kemarin siang belum jelas berapa karung atau ton sampah yang diambil dan diangkut keluar dari Sungai Ciliwung.
Gerakan komunitas di sekitar Sungai Ciliwung mulai tercatat pada 1989 atas inisiasi Wiyogo Atmodarminto, Gubernur Jakarta saat itu. Pemerintah DKI Jakarta bekerja sama dengan Kementerian LHK, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Dana Mitra Lingkungan, Universitas Indonesia, dan beberapa universitas lainnya mencetuskan gerakan untuk memperhatikan sungai-sungai di Jakarta, khususnya Sungai Ciliwung. Gerakan tersebut bernama Gerakan Ciliwung Bersih (GCB).
”Gerakan komunitas mampu membangun modal sosial masyarakat perkotaan dengan tidak hanya memperjuangkan hak-hak sosial, tetapi juga melestarikan lingkungan sungai sebagai bagian dari kehidupan sosial mereka,” kata Siti.
Gerakan Komunitas Ciliwung, tambah Siti, sudah berorientasi ke depan dengan mengadopsi isu adaptasi serta mitigasi perubahan iklim dan sistem tanggap darurat bencana alam, selain masalah pencemaran dan sampah yang merupakan masalah sehari-hari.
Adapun Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, kegiatan Gotong Royong Bebersih Ciliwung yang diprakasai KLH ini, Pemerintah Provinsi Jabar akan menindaklanjutinya, tidak hanya Sungai Citarum.
”Kegiatan ini mengingatkan kami tentang sungai-sungai yang mungkin belum kami bicarakan. Akan tetapi, anggaran untuk (menangani) sungai, ada,” kata Ulum.
Menurut Ulum, Jabar dianugrahi sungai-sungai besar yang strategis dan bermanfaat untuk kehidupan. Konsekuensinya, perlu kerja ekstra untuk melakukan perawatan pemeliharaan serta menjaga lingkungan hidupnya. Provinsi Jabar sudah melakukannya dengan sangat serius terhadap Sungai Citarum dan akan bergerak ke sungai-sungai lainnya.
”Untuk menjaga eksistensi dan keberlanjutan sungai, kalau dibiarkan tanpa intervensi pemda, akan ada kegiatan atau perilaku-perilaku yang tidak memperhatikan lingkungan alam yang ujungnya air sungai yang diharapkan bermanfaat malah menjadi musibah,” kata Ulum.
Ia menambahkan, pihaknya akan meneruskan program perbaikan sungai dari pemda sebelumnya. Sebab, kalau proram itu tidak tuntas, tidak akan ada faedahnya.
Untuk Sungai Citarum, ada bantuan Bank Dunia sebesar Rp 1,4 trilun. Untuk Sungai Ciliwung tidak ada, jadi harus dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, termasuk untuk Kali Malang di Bekasi. Ini artinya, kata Ulum, Jabar konsekuen dengan keputusan pemerintah sebelumnya dalam memelihara sungai-sungai.
Untuk Sungai Citarum, ada bantuan Bank Dunia sebesar Rp 1,4 trilun. Untuk Sungai Ciliwung tidak ada, jadi harus dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daeah Provinsi, termasuk untuk Kali Malang di Bekasi. (Wakil Gubernur Jabar Ulum)
Sementara Bupati Bogor Ade M Yasin mengatakan, program restorasi atau membersihkan Sungai Ciliwung sudah ditangani Kementerian LHK.
”Kami akan membantu mendorong program kementerian ini. Kami juga perlu bantuan kementerian, bukan hanya dalam program memungut sampah dari sungai, melainkan juga pelestarian sungai itu sendiri. Hal ini agar sungai tidak menyempit. Kami tentu juga akan menyosialisasikan manfaat sungai secara bijak agar tidak cepat rusak dan kotor,” tutur Ade.
Ade memastikan, jika ada alih fungsi lahan di daerah alisar sungai (DAS) yang tidak sesuai prosedur administarif, ia akan menindaknya. ”Untuk alih fungsi lahan itu, tidak gampang diberikan. Ada berbagai administratif yang harus dilewati. Jika terjadi alih fungsi lahan tanpa prosedur, tentunya giliran kami untuk menetibkan,” tutur Ade.