Timnas Argentina wajib mengalahkan Qatar, Senin dini hari WIB jika ingin terus bertahan di Copa America 2019. Demi target itu, mereka perlu menghilangkan mentalitas bak “napi” yang selama ini menjeratnya.
PORTO ALEGRE, SABTU – Timnas Argentina, raksasa Amerika Selatan bertabur bintang, ibarat tim pesakitan di Copa America 2019. Tim yang ibaratnya Avengers, gabungan pemain dengan 35 trofi juara liga dari sepuluh negara, itu kini terbenam sebagai juru kunci di grup B Copa America 2019.
Finalis Copa America dua edisi sebelumnya, yaitu 2015 dan 2016, itu pun kini ada di ambang kehancuran. Kegagalan lolos dari penyisihan grup turnamen sepak bola internasional tertua sejagat itu bakal menjadi pukulan telak bagi tim yang menjadi referensi dunia itu. “La Albiceleste” tidak pernah gagal lolos penyisihan grup Copa America sejak 1987 silam, yaitu ketika legendanya, Diego Maradona, masih aktif bermain.
“Adalah hal gila jika kami sampai gagal lolos dari fase grup di mana pada dasarnya tiga tim (dari total empat) tim yang bisa lolos di setiap grup. Saya tidak ragu kami bakal bisa melakukannya (lolos penyisihan grup). Kami akan bermain seolah ini (kontra Qatar) adalah laga hidup dan mati,” ujar Lionel Messi, kapten timnas Argentina, beberapa waktu lalu.
Duel kontra Qatar di Arena de Gremio, Porto Alegre, Senin (24/7/2019) pukul 02.00 WIB bakal menjadi penentu nasib Albiceleste di Copa America 2019. Mereka wajib meraih tiga poin di laga itu jika ingin lolos ke perempat final, minimal sebagai tim peringkat ketiga terbaik. Argentina kini berada di peringkat keempat dengan koleksi satu poin dari dua laga.
Mereka tertinggal lima poin dari Kolombia, pemuncak grup B, serta satu poin dari tim peringkat kedua, Paraguay. Tekad besar untuk lolos ke babak gugur juga bakal diperlihatkan Qatar, tim undangan yang sejauh ini terlihat tampil sangat ngotot di Copa America 2019 yang digelar di Brasil. Qatar, yang diperkuat pencetak gol tersubur di Piala Asia 2019, Ali Almoez, punya kapasitas dan kesempatan menghabisi Argentina.
Koran sepakbola Argentina, Ole, menilai bahwa skuad Albiceleste di era pelatih baru, Lionel Scaloni, seperi tersesat alias kehilangan jati dirinya. Tidak ada lagi pertunjukan tango yang indah maupun serangan menawan. Albiceleste sejauh ini hanya bisa membuat satu gol, itu pun dari penalti Messi, yaitu saat ditahan Paraguay 1-1.
Lini serang Argentina nyaris tumpul, tidak ada ketenangan di barisan tengah, dan bek mereka seperti Nicolas Otamendi, kerap ceroboh. “Timnas (Argentina) seperti kembang api murahan yang mudah ditemukan di pinggir jalan menjelang festival. Petasan itu bahkan bisa mudah meledak di tangan sendiri jika kamu menyalakannya,” tulis Ole beranalogi mengenai keburukan Albiceleste saat ini.
Media internasional, The National, mengibaratkan Albiceleste sebagai napi penghuni penjara. Talenta dan deretan prestasi hebat para pemainnya di klub masing-masing seperti Messi, Sergio Aguero, Paulo Dybala, dan Angel Di Maria, seolah terbelenggu di balik jeruji ketika mengenakan kostum putih-biru langit khas napi. Mereka tidak lagi pernah memenangi trofi apa pun setelah 1993 silam atau saat menjuarai Copa America di Ekuador.
“Ketika laga berubah menjadi gila (tidak terkendali), kami mulai kehilangan bola dan menderita serangan balik. Kami merasakan bahaya dan itu merampas kepercayaan diri kami,” ungkap Scaloni mengevaluasi penampilan timnya sejauh ini di Copa America Brasil.
Friksi kamar ganti
Sejumlah media Argentina menyalahkan Scaloni yang dianggap terlalu radikal dalam membangun ulang tim itu pasca-kegagalan di Piala Dunia Rusia 2018. Pelatih yang minim pengalaman itu menanggalkan pakem tiki-taka dan penguasaan bola yang selama ini menjadi DNA Argentina. Ia juga membawa terlalu banyak pemain debutan seperti Giovani Lo Celso dan Lautaro Martinez di Brasil.
Regenerasi pemain itu sah-sah saja dan hal wajar dalam upaya membangun tim untuk masa depan. Namun, cilakanya, pemilihan pemain itu diyakini menimbulkan friksi di kamar ganti Albiceleste. Menurut Daily Mail, saat ini terjadi “perang antar-generasi” di Albiceleste, yaitu antara pemain era “emas” yang diwakili Messi dan Di Maria dengan barisan pendatang baru alias era “perak” seperti Martinez.
Jika masalah internal itu tidak segera dibenahi menjelang laga kontra Qatar, tim yang dikenal sangat ambisius, Argentina bakal menjemput bencana di Porto Alegre. “Kami mulai kehabisan waktu mencari kembali identitas tim ini,” ujar Messi.
Ancaman itu ditegaskan oleh pelatih timnas Qatar Felix Sanchez. ”Kami ingin menjadi protagonis di lapangan. Para pemain kami memiliki kemampuan melakukan itu,” tegas pelatih asal Spanyol itu.
”Kami adalah tim yang tidak pernah menyerah,” tegas Sanchez terkait peluang mereka menjelang laga kontra Argentina. (AP/AFP)