JAKARTA, KOMPAS – Fisik para pemain di tim LKG-SKF Indonesia untuk Piala Gothia 2019 di Gothenburg, Swedia, terbukti tangguh. Mereka sanggup bermain tiga pertandingan dalam sehari dengan hasil menang semua. Kendati demikian, mental para pemain sepak bola U-15 itu belum benar-benar teruji karena kualitas lawan yang dihadapi cenderung di bawah tim tersebut.
Tim pelatih coba mensimulasikan tim bermain tiga kali dalam sehari pada Minggu (23/6/2019) di Lapangan Gongseng, Jakarta Timur. Waktu pertandingan dibuat 2x30 menit per laga. Dari satu laga ke laga lain, hanya berselang kurang lebih dua jam. Mekanisme itu mirip seperti yang biasa diterapkan di Piala Gothia, antara lain bermain 3-4 kali dalam sehari.
Pada laga pertama, tim berhadapan dengan SSB Buperta Cibubur angkatan kelahiran 2005. Tim LKG-SKF Indonesia yang kelahiran 2004 bermain dengan formasi 3-5-2. Walaupun berusia lebih muda, lawan berani menguasai dan memainkan bola.
Namun, karena unggul kualitas, tim LKG-SKF Indonesia bisa menang dengan skor 3-0. Gol dibuat oleh pemain sayap Muhammad Faqih Azhar di menit ke-3, penyerang Muhammad Faiz Maulana di menit ke-25, dan penyerang Muhammad Rido Julian di menit ke-46.
Pada laga kedua, tim berhadapan dengan SSB Tajimalela FA kelahiran 2003. Mereka bermain dengan formasi 4-3-3 yang merupakan formasi utama tim. Dalam laga ini, tim bermain sangat dominan sehingga menang 4-0. Gol dibuat oleh Faiz di menit ke-19, ke-27, dan ke-30, serta penyerang Raka Cahyana Rizky di menit ke-46.
Pada laga ketiga, tim berhadapan dengan SSB Buperta Cibubur 2002/2003. Mereka bermain dengan formasi 4-4-2. Stamina pemain sudah tak optimal dalam laga itu. Namun, mereka tetap menunjukkan perjuangan tinggi sehingga menang dengan skor 4-3.
Gol tim LKG-SKF Indonesia dibuat oleh Faiz di menit ke-8, bek sayap kanan Muhammad Adlin Cahya Prastya di menit ke-14, Raka di menit ke-42, dan ke-53. Gol Buperta dicetak oleh gelandang Muhammad Agung di menit ke-34, gelandang Iqrom Muhammad Dida di menit ke-48 dari pinalti, dan gelandang Deva Arya di menit ke-55.
Pelatih LKG-SKF Indonesia Jumhari Saleh mengatakan, tiga formasi itu disiapkan untuk digunakan di Piala Gothia nanti. Formasi 4-3-3 menjadi yang utama karena dianggap lebih seimbang antara menyerang dan bertahan, serta cocok dengan karakter pemain yang ada.
Formasi 3-5-2 akan digunakan untuk memperkuat pertahanan jika tim bertemu lawan yang penguasaan bolanya lebih baik. Formasi 4-4-2 akan digunakan untuk permainan lebih agresif, terutama mengimbangi lawan yang mengandalkan permainan cepat dari sayap.
”Dari tiga formasi itu, tim sudah menguasai 4-3-3. Sedangkan untuk 3-5-2 dan 4-4-2, tim harus lebih dibiasakan lagi,” ujarnya.
Namun, secara keseluruhan, Jumhari menilai tim sudah membuktikan bahwa mereka memiliki stamina yang kuat untuk bermain 3-4 kali dalam sehari. Hal itu karena mereka bisa mengelola fisik sebagaimana instruksi pelatih, yakni bermain sederhana, satu-dua sentuhan, dan cerdik dalam mengatur tempo.
”Sekarang, kami harap mereka bisa menjaga fisiknya agar tidak cedera, antara lain tidak lagi mengikuti kegiatan sepak bola di luar pelatihan ini,” tegasnya.
Mental perlu ditingkatkan
Pelatih Buperta Cibubur angkatan 2002/2003 Risdianto menuturkan, secara kualitas individu maupun tim, LKG-SKF Indonesia sudah baik. Mereka bisa bermain sesuai taktik yang diberikan pelatih. Kemampuan transisinya juga sudah cukup baik. Selain itu, mereka terbukti punya fisik prima sehingga tetap bermain optimal dari laga pertama, kedua, hingga ketiga.
Sekarang, tim itu harus mulai memperhatikan kesiapan mental untuk menghadapi pemain-pemain asing di Piala Gothia. ”Ini yang harus diwanti-wanti. Biasanya, tim kita ini hebat saat di dalam negeri. Tetapi, ketika main di luar negeri, kemampuannya melempem,” kata Risdianto.
Bek sekaligus kapten LKG-SKF Indonesia Tegar Andrie Shevanton menyampaikan, pemain berharap ada satu atau dua kali lagi simulasi bermain tiga kali dalam sehari. Itu untuk benar-benar memantapkan fisik dan mental mereka sebelum bertolak ke Piala Gothia.
”Main 3-4 kali sehari itu tidak hanya mengandalkan fisik tetapi juga mental. Kalau mental sudah jatuh karena harus bermain banyak dalam sehari, kemampuan fisik dan teknik yang ada pasti tidak bisa keluar. Jadi, menurut saya, tim ini harus diberi kesempatan minimal sekali lagi main tiga kali dalam sehari,” tutur Tegar.