RAMALLAH, MINGGU -- Palestina dan banyak negara Arab lainnya menolak proposal skema ekonomi dalam perdamaian Palestina-Israel yang diajukan oleh Amerika Serikat. Proposal itu secara resmi akan disampaikan menantu dan Penasihat Senior Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner, dalam konferensi di Manama, Bahrain, 25-26 Juni ini.
Pejabat senior Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hanan Ashrawi, mengatakan bahwa proposal tersebut ”semuanya janji-janji abstrak” dan hanya solusi politik yang akan bisa mengakhiri konflik. Adapun Hamas, yang menguasai wilayah Gaza, menegaskan bahwa ”Palestina tidak dijual”.
”Kami tidak butuh pertemuan di Bahrain untuk membangun negara kami. Kami memerlukan perdamaian dan pembangunan setelah itu. Kebangkitan ekonomi yang diikuti oleh perdamaian tidaklah realistis dan ilusi belaka,” kata Menteri Keuangan Palestina Shukri Bishara, Minggu (23/6/2019).
Palestina memboikot pertemuan di Bahrain tersebut. Pemerintahan Trump mengajukan usulan rencana proyek ekonomi senilai 50 miliar dollar AS untuk menarik investasi global guna membantu warga Palestina dan perekonomian negara tetangganya. Salah satu butir proposal itu menyatakan, 5 miliar dollar AS dari total 50 miliar dollar AS dialokasikan untuk membangun koridor transportasi yang menghubungkan Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Kushner menyiapkan proposal ini selama lebih dari dua tahun. Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Jason Greenblatt juga turut menyiapkan proposal itu. Menurut Kushner, ”proposal tersebut akan jadi kesempatan abad ini” jika Palestina berani meraihnya.
Ashrawi mengatakan, ”Jika mereka (AS) benar-benar peduli pada perekonomian Palestina, mereka sebaiknya mengakhiri pengepungan Gaza, menghentikan Israel mencuri uang, sumber daya, dan tanah kami, membuka wilayah perairan, udara, dan perbatasan sehingga kami bisa dengan bebas melakukan ekspor-impor.”
Menurut Ashrawi, sikap pemerintahan Trump itu merupakan ”sepenuhnya pendekatan yang salah”. Mereka bisa mengakhiri pendudukan yang menjadi persyaratan mendasar kemakmuran. ”Tak akan ada kemakmuran di bawah pendudukan,” kata Ashrawi.
Buang-buang waktu
Penolakan terhadap proposal perdamaian yang diajukan AS juga dilakukan negara-negara Arab lainnya. Dari Sudan hingga Kuwait, pengamat dan masyarakat mengecam proposal Kushner dengan menyebutnya sebagai ”buang-buang waktu” atau ”mati sebelum berkembang”.
Partai-partai liberal dan kiri di Mesir mengecam pertemuan di Bahrain sebagai usaha untuk ”menyucikan dan melegitimasi" pendudukan tanah Arab. Partisipasi Arab dalam pertemuan itu ”jauh melampaui batas normalisasi” dengan Israel.
Azzam Huneidi, Wakil Ketua Ikhwanul Muslimin di Jordania, menyatakan, ”Rencana ekonomi AS adalah usaha menjual Palestina atas nama kemakmuran dengan imbalan atas perdamaian dan tanpa pengembalian tanah.”
Ketua Parlemen Lebanon Nabih Berri menegaskan bahwa Lebanon tidak akan ”tergoda” oleh uang dengan menyerahkan hak-hak Palestina meski Lebanon sedang menghadapi krisis ekonomi.
Di Israel, Tzachi Hanegbi, anggota kabinet yang dekat dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, berpendapat, penolakan Palestina terhadap ”perdamaian untuk kemakmuran” merupakan hal yang tragis.
Negara-negara Teluk mitra AS, termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), akan menghadiri pertemuan di Bahrain bersama para pejabat dari Mesir, Jordania, dan Maroko. Sementara Lebanon dan Irak telah menyatakan tidak akan hadir. (AFP/REUTERS/AP)