Buah Konsistensi Mercedes
Mercedes mempertegas dominasinya di Formula 1 musim ini dengan menempatkan pebalap andalannya, Lewis Hamilton, sebagai juara di GP Perancis, Minggu malam. Dominasi itu terjadi berkat konsistensi tim “Panah Perak”.
LE CASTELLET, MINGGU – Lewis Hamilton, juara bertahan Formula 1 dari tim Mercedes, sempat mengeluhkan masalah di kokpit mobilnya pada balapan seri Perancis, Minggu (23/6/2019) malam. Namun, itu tidak menghalanginya memenangi balapan seri kedelapan itu dan menancapkan dominasinya di F1 musim ini.
Hamilton unggul telak, yaitu 18,056 detik, dari rekan setimnya, Valtteri Bottas, yang finis kedua. Adapun peringkat ketiga ditempati pebalap Ferrari, Charles Leclerc, yang gagal menyalip Bottas meskipun mobil pebalap Mercedes itu melambat drastis di akhir balapan itu. Hamilton sempat dibayangi masalah serupa di tengah balapan itu.
“Ada sesuatu yang patah di kursi kemudi. Namun, saya tidak tahu apa itu,” tuturnya sedikit risau lewat sambungan radio komunikasi saat melintasai putaran ke-15 di balapan itu. Hingga balapan selesai, tidak diketahui peranti apa yang rusak di kokpit mobilnya. Meskipun demikian, realitanya, itu tidak menghalanginya finis terdepan dan mencetak sejumlah putaran tercepat.
Balapan di Perancis seolah mencerminkan keperkasaan Mercedes dan Hamilton yang tidak mampu disaingi tim lainnya sejauh ini di musim 2019. Kombinasi dari sejumlah faktor, yaitu ketangguhan mobil, kepiawaian pebalap, dan ketangkasan para teknisi, membuat tim “Panah Perak” tidak tersentuh di 2019 ini.
Mereka selalu menang di delapan seri F1 musim ini. Tujuh di antaranya bahkan diraih dengan sangat meyakinkan, yaitu podium satu-dua, oleh kedua pebalapnya. Pertarungan gelar juara dunia pebalap pun kini seolah hanya menyisakan duel “serumah”, yaitu antara Hamilton dan Bottas. Hamilton, yang enam kali menang musim ini, unggul 36 poin dari Bottas di klasemen pebalap.
Namun, tidak semua kemenangan itu diraih mudah oleh Hamilton. Pada balapan seri sebelumnya, yaitu di Kanada misalnya, Hamilton sempat dirongrong masalah teknis. Pada malam menjelang balapan itu, teknisi Mercedes menemukan kebocoran pada mobil Mercedes W10 yang dikendarai Hamilton. Cilakanya, pada saat sama, mayoritas anggota tim, termasuk teknisi, terserang wabah flu menular. Mercedes menghadapi kesulitan terbesarnya musim ini.
“Semua ini terjadi di belakang panggung. Tidak banyak yang tahu. Masalah hidrolik itu membuat kami sempat ragu apakah kami dapat mengikuti balapan ini atau setidaknya finis (tanpa masalah). Itu adalah situasi tersulit yang kami alami,” ujar bos Mercedes, Toto Wolff, mengenang balapan di Kanada.
Ajaibnya, Hamilton—yang start dari posisi kedua—menjadi juara pada balapan itu, terlepas kontroversi hukuman penalti yang menimpa rivalnya, Sebastian Vettel dari Ferrari. Kemenangan itu tidak terlepas dari jasa mekanik Mercedes yang bak pesulap menghilangkan kebocoran hidrolik dengan menyetel ulang mobilnya dari nol dalam waktu hanya semalam.
Pada balapan lainnya, di seri Monako tepat sebulan lalu, Mercedes dan Hamilton juga nyaris kalah. Untuk kali pertama, Mercedes melakukan kesalahan strategi dengan menyuruh Hamitom masuk pit lebih cepat dari para pebalap lainnya. Tak heran, sepuluh putaran jelang garis finis, ban kompon keras di mobil Hamilton mulai aus. Kecepatannya berkurang drastis.
Padahal, ia tengah memimpin balapan. Ia diteror pebalap muda tim Red Bull, Max Verstappen, yang tampil sangat agresif. Ia berkali-kali mencoba menyalip Hamilton. Namun, upayanya itu gagal karena ketenangan dan kepiawaian Hamilton mengatasi tekanan. “Saya merasa semakin dewasa. Saya telah melewati segalanya, mulai dari percobaan hingga kegagalan. Dari situ saya belajar banyak beradaptasi di situasi (balapan) berbeda-beda. Itu membuat saya konsisten,” ujar Hamilton dilansir Crash.
Situasi itu kontras dengan rival-rival Mercedes lainnya, salah satunya Ferrari. Sempat dilanda euforia dan digadang-gadang memiliki mobil tercepat berdasarkan hasil uji coba pada Februari lalu, tim “Kuda Jingkrak” gagal menyaingi Mercedes dan memenangi satu balapan pun. Prestasi terbaik mereka sejauh ini di musim 2019 adalah finis kedua lewat Vettel di seri Monako.
Ferrari diamputasi
Serupa musim lalu, meskipun memiliki potensi hebat, Ferrari diamputasi kesalahan bertubi-tubi, baik itu taktik tim maupun kecerobohan dua pebalapnya, Vettel dan Leclerc. Vettel misalnya, punya kans memenangi dua balapan di 2019 ini, yaitu di Bahrain dan Kanada. Ia sempat memimpin kedua balapan itu. Namun, ia gagal juara karena melintir di lintasan menyusul tekanan Hamilton di kedua seri itu.
“Saya frustasi dengan Mercedes, Ferrari, dan (persaingan) F1 musim ini. Mercedes terlalu bagus karena mereka didukung orang-orang hebat, dewasa, berpengalaman, tenang, dan profesional. Adapun Ferrari menyia-nyiakan potensinya karena terlalu sering membuat kesalahan. Walau tidak enak dilihat, kita harus menerima era dominasi Mercedes saat ini,” tulis Martin Brundle, mantan pebalap sekaligus analis F1 di Sky Sports.