Harga logam mulia masih berkilau. Seiring kenaikan harga jual emas dan logam mulia, harga beli kembali dari konsumen juga naik.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini/Ferry Santoso
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga logam mulia masih berkilau. Seiring kenaikan harga jual emas dan logam mulia, harga beli kembali dari konsumen juga naik.
Diperkirakan momentum kenaikan harga emas masih akan berlanjut akibat pengaruh berbagai faktor eksternal. Faktor itu antara lain dampak perang dagang Amerika Serikat-China yang belum berakhir sehingga menimbulkan ketidakpastian. Menyikapi ketidakpastian ini, investor mengalihkan investasinya ke instrumen yang dianggap aman, termasuk emas.
Berdasarkan data di laman Logam Mulia, unit bisnis PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, harga beli kembali emas pada Sabtu (22/6/2019) sebesar Rp 628.000 per gram. Kendati turun dibandingkan dengan Jumat (21/6/2019) yang sebesar Rp 636.000 per gram, harga masih lebih tinggi dibandingkan dengan 29 Mei 2019 yang sebesar Rp 586.000 per gram.
Laman yang sama menampilkan harga jual emas batangan Rp 708.000 per gram. Antam memproduksi emas batangan dengan berat 0,5 gram sampai dengan 1.000 gram.
Mengacu pada laman PT Pegadaian (Persero), harga jual emas per gram sebesar Rp 714.000 untuk cetakan Antam dan Rp 681.000 untuk cetakan UBS, per Minggu (23/6/2019). Pegadaian memiliki produk terkait emas, yakni penjualan dan investasi emas.
Kulsum (48), warga Ciledug, Tangerang, Banten, menuturkan, kenaikan harga emas belum berdampak terhadap produk perhiasan emas. Pada akhir pekan lalu, ia menjual cincin emas 22 karat di toko emas langganan di kawasan Ciledug. Namun, kenaikan harga emas itu tidak berdampak terhadap harga emas yang ia jual tersebut.
”Perhiasan saya dibeli (oleh toko) dengan harga yang tetap sama dengan harga pada saat saya beli,” katanya di Jakarta, Minggu (23/6/2019). Sebelum Lebaran 2019, Kulsum membeli perhiasan gelang 10 gram dan cincin emas 5 gram dengan kadar 18 karat.
Berdasarkan pengalamannya pada akhir pekan lalu, Kulsum memilih untuk tidak menjual perhiasan emasnya. Ia berharap harga emas terus naik sehingga dirinya mendapat selisih harga pada saat menjual perhiasannya.
Denny Ong, Direktur Keuangan PT Hartadinata Abadi Tbk, perusahaan produsen perhiasan emas, mengungkapkan, emas yang dijual masyarakat itu dikumpulkan perusahaan produsen sebagai bahan baku emas.
Dari sisi penjualan perhiasan emas, menurut Denny, sejauh ini kenaikan harga emas belum berdampak signifikan terhadap penjualan. ”Kenaikan penjualan tak terlalu signifikan meskipun permintaan tetap ada,” katanya.
Penyelamat
Perencana keuangan dari Finansia Consulting, Eko Endarto, mengatakan, di tengah kondisi perekonomian global yang tidak menentu, emas merupakan instrumen investasi paling aman karena diakui di seluruh negara.
”Kalau kondisi ekonomi dunia sedang tidak bagus, instrumen investasi emas digunakan sebagai sarana penyelamat aset. Orang akan mengalihkan aset ke produk emas sehingga harga emas diprediksi bisa naik lagi,” ujarnya.
Eko menambahkan, investor yang belum memiliki aset emas sebenarnya bisa mulai memikirkan emas sebagai alternatif investasi.
”Emas sangat bisa digunakan sebagai sarana portofolio aset ketika kondisi ekonomi tak menentu. Sebaliknya, ketika ekonomi stabil, orang akan mencari instrumen investasi lain karena kenaikan harga emas umumnya tidak setinggi produk investasi lain,” ujarnya.