Setya Novanto mulai menjadi sorotan masyarakat hingga memantik kreativitas warganet saat kasus ”Papa Minta Saham” mencuat pada 2015. Sejak saat itu, Novanto mendapat panggilan baru, yaitu ”Papa” akibat dari perkara mengenai bagi saham PT Freeport Indonesia itu. Tak lama, Novanto pun tersandung perkara korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik.
Drama dengan Novanto sebagai pemeran utama pun bermunculan. Dari dirawatnya Novanto di Rumah Sakit Premier Jatinegara yang diduga untuk menghindari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, lalu kesembuhan yang bersamaan dengan kemenangannya atas praperadilan penetapan tersangkanya pada September 2017.
Namun, KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka pada November 2017. Kali ini, KPK memastikan penetapan tersangka Novanto tak akan digugurkan pengadilan melalui upaya praperadilan. Beberapa waktu kemudian, Novanto menghilang pada saat penyidik KPK mendatangi kediamannya untuk menjemput secara paksa. Klimaksnya, Novanto mengalami kecelakaan karena menabrak tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan, sehingga harus dirawat di RS Medika Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Barat. Kuasa hukum Novanto saat itu, Fredrich Yunadi, mengungkapkan, Novanto mengalami luka parah serta memar sebesar bakpau yang kemudian viral di kalangan masyarakat.
Penampakan Novanto berkursi roda saat berompi oranye pun ramai dibicarakan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun menjatuhkan vonis 15 tahun penjara pada April 2018 meski tidak sedikit yang menganggap hukuman itu belum sepadan dengan kesalahannya. Novanto bahkan dikabarkan terguncang pasca-putusan tersebut. Namun, ia disebut sudah capek berperkara sehingga memilih menerima vonis yang dijatuhkan.
Lima bulan berselang, September 2018, Novanto diketahui telah menyulap selnya menjadi sebuah kamar dengan berbagai fasilitas.
Belum reda kabar itu dan tindak lanjut dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), pada akhir April 2019, Novanto kedapatan sedang bersantap di rumah makan padang, padahal yang bersangkutan mendapat izin berobat ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, karena keluhan penyempitan pembuluh darah, vertigo, dan jantung koroner. Akan tetapi, Direktur Pemasyarakatan Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami mengatakan, kehadiran Novanto di rumah makan padang itu untuk menyantap bubur yang dibawa oleh istrinya.
Jumat (14/6/2019), tersebar foto Novanto tengah bersama istrinya, Deisti Astriani Tagor, di sebuah toko bangunan di daerah Padalarang, Bandung Barat. Pasca-kejadian itu, Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat langsung memindahkan Novanto ke Lapas Gunung Sindur.
Sebelum kabar Novanto berada di Padalarang tersebar, bekas politisi Golkar ini memperoleh izin perawatan karena keluhan kesehatan pada jantung. Sejak Rabu (12/6/2019), Novanto dirawat di Rumah Sakit Santosa, Bandung. Novanto dijaga oleh petugas lapas selama menjalani perawatan dan dikonfirmasi oleh pihak Kanwil Kemenkumham Jabar yang sempat mengecek kondisi Novanto di rumah sakit.
Semestinya pada Jumat (14/6/2019) siang Novanto dijadwalkan kembali ke Lapas Sukamiskin. Namun, seusai pemeriksaan, Novanto meminta izin untuk membereskan administrasi bersama istrinya. Saat itu, tak ada yang mengawal Novanto dan istrinya yang meminta izin melakukan pembayaran biaya rumah sakit. Setelah ditunggu sekitar 4 jam, Novanto tak kunjung kembali sehingga petugas mencarinya.
Ketika petugas lapas menuju ke kasir, Novanto ditemukan baru selesai membayar. Dugaan Kanwil Kemenkumham, Novanto sempat keluar dalam jeda waktu itu. Diakui adanya kelalaian petugas sehingga kini tengah didalami dalam pemeriksaan.
Lemahnya pengendalian/pengawasan dalam proses kunjungan, lemahnya mekanisme kontrol, izin berobat, dan jual beli fasilitas menjadi persoalan yang perlu dituntaskan.
Dalam Kajian Tata Kelola Sistem Pemasyarakatan yang dilakukan KPK pada 2018 setelah operasi tangkap tangan terhadap Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein, lemahnya pengendalian/pengawasan dalam proses kunjungan, lemahnya mekanisme kontrol, izin berobat, dan jual beli fasilitas menjadi persoalan yang perlu dituntaskan. Ditjen Pemasyarakatan telah menyusun sejumlah rencana aksi untuk pembenahan tersebut yang harus segera tuntas dalam jangka waktu tertentu.
Namun, nyatanya, upaya perbaikan yang sifatnya jangka panjang urung terlaksana. Tiap peristiwa serupa seperti Novanto hanya ditindaklanjuti sebatas pemindahan dan sanksi terhadap petugas. Inti dari persoalan yang membuat lapas sebagai muara dari penegakan hukum mudah dikelabui tidak pernah dituntaskan.
Kemenkumham tidak berupaya serius melakukan pembenahan.
Kurnia Ramadhana dari Indonesia Corruption Watch juga berpendapat, Kemenkumham tidak berupaya serius melakukan pembenahan.
”Pada akhirnya sistem yang baik akan menentukan wajah pengawasan yang ada di Lapas. Jadi, jika sistem itu tidak segera dibenahi oleh pemerintah, pemindahan tidak ada artinya. Kinerja KPK, kepolisian, dan kejaksaan pun akan menjadi sia-sia dalam menangani korupsi apabila lapas sebagai muara penegakan hukum mudah disuap,” tutur Kurnia.
Bahkan, pemindahan ke Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pun tak akan berpengaruh besar. Narapidana yang masih memiliki aset bisa berkeliaran dengan membeli fasilitas dari oknum yang silau harta. Janji Kemenkumham untuk memperbaiki kondisi itu dinanti.