Melindungi ”Port Numbay” dari Belitan Plastik
Pemerintah Kota Jayapura, Papua, memulai langkah mengurangi volume sampah plastik dari 21 usaha ritel berjejaring. Langkah sederhana yang berdampak besar. Perlu konsistensi dan perluasan cakupan.
Kota Jayapura menjadi daerah pertama di Papua yang menerapkan regulasi penggunaan kantong belanja alternatif pengganti plastik sejak 1 Februari 2019. Tujuannya, mengurangi pencemaran limbah mikroplastik di kota yang dijuluki ”Port Numbay” itu.
Tidak heran apabila gerai-gerai besar dan jaringan swalayan di Papua mulai meninggalkan sediaan kantong belanjaan plastik bagi pengunjung. Jumat (14/6/2019) sekitar pukul 17.00 WIT, Dina Japen, salah satu pengunjung, mengamati anjungan roti di Hypermart, Mal Jayapura, salah satu peritel terbesar di Kota Jayapura. Tak lama, ia memasukkan roti tawar ke dalam kantong belanja berbahan kain yang ia bawa. Itu bukan lagi istimewa buat Dina.
”Saya sudah menggunakan kantong belanja berbahan nonplastik dua bulan terakhir. Cara ini sangat efektif mengurangi jumlah sampah plastik di rumah. Kini, jarang terdapat tumpukan kantong plastik di rumah,” katanya.
Hal sama diterapkan Atris Ingabouw, salah satu pengunjung toko swalayan. Ia membantu petugas kasir memasukkan barang-barang belanjaannya ke dalam kantong berbahan kain hijau.
”Lebih bagus menggunakan kantong belanja berbahan kain. Kantong ini lebih tahan lama dan dapat digunakan berulang kali,” kata warga yang bermukim di Distrik Jayapura Utara itu. Pemandangan lebih kurang sama juga terlihat di Toko Buku Gramedia Jayapura. Para pembeli sama sekali tidak menolak saat menggunakan kantong belanja alternatif.
Manajer Gramedia Jayapura Guido S Adrian mengatakan, pihaknya menggunakan kantong belanja berbahan nonplastik sejak Maret 2019. Manajemen toko berjejaring nasional itu secara langsung memproduksi kantong berbahan kain tersebut di Jakarta untuk digunakan konsumen.
”Respons para pembeli sangat bagus meskipun Gramedia tak lagi menggunakan kantong belanja dari plastik. Hal ini salah satu upaya Gramedia melaksanakan program pemerintah demi mencegah pencemaran lingkungan dengan limbah sampah plastik,” tutur Guido.
Asisten Manajer Hypermart Mal Jayapura Eri Fransiskus Tamba mengatakan, awalnya terjadi penolakan dari konsumen karena harus menyediakan kantong belanja sendiri. Akhirnya, setelah melalui sosialisasi, konsumen bisa menerima penerapan regulasi itu.
”Pihak Hypermart menyediakan kardus dan kantong belanja berbahan kain yang diproduksi di Jakarta. Kami menjual satu kantong berbahan kain seharga Rp 9.900,” kata Eri.
Wali Kota Jayapura Benhur Tommy Mano mengatakan, hadirnya Peraturan Wali Kota Jayapura Nomor 1 Tahun 2019 merupakan terobosan dalam pengelolaan sampah, khususnya sampah plastik, yang melibatkan semua elemen masyarakat dan pelaku usaha.
”Regulasi ini mengatur keterlibatan pelaku dunia usaha dan seluruh masyarakat Kota Jayapura dalam pengurangan sampah plastik. Saya telah memerintahkan jajaran di dinas lingkungan hidup dan kebersihan; dinas perindustrian, perdagangan, dan koperasi; semua kepala distrik dan lurah; serta satuan polisi pamong praja untuk mengawasi pelaksanaan regulasi ini,” kata Benhur.
Puluhan usaha ritel
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Jayapura Ketty Kailola memaparkan, pihaknya menerapkan Peraturan Wali Kota Nomor 1 Tahun 2019 tentang penggunaan kantong belanja berbahan alternatif untuk 21 usaha ritel yang tersebar di Kota Jayapura.
”Peraturan ini ditetapkan pada 1 Februari 2019. Namun, pelaksanaannya baru terlihat pada tanggal 1 Maret karena para pengelola ritel masih menyosialisasikan regulasi tersebut dan menyiapkan kantong belanja berbahan nonplastik,” ujar Ketty.
Pemkot memilih peritel besar di pusat perbelanjaan sebagai tempat pelaksanaan regulasi karena merupakan sumber terbesar penghasil sampah plastik di Jayapura. Tanpa pengendalian, sebaran plastik rawan mencemari perairan, termasuk pesisir pantai di Jayapura.
Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Jayapura, volume sampah jenis plastik dan kompos di tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Jayapura per tahun mencapai 1.416 ton. Sekitar separuh dari total volume sampah itu tersebar di sejumlah lokasi perairan Kota Jayapura, seperti Pantai Hamadi dan Teluk Youtefa.
”Hingga kini terjadi penurunan produksi kantong plastik hingga 70 persen. Hal ini sangat berdampak positif sebab limbah dari sampah plastik atau mikroplastik sangat berbahaya apabila mencemari laut Jayapura. Dapat mengganggu ekosistem dan produksi ikan di laut,” tutur Ketty.
Menurut dia, masih ada saja pemilik usaha ritel yang bandel dalam menerapkan regulasi itu. Oleh karena itu, Pemkot Jayapura menyiapkan sanksi berupa teguran hingga pencabutan izin usaha untuk sementara bagi siapa saja yang bandel tak mematuhi aturan. ”Kami hanya memberikan sanksi teguran dua kali. Apabila pengelola ritel tidak melaksanakan peraturan, akan dicabut izin usahanya untuk sementara,” lanjutnya.
Kepala Seksi Penanganan Pengurangan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Jayapura Frengky Numberi mengungkapkan, berdasarkan data tahun 2018, jumlah timbunan sampah di Kota Jayapura mencapai 252 ton per hari. Sekitar 50 persen dari total timbunan sampah itu berupa sampah plastik.
”Dari hasil pantauan pascapelaksanaan regulasi Perwali Nomor 1 Tahun 2019, terjadi penurunan produksi sampah plastik 4 ton hingga 5 ton per bulan. Apabila semakin banyak ritel yang melaksanakan regulasi ini, penurunan produksi kantong plastik dari sumbernya semakin besar,” katanya.
Ia menambahkan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Jayapura juga menyediakan sejumlah fasilitas dalam pengelolaan sampah, yakni tempah pembuangan akhir dengan sistem control landfill di daerah Koya Koso seluas 105 meter x 100 meter. Control landfill adalah memadatkan sampah di TPA, kemudian sampah ditimbun tanah.
”Kami juga memiliki 16 bank sampah yang tersebar di empat distrik, yakni Jayapura Selatan, Jayapura Utara, Abepura, dan Waena. Kehadiran bank sampah untuk memotivasi warga agar peduli dengan kebersihan lingkungannya,” ujarnya.
Sangat positif
Sejumlah pihak, khususnya kalangan akademisi dan pencinta lingkungan, memberi respons positif terhadap kebijakan Pemkot Jayapura dalam pengurangan kantong belanja berbahan plastik selama beberapa bulan terakhir. Langkah itu barangkali bukan hal baru, terutama bagi kota besar. Namun, konsistensi penerapannya tidaklah mudah.
Ketua Forum Peduli Port Numbay Green Fredy Wanda menilai, pengurangan penggunaan sampah plastik di ritel-ritel sangat bermanfaat mengurangi pencemaran yang rawan terjadi di daerah perairan Kota Jayapura. Salah satunya di Teluk Youtefa yang diperkirakan terjadi penimbunan sampah hingga 5 ton per hari.
Menurut pemerhati lingkungan dari Universitas Cenderawasih, Jayapura, Pri Hananto, regulasi larangan penggunaan tas plastik di tempat usaha sangat berdampak positif. ”Regulasi ini tak hanya mencegah pencemaran limbah sampah plastik, tetapi juga mengubah perilaku masyarakat sebagai konsumen,” katanya.
Di tingkat daerah, Pemerintah Kabupaten Biak Numfor juga mengeluarkan regulasi pengurangan sampah plastik yang terinspirasi dari Pemkot Jayapura. Mereka mulai menerapkan peraturan itu untuk 50 tempat usaha sejak 1 Juni 2019.
”Kami ingin mengurangi banyak sampah plastik yang sering ditemukan di wilayah perairan Kota Biak. Salah satu caranya, mengurangi penggunaan plastik di sumbernya,” kata Kepala Bagian Humas dan Protokoler Pemkab Biak Numfor Wimfried Agaki.
Dari sisi waktu, barangkali ”diet” plastik di Port Numbay, Jayapura, ini belumlah lama atau belum teruji waktu. Namun, tanpa langkah kecil, ide-ide sehebat apa pun tak akan pernah terwujud. Dina dan Atris bersama Pemkot Papua sudah memulai langkah itu.