Mengintai Penyelundupan Benih Lobster
IA mundur satu langkah saat kami menanyakan penyelundupan benur lobster melalui dermaga-dermaga tempat kapal rakyat biasa berlabuh, atau pelabuhan tikus. IA curiga ada orang lain yang mendengarkan percakapan kami.
“Udang ilegal itu. Harus hati-hati jugo (membicarakannya). Di situ ada mafia,” ucapnya sambil berbisik dengan logat melayu Jambi yang kental. Saat itu IA ditemui di salah satu dermaga di Nipah Panjang pertengahan Mei lalu.
Karena merasa tak aman, IA lantas meninggalkan kami. Lepas senja, kami berjumpa kembali dengan IA di sebuah kedai. Dia mengungkapkan, saat kami berjumpa di dermaga, ada dua orang di perahu lain yang tampak mengawasi kami. “Salah omong, awak pula yang salah,” ucapnya.
Sudah setahun ini IA kerap menginformasikan penyelundupan benur lobster di kampungnya, Nipah Panjang, Tanjung Jabung Timur, Jambi, ke petugas Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jambi. Awalnya IA kesal, sejak ada jalan tembus ke Nipah Panjang, tujuh tahun terakhir, kampungnya menjadi transit penyelundupan narkoba dan benur lobster.
Baca juga : Jutaan benur lobster diselundupkan
Nipah Panjang berjarak 120 kilometer (km) dari Kota Jambi. Untuk menjangkaunya, ada jalan beraspal selebar delapan meter. Melalui jalan itu, barang selundupan dibawa ke pelabuhan tikus, sepanjang sungai di Nipah Panjang.
Sebelum menjadi informan, setidaknya dua kali IA menyaksikan benur lobster diangkut dengan kapal pompong, kapal kayu tradisional di Jambi, dari sungai menuju ke tengah laut di area pesisir timur Jambi. Setelah berkenalan dengan seorang petugas SKIPM Jambi, dia baru mengetahui bahwa benur lobster merupakan kekayaan hayati kita yang diekploitasi dari perairan Indonesia untuk diselundupkan ke Singapura.
“Saya diberi tahu bahwa itu aset negara, kalau itu aku dukung (untuk mencegahnya),” ucapnya.
Di Nipah Panjang, menurut IA, benur lobster akan diangkut dengan perahu pompong melalui alur anak sungai hingga ke muaranya di laut, perairan timur Jambi. Untuk memuat benur itu ke perahu, salah satu modusnya menggunakan dermaga pengangkutan kelapa milik rakyat yang tersebar di bantaran anak sungai.
Di kampung-kampung sepanjang pesisir timur Jambi hingga Riau, ada begitu banyak anak sungai yang saling silang menyerupai jalan tikus, hingga akhirnya bermuara di laut. Orang setempat menyebutnya parit. Alur sungai itu menjadi akses vital warga untuk mengangkut hasil perkebunan mereka, seperti kelapa dan pinang. Tak sedikit warga yang mendirikan dermaga di belakang gudang kelapa atau rumah mereka yang berada di tepi anak sungai.
Benur lobster biasanya hanya diangkut sampai di perairan laut timur Jambi. Di tengah laut, benur diangkut ke kapal cepat berkekuatan 800-1.000 PK yang kecepatannya lebih dari 50 knot atau 92 km/jam.
Sebagai nelayan, IA tahu persis bahwa benur lobster yang diselundupkan itu bukan berasal dari Jambi, melainkan dari Pulau Jawa. Berdasarkan informasi Kementerian Kelautan Perikanan, lobster hanya hidup di perairan berkarang seperti di sepanjang Samudera Indonesia mulai dari pesisir barat Sumatera, pesisir selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, dan juga Sulawesi.
“(Benur) Lobster itu kan udang nenek (sebutan lokal untuk lobster). Itu dari pulau Jawo (Jawa). Tak ada di Jambi,” tuturnya.
Dari mantan penyelundup di Kuala Tungkal, Jambi berinisial IN, diketahui benur diselundupkan ke Singapura. Sepanjang tahun 2017 IN aktif menyelundupkan benur ke tengah laut. Kini IN membantu Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai informan.
“Aku dulu main (menyelundupkan benur lobster) 36 kali, enggak pernah kena. Semuanya sudah terencana dan banyak kawan. Misalnya, di bagian sini dijaga, kita akan lari ke pulau lain,” ucapnya.
Dengan upah Rp 5 juta sekali jalan, benur dia angkut dari rumahnya di pinggir sungai lalu membawanya ke Batam. IN hanya menggunakan pompong. “Di Batam sudah ada kapal cepat 800 PK yang menunggu untuk membawa benur ke Singapura,” tutur IN.
Benur lobster biasanya hanya diangkut sampai di perairan laut timur Jambi. Di tengah laut, benur diangkut ke kapal cepat berkekuatan 800-1.000 PK yang kecepatannya lebih dari 50 knot atau 92 km/jam.
Terputus
Penelusuran di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tempat benur lobster dijaring dari perairan Samudera Indonesia, penyelundupan dikendalikan bandar di luar negeri melalui pengepul lokal.
Pertengahan Mei lalu, nelayan Cikahuripan bertolak ke perairan Samudera Indonesia sekitar Ujung Genteng, 100 km ke arah timur Cisolok, untuk menangkap benur. Saat itu benur lobster yang dipijahkan di sana lebih banyak dibandingkan di sekitar Cisolok.
ED yang bekerja sebagai sopir salah satu pengepul benur di Cikahuripan berinisial JD, ikut ke Ujung Genteng. Tujuannya mengambil benur hasil tangkapan nelayan Cikahuripan. Upahnya Rp 200.000 sekali angkut.
TS, istri ED, mengungkapkan, setibanya di Cikahuripan, suaminya akan menyetorkan benur kepada JD. Benur ditampung di rumah JD di dalam kotak-kotak akuarium berisi air laut yang disuplai oksigen (O2). Setelah disegarkan beberapa jam, benur diangkut menuju Sumatera menggunakan mobil berbeda. “Nanti ada orang lain yang mengangkut,” ucapnya.
Pengetahuan TS terkait seluk-beluk benur lobster cukup mumpuni karena suami dan anaknya terlibat penyelundupan. Salah satu anaknya, DL, sudah setahun mendekam di Lembaga Pemasyarakat Tangerang karena tertangkap mengangkut 125.000 ekor benur lobster senilai Rp 500 juta.
Dalam perjalanan penyelundupan, benur lobster itu disegarkan di setiap lokasi transit. Di Kota Jambi, ditemukan instalasi penyegaran benur lobster yang didirikan Kong Hui Ping, warga negara China, kaki tangan penyelundup benur lobster di luar negeri.
Dalam perjalanan penyelundupan, benur lobster itu disegarkan di setiap lokasi transit.
Untuk menyegarkan benur, Kong dibantu Ansori, warga Lampung. Dalam berkomunikasi, Kong didampingi dua penerjemah Bahasa Mandarin asal Riau, Luki dan Herman. Keempat orang itu telah ditangkap Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Jambi pertengahan Mei lalu.
Rekrutmen Terpisah
Baik Luki maupun Herman mengaku terlibat dalam bisnis haram itu melalui rekrutmen kerja yang diiklankan di grup pencari kerja di aplikasi percakapan WeChat. Keduanya mengaku dipekerjakan oleh Tinn yang diduga warga negara asing. Selama berkomunikasi dengan Tinn, keduanya hanya saling berkirim pesan teks berbahasa Mandarin tanpa pernah saling bertatap muka.
Melalui Tinn, keduanya yang baru keluar dari pekerjaannya di Jakarta diminta berangkat ke Jambi dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Di bandara itu pula keduanya bertemu untuk pertama kali dengan Kong Hui Ping.
Luki dan Herman mengaku keberangkatannya ke Jambi terjadi empat hari sebelum mereka ditangkap Ditpolairud Jambi. Namun berdasarkan penyidikan kepolisian, instalasi penyegaran benur itu telah dioperasikan selama empat bulan, sejak Januari.
Dari Kota Jambi itu benur lobster dikirim ke pelabuhan-pelabuhan tikus yang ada di aliran sungai-sungai di Jambi. Selain Nipah Panjang, pelabuhan tikus juga ditemukan di Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, 120 km dari Kota Jambi dengan kondisi jalan lebih baik dibandingkan ke Nipah Panjang.
Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Ditpolairud Polda Jambi Komisaris Wadi Sabani mengatakan, wilayah Jambi menjadi jalur favorit penyelundup karena banyak pelabuhan tikus dan tak jauh dari perairan Batam. Penyelundup perlu menyegarkan benur lobster setiap transit sehingga tak mati di perjalanan dan masih sehat ketika sampai di negara tujuan.
Jika dianalogikan, menurut Wadi, areal penyelundupan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu wilayah produksi, transit, dan titik keberangkatan. Pada bagian produksi dan transit, penyelundup akan memperhitungkan air laut, oksigen, dan kadar garam yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup lobster. Mereka pun memerlukan penggantian oksigen dan pengepakan ulang di sana.
Sementara itu, di titik keberangkatan menuju negara tujuan, pengepakan ulang tak perlu dilakukan lagi. Titik keberangkatan itu ada kalanya di perairan timur Jambi, tetapi ada kalanya pula di perairan Batam. Dari titik keberangkatan itu, benur diangkut dengan kapal cepat bertenaga 1000 PK.
“Dari pos pertama (produksi) geser ke pos kedua (transit), itu kan harus memperhatikan jarak tempuh dan waktu perjalanan,” kata Wadi.
Jika sudah di laut, ujar seorang petugas SKIPM Jambi, kapal cepat pengangkut benur lobster itu melaju sekencang mungkin. Perahu operasional yang dimiliki pihaknya tidak sanggup mengejar. “Pernah kami berjaga di perahu, mengintai penyelundupan benur. Terdengar suara kapal cepat menderu, melaju kencang sekali. Perahu kami tak sanggup mengejarnya,” jelasnya.
Begitu banyaknya jalur dan orang yang dilibatkan membuat penyelundupan benur lobster sulit dicegah dan menjadi tantangan tersendiri bagi aparat penegak hukum. Keterlibatan warga seperti IA dan IN sebagai informan dengan sendirinya memiliki peran penting menyelamatkan kekayaan hayati Indonesia dari penyelundupan.
Baca juga : Lobster Bisa Punah