Memasuki musim kemarau, pasokan air irigasi untuk lahan pertanian di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, berkurang. Padahal, petani masih membutuhkan air untuk menanam padi. Tanpa antisipasi, kekeringan mengancam ribuan hektar sawah.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
MAJALENGKA, KOMPAS — Memasuki musim kemarau, pasokan air irigasi untuk lahan pertanian di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, berkurang. Padahal, petani masih membutuhkan air untuk menanam padi. Tanpa upaya antisipasi, kekeringan mengancam ribuan hektar sawah.
Berdasarkan data Bendung Rentang di Kabupaten Majalengka, Jabar, Senin (24/6/2019), tinggi muka air 22,13 meter. Meskipun normal, pasokan air dari Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang ke Rentang berkurang. Pada Mei, pasokan air Jatigede sekitar 80 meter kubik per detik setiap hari. Namun, kini hanya berkisar 70 meter kubik per detik.
Bendung Rentang yang dikelola Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung mengairi 87.803 hektar sawah di Majalengka, Indramayu, dan Cirebon. Air tersebut melalui dua saluran induk (SI), yakni Cipelang dan Sindupraja.
SI Sindupraja menyalurkan air dengan kapasitas maksimal 35 meter kubik per detik, antara lain ke timur Indramayu dan utara Cirebon. Sementara SI Cipelang antara lain mengairi wilayah barat Indramayu, seperti Losarang dan Kandanghaur, dengan debit 25 meter kubik per detik.
Namun, memasuki kemarau, pasokan air ke lahan pertanian berkurang. Saat ini, SI Cipelang mengalirkan 23,9 meter kubik per detik, sedangkan SI Sindupraja memasok debit air 31,6 meter kubik per detik.
”Ini sesuai dengan RTTG (rencana tata tanam global) di Rentang. Bahkan, debit airnya sudah kami tambah,” ujar Koordinator Lapangan Bendung Rentang BBWS Cimanuk-Cisanggarung Dadi Supriadi.
RTTG merupakan panduan untuk menyusun pola tanam tahunan, termasuk pasokan irigasi. Berdasarkan RTTG wilayah irigasi Bendung Rentang, pasokan air untuk musim tanam kedua berakhir Juni. ”Namun, di lapangan, masih ada ribuan hektar sawah yang belum memasuki masa tanam. Padahal, pasokan air juga berkurang,” ujar Dadi.
Menurut dia, saat ini volume air di Waduk Jatigede berkisar 608 juta meter kubik atau baru 60 persen untuk penggenangan waduk. ”Jika dipaksakan memasok 80 meter kubik per detik, untuk tiga bulan ke depan dibutuhkan 622 juta meter kubik air. Artinya, waduk bisa kosong. Oleh karena itu, tata gilir air harus sesuai dengan rencana awal,” ungkapnya.
Menurut Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia Kabupaten Cirebon Tasrip Abubakar, RTTG untuk Cirebon harus direvisi. Dari 20.286 hektar sawah yang dialiri irigasi Rentang, baru sekitar 6.000 hektar yang sudah tanam.
”Selebihnya, sekitar 14.286 masih proses pengolahan lahan dan persemaian. Butuh banyak air,” ujarnya. Menurut dia, petani terlambat menanam karena sejumlah faktor, seperti kesibukan saat pemilu maupun Ramadhan.
Oleh karena itu, menurut dia, pasokan air ke sawah di Cirebon harus terus dialirkan. ”Penyaluran air sampai Agustus saja gagal panen karena kekeringan masih mengancam, apalagi kalau sampai Juni. Ada ribuan hektar sawah terancam kekeringan,” ucapnya.
Penyaluran air sampai Agustus saja gagal panen karena kekeringan masih mengancam, apalagi kalau sampai Juni. Ada ribuan hektar sawah terancam kekeringan.
Kekeringan kerap terjadi di Cirebon dan Indramayu. Tahun lalu, lebih dari 100 hektar sawah di Cirebon, seperti di Suranenggala dan Kapetakan, mengalami kekeringan. Sementara di Indramayu pada 2018, pemkab setempat mencatat 694 sawah puso, sedangkan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Indramayu mendata sedikitnya 2.000 hektar sawah puso karena kekeringan.