Kementerian Perhubungan akan mengkaji pembangunan O-Bahn, perpaduan bus dan kereta ringan atau LRT, untuk menjawab masalah transportasi di kota-kota besar.
Oleh
Maria Clara Wresti
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan akan mengkaji pembangunan O-Bahn, perpaduan bus dan kereta ringan atau LRT, untuk menjawab masalah transportasi di kota-kota besar. O-Bahn dinilai paling efisien sebagai angkutan umum massal karena memiliki daya tampung yang lebih besar dibandingkan dengan bus rapid transit. Selain itu, biaya pembangunan dan operasinya lebih murah daripada LRT.
”Tahapannya memang baru akan mengkaji. Jadi, kami ingin menjaring masukan dari masyarakat, angkutan umum massal apa yang diinginkan masyarakat,” kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Zulfikri menyampaikan hal itu dalam Ngobrol Seru Transportasi, O-Bahn Solusi Transportasi Perkotaan di Indonesia. Acara itu juga dihadiri Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi; Ketua I Bidang Advokasi, Edukasi, dan Hukum Regulasi Transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia Suharto Madjid; serta artis Ayushita.
Menurut Zulfikri, pembangunan O-Bahn sudah dilakukan di banyak negara, seperti Jerman, Inggris, Australia, dan Jepang. Sejauh ini, O-Bahn dinilai bisa menjawab tantangan transportasi publik, yaitu efisien dari segi tarif, bahan bakar, dan polusi.
”Daya tampung O-Bahn 20 persen lebih besar daripada BRT (bus rapid transit), tetapi biaya pembangunannya lebih hemat 30 persen,” katanya.
Kelebihan lain, O-Bahn bisa menggunakan rel LRT, tetapi juga bisa menggunakan jalan raya. Dengan demikian, jangkauan O-Bahn lebih luas dan jauh sehingga cocok dikembangkan di kota-kota aglomerasi.
”Saat ini kereta perkotaan sudah mendapat sambutan yang cukup hangat dari masyarakat. Kereta komuter setiap hari mengangkut 1,1 juta penumpang per hari, sementara kereta antarkota mengangkut 26 juta penumpang per tahun,” ujar Zulfikri.
Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya akan mengkaji kota aglomerasi mana yang cocok untuk menerapkan O-Bahn. ”Saat ini perkembangan kota-kota di dalam satu wilayah yang sama sudah menjadi satu kesatuan atau menjadi aglomerasi. Pergerakan orang terus terjadi dari satu kota ke kota lain setiap hari. Pemerintah pusat sudah memberikan banyak sarana bus untuk pergerakan orang di kota aglomerasi. Namun, tidak semua pemerintah daerah bisa memanfaatkan dengan maksimal. Kemungkinan dengan O-Bahn, bisa menjadi jawabannya,” kata Budi.
Sementara Suharto mengakui, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terbiasa dengan angkutan umum massal. Namun, generasi muda dinilai lebih bisa menerima angkutan umum massal. ”Yang penting, tarif angkutan umum terjangkau, aman dan nyaman, mudah, dan selamat. Kita harus terus mengembangkan angkutan umum massal dan berani memulai. BRT sudah bagus sekali,” kata Suharto.
Menurut Suharto, kultur masyarakat bisa berubah sepanjang didukung sistem yang bisa mengakomodasi keperluan masyarakat. Disiplin yang dibangun harus menjadi kesadaran dalam jangka panjang. ”Regulasi juga harus sinkron dengan hal lain. Contohnya, ojek daring tidak ada regulasi, tetapi sudah banyak dimanfaatkan masyarakat. Jadi, setiap saat kita harus siap dengan perubahan,” ujarnya.