Kepolisian Resor Binjai menemukan unsur kelalaian yang menyebabkan 30 orang tewas dalam kebakaran pabrik perakitan macis atau korek api gas di Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Perusahaan membuka tiga cabang perakitan macis untuk menghindari upah minimum, jaminan sosial pekerja, pengurusan izin, dan pajak.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
LANGKAT, KOMPAS — Kepolisian Resor Binjai menemukan unsur kelalaian yang menyebabkan 30 orang tewas dalam kebakaran pabrik perakitan macis atau korek api gas di Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Perusahaan membuka tiga cabang perakitan macis untuk menghindari upah minimum, jaminan sosial pekerja, pengurusan izin, dan pajak.
”Perusahaan tersebut juga tidak menerapkan standar keselamatan apa pun di tiga pabrik perakitannya. Padahal, karyawan bekerja di lingkungan berisiko tinggi,” kata Kepala Polres Binjai Ajun Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto, di Kota Binjai, Senin (24/6/2019).
Nugroho mengatakan, polisi telah menangkap dan menetapkan tiga orang menjadi tersangka, yakni pemilik sekaligus Direktur Utama PT Kiat Unggul berinisial IM, Manajer Operasional BH, dan Manajer Personalia RW. Polisi menjerat ketiganya dengan pasal berlapis, yakni kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal, pelanggaran ketenagakerjaan, dan lingkungan hidup.
Perusahaan tersebut juga tidak menerapkan standar keselamatan apa pun di tiga pabrik perakitannya. Padahal, karyawan bekerja di lingkungan berisiko tinggi.
Pabrik perakitan macis berukuran 6 meter x 16 meter tersebut terbakar pada Jumat (21/6/2019) siang. Api membesar begitu cepat dan membakar tumpukan macis yang ada di dalam pabrik. Sebanyak 30 pekerja dan anak-anak tewas terjabak di dalam pabrik. ”Pintu depan pabrik terkunci dan jendelanya memakai terali besi sehingga korban tidak bisa menyelamatkan diri,” kata Nugroho.
Nugroho mengatakan, induk pabrik perakitan macis tersebut adalah PT Kiat Unggul di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Kegiatan produksinya mengisi bahan bakar gas ke bodi macis dan merakit bodi ke pemantik. Perusahaan juga membuka tiga pabrik rumahan khusus untuk perakitan saja.
”Perusahaan hanya punya izin usaha industri di pabrik induk di Sunggal, tetapi di tiga pabrik rumahan perakitan tidak punya izin,” kata Nugroho.
Nugroho mengatakan, PT Kiat memproduksi macis dalam skala besar dengan produksi sekitar 80.000 buah per hari. Produksinya dijual di Sumut, Aceh, Riau, Jambi, dan provinsi lainnya. Pekerjaan di pabrik itu berisiko tinggi karena harus menghidupkan macis setiap selesai dirakit lalu menyetelnya agar api tidak terlalu besar atau kecil.
Direktur Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (Bitra) Indonesia Rusdiana Adi mengatakan, kasus kebakaran pabrik rumahan tersebut menunjukkan potret kelam kondisi pekerja rumahan di Sumatera Utara. ”Mereka bekerja dalam lingkungan berisiko tinggi tanpa standar keselamatan apa pun, upah sangat murah, dan tidak ada jaminan sosial,” katanya.
Rusdiana mengatakan, Bitra yang bekerja sama dengan Serikat Pekerja Rumahan menemukan bahwa pekerja diupah Rp 1.200 setiap merakit 50 buah macis. Para pekerja pun hanya bisa mendapat Rp 500.000 hingga Rp 700.000 per bulan.
Semua korban diidentifikasi
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Langkat Irwan Syahri mengatakan, semua korban telah diidentifikasi dan telah dimakamkan pada Senin dini hari. Identifikasi dilakukan oleh tim DVI Disaster Victim Investigation Polda Sumut.
Irwan mengatakan, pemerintah memfasilitasi seluruh pemakaman korban dan memberikan bantuan sosial kepada para korban.