Berkurangnya pasokan air irigasi di musim kemarau, mulai berdampak pada 106 hektar tanaman padi di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Akibat kekurangan air, satu hektar tanaman padi diantaranya terdata sudah mengalami gagal panen, dan 105 hektar lainnya kini terancam kekeringan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS - Berkurangnya pasokan air irigasi di musim kemarau, mulai berdampak pada 106 hektar tanaman padi di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Akibat kekurangan air, satu hektar tanaman padi diantaranya terdata sudah mengalami gagal panen, dan 105 hektar lainnya kini terancam kekeringan.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Purworejo, Eko Anang Sofyan, mengatakan, aktivitas pertanian di 106 hektar lahan tersebut sulit dipulihkan karena ketiadaan pasokan air.
Satu hektar tanaman padi di Kecamnatan Purworejo, yang sudah gagal panen, tidak bisa langsung diganti dengan tanaman apa pun karena lahan sudah terlanjur mengering dan tidak pernah lagi turun hujan.
Adapun, 105 hektar lahan di empat kecamatan lainnya, hanya biss diselamatkan dengan menyedot air dari sumber-sumber air terdekat. Namun, petani pun saat ini sulit mencukupi kebutuhan air tanaman karena harus berebut dengan banyak petani lainnya yang juga menyedot air.
“Pada intinya, semua lahan sawah di Kabupaten Purworejo, terutama di areal seluas 106 hektar tersebut, hanya bisa diselamatkan oleh turunnya air hujan,” ujarnya, Senin (24/6/2019).
Keseluruhan tanaman padi di areal seluas 106 hektar tersebut adalah tanaman padi yang masih berusia 30-40 hari. Keseluruhan lahan tersebut adalah lahan sawah irigasi.
Pada intinya, semua lahan sawah di Kabupaten Purworejo, terutama di areal seluas 106 hektar tersebut, hanya bisa diselamatkan oleh turunnya air hujan
Kondisi ini, menurut Eko, terjadi karena kondisi cuaca meleset dari prediksi sebelumnya. Berdasarkan prediksi cuaca dari Badan Meterorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemarau akan berlangsung mulai Juni hingga Oktober. Namun, dalam realisasi di lapangan, areal tanaman padi di Kabupaten Purworejo sudah tidak tersiram air hujan sejak Mei lalu.
Berkurangnya pasokan air di musim kemarau juga meyulitkan sebagian petani di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, untuk bertani. Di tengah kondisi cuaca yang tidak memungkinkan untuk menanam padi tersebut, para petani tetap kekurangan air untuk menanam palawija.
Mengering
Alif (44), salah seorang petani di Desa Malebo, Kecamatan Kandangan, mengatakan, lebih dari 50 batang tanaman cabai miliknya yang baru ditanam sebulan lalu, kini sudah mulai mengering dan mati. Dia pun cemas kondisi serupa akan terus terjadi berkelanjutan karena hingga saat ini cuaca terus panas tanpa hujan sama sekali.
“Saya pun makin pesimis karena lahan yang saya tanami sudah mulai mengering dan pecah-pecah,” ujarnya, Senin (24/6/2019).
Lahan milik Alif, adalah lahan tadah hujan. Namun, melihat kondisi tanamannya yang mulai mongering, maka ke depan, Alif mengatakan, dirinya akan berupaya menyedot air dari saluran irigasi dari desa tetangga.
Saya pun makin pesimis karena lahan yang saya tanami sudah mulai mengering dan pecah-pecah
Pada kondisi sekarang, menurut dia, upaya untuk menyedot air dari saluran irigasi tidaklah mudah karena dirinya harus berebut dengan banyak petani lain yang juga membutuhkan air bagi lahannya.
“Selain berebut, upaya menyedot air tidaklah mudah karena untuk mengairi 1.000 tanaman cabai miliknya, diperkirakan membutuhkan waktu menyedot air lebih dari 10 jam,” ujarnya.
Murtinah (44), petani di Desa Caruban, Kecamatan Kandangan, saat ini juga cemas tanamannya akan bisa tumbuh subur atau tidak. Pasalnya, selama dua bulan terakhir ini, dia baru mendapatkan dua kali aliran air irigasi.
“Saat ini, tanaman saya masih bisa tumbuh. Namun, pada tahap selanjutnya, semua tergantung pada kondisi cuaca,” ujarnya.