Penjara Kembali Jadi Tempat Mengendalikan Bisnis Ribuan Butir Ekstasi
›
Penjara Kembali Jadi Tempat...
Iklan
Penjara Kembali Jadi Tempat Mengendalikan Bisnis Ribuan Butir Ekstasi
Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan kembali menjadi tempat pengendalian bisnis dan peredaran narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap jaringan narkoba Malaysia-Medan-Padang yang dikendalikan dari dalam Rumah Tahanan Kelas II Pariaman Sumatera Barat. Dalam pengungkapan kasus ini, BNN menyita 27.000 butir ekstasi dan 1 kilogram sabu.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan kembali menjadi tempat pengendalian bisnis dan peredaran narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap jaringan narkoba Malaysia-Medan-Padang yang dikendalikan dari dalam Rumah Tahanan Kelas II Pariaman Sumatera Barat. Dalam pengungkapan kasus ini, BNN menyita 27.000 butir ekstasi dan 1 kilogram sabu.
Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Heru Winarko, Rabu (25/6/2019), mengatakan, BNN bersama dengan tim gabungan BNN Provinsi Sumatera Utara dan BNN Provinsi Sumatera Barat mengungkap jaringan tersebut pada Kamis (20/6/2019) pekan lalu. Dari hasil pengungkapan tersebut, BNN menyita barang bukti beserta empat tersangka, AC, BS, SJ, dan satu narapidana Rutan Kelas II B Pariaman berinisial HE.
”Dari hasil pengembangan, tersangka HE belakangan diketahui adalah pemesan, pemilik narkotika-narkotika tersebut sekaligus pengendali dalam jaringan ini. Atas kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, HE telah dijemput oleh petugas BNN dan saat ini telah diamankan bersama barang bukti dan pelaku lainnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujar Heru.
Deputi Bidang Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan, keterlibatan sipir dan narapidana membuat peredaran narkoba masih bisa dikendalikan dari dalam penjara. ”LP (lembaga pemasyarakatan) kita ini belum sembuh-sembuh, masih sakit. Kalau mau sembuh, seharusnya LP yang harus memperbaiki diri. Jika ini terus terjadi, kita akan kebobolan dan tentu mengancam generasi muda Indonesia,” katanya.
Menurut Arman, jika melihat hasil pengungkapan sebelumnya, ekstasi terbuat dari jenis MDMA (methylenedioxy-methamphetamie) yang memiliki kualitas nomor satu. Sesuai dari hasil laboratorium BNN, MDMA ini biasanya berasal dari Amerika dan Eropa Barat, terutama dari Belanda, lalu transit ke Malaysia dan masuk ke Indonesia.
Ia melanjutkan, dengan kualitas nomor satu, jaringan tersebut menggandakan narkoba dengan cara dioplos dengan obat-obatan lainnya yang beredar di pasaran. ”Kemungkinan besar ini akan dioplos lagi. Campuran satu butir bisa menjadi dua butir. Hasil campuran tersebut biasanya akan dites. Jika kualitasnya masih bagus, bisa dijadikan tiga butir. Dari 10.000 butir bisa menjadi 30.000 butir. Jaringan ini sengaja mengoplosnya demi meraup keuntungan lebih besar,” ujar Arman.
Kemungkinan besar ini akan dioplos lagi. Campuran satu butir bisa menjadi dua butir. Hasil campuran tersebut biasanya akan dites. Jika kualitasnya masih bagus, bisa dijadikan tiga butir. Dari 10.000 butir bisa menjadi 30.000 butir. Jaringan ini sengaja mengoplosnya demi meraup keuntungan lebih besar.
Berdasarkan pengakuan tersangka HE, kata Arman, ia telah empat kali melakukan transaksi narkoba di dalam penjara. HE diduga mengendalikan bisnis narkoba dari dalam penjara. Selain itu, HE saat ditangkap berusaha melawan dan memprovokasi narapidana lainnya untuk melawan petugas.
Sementara itu, Direktur Keamanan dan Ketertiban Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Lilik Sujandi mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan terkait dengan keterlibatan sipir dalam pengendalian narkoba di LP, baik sengaja maupun akibat kelengahan.
”Untuk itu, kami akan mengevaluasi kinerja para sipir terkait dengan adanya pengendalian peredaran narkoba dari dalam penjara oleh narapidana. Sipir yang terbukti terlibat dalam peredaran narkoba dapat dikenai sanksi pidana. Sementara sipir yang lengah hanya diberikan teguran dan pembinaan,” kata Lilik.
Untuk mengungkap jaringan narkoba yang masuk ke dalam LP, kata Lilik, Ditjen Pemasyarakatan akan terus bekerja sama dengan BNN. Selain itu, Ditjen Pemasyarakatan juga perlu penguatan dan evaluasi dari manajemen LP yang diduga menghalangi atau mempersulit penyelidikan.
Heru melanjutkan, pengungkapan narkoba yang dikendalikan dalam LP berawal dari laporan masyarakat yang menyampaikan ada warga yang diduga mengambil narkotika jenis ekstasi di wilayah Balai Asahan, Sumatera Utara, untuk dibawa ke Pariaman, Sumatera Barat. Berdasarkan laporan tersebut, petugas mencegat sebuah mobil berwarna putih yang dikendarai seorang pria berinisial AC.
Kemudian, petugas pun melakukan penggeledahan dan menemukan barang bukti lebih dari 10.000 butir ekstasi yang dikemas dalam bungkusan berlogo Superman berwarna biru dan sekitar 2.000 butir ekstasi dalam logo crown berwarna hijau.
Selain barang bukti narkotika tersebut, petugas juga menemukan satu bungkus sabu seberat sekitar 1 kg. Setelah menangkap AC, petugas kemudian menangkap tersangka BS pada hari yang sama.
Selanjutnya, berdasarkan hasil pengembangan, petugas meluncur ke Balai Asahan sekitar pukul 21.20 untuk mengamankan tersangka WS. Tersangka WS diamankan bersama barang bukti narkotika berupa 15.000 butir ekstasi dalam bungkusan berlogo LEGO berwarna biru yang ditemukan oleh petugas saat melakukan penggeledahan di rumah tersangka.
Keempat tersangka terancam Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat 1, Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.