Generasi milenial Indonesia terus diajak mencintai sains sebagai upaya mengembangkan sumber daya manusia yang mendukung pengembangan penelitian yang semakin penting.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Generasi milenial Indonesia terus diajak untuk mencintai sains sebagai upaya mengembangkan sumber daya manusia yang mendukung pengembangan penelitian yang semakin penting. Potensi anak muda bangsa yang mampu mengembangkan inovasi dibutuhkan untuk mendukung pembangunan dan kemajuan daerah.
Selama 18 tahun, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) yang mengajak siswa SMP dan SMA/SMK sederajat untuk mencintai sains. Guru yang mendampingi siswa juga dilibatkan dalam kemampuan penelitian yang membantu siswa tertantang. Para siswa diberi bekal untuk memahami metodologi penelitian secara menyenangkan dan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan riset dan mempresentasikan hasil riset.
Sekretaris Utama LIPI Nur Tri Aries Suestiningtyas dalam pembukaan PIRN Ke-18 di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (23/6/2019), mengatakan, pelaksanaan PIRN didesain untuk melibatkan pemerintah daerah agar memahami pentingnya investasi dalam bidang SDM ilmu pengetahuan dan teknologi (ilmu pengetahuan alam dan teknik serta sosial dan kemanusiaan) yang bermanfaat untuk mendukung pembangunan daerah. Tahun ini, PIRN mengambil tema ”Generasi Sains Milenial Penggerak Kemandirian Ekonomi Daerah”.
”Penyiapan SDM berkualitas, khususnya SDM iptek, masih jadi tantangan. Investasinya masih belum dipahami untuk kepentingan jangka panjang. Karena itu, LIPI dan komunitas ilmuwan perlu mengajak daerah untuk bersama-sama sejak dini menyiapkan anak muda yang mencintai sains,” ujar Nur.
Penyiapan SDM berkualitas, khususnya SDM iptek, masih jadi tantangan. Investasinya masih belum dipahami untuk kepentingan jangka panjang.
Nur menjelaskan, peserta PIRN bukan siswa yang sudah punya pengalaman dalam penelitian atau juara di kelas. Ajakan untuk mencintai sains ini terbuka lewat seleksi daring untuk siswa dari sekolah di seluruh Indonesia.
”Mengenalkan sains secara menyenangkan lewat PIRN justru berhasil membuat siswa di daerah jadi tertarik untuk meneliti sesuai kondisi dan potensi di daerah. Lalu, siswa aktif ikut kompetisi atau festival sains di daerah hingga nasional. Kami menemukan potensi siswa dari daerah dan sekolah biasa yang punya ide penelitian menarik yang bisa diikutkan dalam lomba internasional yang didukung LIPI,” ujar Nur.
Dari peserta PIRN, Nur mencontohkan, penelitian siswa SMA di Purbalingga soal perempuan yang bekerja di pabrik pembuatan rambut sehingga suami lebih banyak mengasuh anak terpilih membawa penelitian sosial berbasis kondisi daerah ke kompetisi riset di Amerika Serikat. Ada pula siswa SMA di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, yang risetnya tentang alat pembersih timah terpilih dalam kompetisi di Taiwan.
Penelitian
Selama sepekan mengikuti PIRN, siswa dibagi dalam tim-tim kecil untuk kelompok IPA dan teknik serta ilmu sosial dan kemanusiaan. Mereka disiapkan untuk melakukan penelitian secara langsung di sejumlah lokasi, yakni Mal Pelayanan Publik, Desa Adat Osing Kemiren, Banyuwangi Agro Expo, Desa Gombengsari (desa asli Banyuwangi dengan suku Osing dan dikenal sebagai sentra kopi dan desa wisata alam), serta Bangsring Under Water. Mereka dibantu para peneliti LIPI secara teori dan praktik sehingga bisa merancang penelitian yang baik dan mempresentasikannya di hari terakhir.
Selama PIRN berlangsung di SMAN 1 dan SMKN 1 Banyuwangi, digelar pameran yang menampilkan hasil riset siswa SD, SMP, dan SMA/SMK sederajat dari Kabupaten Banyuwangi. Ada pula acara pertunjukan musik dan seni budaya untuk menyemarakkan suasana.
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Agus Hartono mengatakan, Banyuwangi terkenal sebagai daerah yang mendukung inovasi sehingga dapat jadi inspirasi bagi siswa dan guru. Dalam pelaksanaan PIRN 2019 ini, terobosan dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan menyertakan siswa SD dan menggelar kelas robotik. Peserta pun diperbanyak hingga 1.000 siswa. Biasanya ditargetkan 500-600 siswa dari semua provinsi di Indonesia.
Dalam pelaksanaan PIRN 2019 ini, terobosan dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan menyertakan siswa SD dan menggelar kelas robotik.
Agus menambahkan para siswa dilatih melakukan penelitian ilmiah yang terkait dengan lingkungan sekitar, menggali potensi siswa daerah di bidang iptek sebagai investasi SDM untuk mengisi pembangunan daerah di masa mendatang, meningkatkan kesadaran penggunaan iptek terhadap pengelolaan dan pemecahan masalah di lingkungan sekitar. Selain itu, untuk membina koordinasi dan membangun jaringan antar remaja/sekolah/instansi pemerintah dan swasta guna membangun kerja sama yang berkesinambungan.
Menurut Nur, pelaksanaan PIRN bukan untuk menjadikan semua anak sebagai peneliti di masa depan. ”Yang utama untuk pengembangan kesadaran ilmiah masyarakat. Untuk menanamkan sikap dan perilaku berpikiran ilmiah, rasa ingin tahu, pendekatan ilmiah, dan kepemimpinan,” katanya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, anak muda di era sekarang tidak bisa lagi dianggap remeh. Sebab, mereka terbukti banyak membawa perubahan dengan inovasi yang membawa terobosan dan perubahan.
”Banyuwangi yang fokus dalam pengembangan sektor pariwisata berbasis alam menyadari pentingnya inovasi. Ada 99 festival di tahun ini, ya bagian dari inovasi. Hal ini bisa terselenggara dengan melibatkan anak muda dan masyarakat sehingga dalam keterbatasan anggaran daerah, tetap banyak kegiatan yang bisa dilakukan,” tutur Azwar.
Pengembangan inovasi di daerah, ujar Azwar, dimulai dari hal yang bisa dikerjakan, utamanya untuk meningkatkan pelayanan publik. ”Banyuwangi yang dulunya daerah tertinggal dan miskin kini bisa berkembang. Kami dorong inovasi tumbuh dan peran anak muda disertakan hingga ke desa,” ujarnya.
Azwar menambahkan, Pemkab Banyuwangi memercayakan riset yang dibutuhkan untuk pembangunan, misal mengatasi kemiskinan, pada lembaga penelitian di perguruan tinggi. Adapun Pemkab Banyuwangi mendukung dengan memberikan dana riset dan mendesain riset bersama yang difokuskan pada isu prioritas pembangunan serta melaksanakan riset tersebut.
Luthfia Eka Hapsari, siswa SMAN 1 Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, merasa senang bisa ikut PIRN. ”Saya ikut ekskul (ekstrakurikuler) kelompok ilmiah remaja. Namun, pengembangan kemampuan riset belum baik. Di acara ini, saya merasa semakin tertantang karena penjelasan simpel dan diajak meneliti di lapangan,” ujar Luthfia.
Fath Pahdepie dari Kantor Staf Presiden Bidang Politik dan Anak Muda menambahkan, Indonesia adalah salah satu negara masa depan dunia. Untuk itu, generasi muda yang memiliki mental dan sikap yang dipunyai ilmuwan dan peneliti dibutuhkan untuk menghasilkan banyak inovasi.