Dua calon pemimpin Partai Konservatif, yaitu Boris Johnson dan Jeremy Hunt, diharapkan memaparkan rencana Brexit secara jujur kepada masyarakat Inggris. Hingga kini, masa depan Brexit masih tanda tanya.
LONDON, SENIN —Meskipun calon pengganti Perdana Menteri Inggris Theresa May sudah jelas, seperti apa strategi yang akan diterapkan agar Inggris bisa keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober 2019 masih menjadi tanda tanya. Kedua kandidat yang terpilih pada akhir pekan lalu, yaitu mantan Menteri Luar Negeri Boris Johnson dan Menlu Jeremy Hunt, diharapkan memiliki ”rencana B” untuk bisa membawa Inggris keluar dari UE melalui mekanisme demokrasi dan tidak mengorbankan kesejahteraan rakyat.
Pada voting 313 anggota parlemen dari Partai Konservatif, pekan lalu, Johnson meraih 160 suara dan Hunt 77 suara. Sebanyak 160.000 anggota Konservatif kemudian akan melakukan voting untuk memilih Johnson atau Hunt.
Hasil ini juga menghindarkan pertarungan antara Johnson dan Menteri Lingkungan Michael Gove yang memperoleh 75 suara. Johnson dan Gove sama-sama bertarung dalam perebutan PM Inggris tahun 2016. Awalnya Gove mendukung Johnson, tetapi kemudian ikut mencalonkan diri. Alhasil, keduanya dikalahkan May.
Johnson mengaku, ia merasa terhormat atas suara yang diperolehnya. ”Saya akan mencari dukungan dari seluruh Inggris, serta akan berupaya menyatukan kembali negeri ini dan menciptakan masa depan yang cerah,” kata Johnson.
Sementara Hunt mengakui dirinya tak sepopuler Johnson. ”Namun, dalam politik kejutan selalu terjadi,” katanya.
Rencana B
Menteri Keuangan Philip Hammond dalam pidato tahunan di Mansion House kemarin mendesak agar kedua kandidat jujur kepada publik mengenai rencana Brexit yang mereka miliki. Hammond juga meminta agar para kandidat memiliki rencana B seandainya parlemen menolak rencana Brexit yang diusulkan.
Hammond, yang sejak lama selalu mengingatkan tentang bahaya yang akan dihadapi Inggris jika tidak mampu mengelola Brexit, meminta kedua kandidat menawarkan strategi yang realistis yang tidak akan mengganggu perekonomian Inggris. Secara tersirat Hammond menyatakan opsi referendum kedua atau pemilu yang dipercepat bisa diambil untuk mengakhiri kebuntuan politik.
”Kita tidak bisa dipaksa untuk memilih antara demokrasi dan kesejahteraan. Jika PM baru tidak mampu mengakhiri kebuntuan di parlemen, dia harus mengeksplorasi mekanisme demokratis lainnya untuk memecah kebuntuan,” kata Hammond.
Ia mengingatkan, jika Brexit terjadi tanpa kesepakatan dengan UE, perekonomian Inggris akan hancur. Di dalam negeri juga akan muncul ketegangan di Skotlandia dan Irlandia Utara yang menginginkan tetap berada ”di dalam UE”.
Hammond juga mengungkapkan, cadangan anggaran 26,6 miliar pound sterling untuk proses Brexit akan menguap dengan cepat jika Inggris keluar tanpa kesepakatan.
Johnson dalam kampanyenya terus menegaskan, Inggris akan keluar dari UE pada 31 Oktober dengan atau tanpa kesepakatan. Sementara Hunt bertekad untuk meraih kesepakatan dengan Brussels. Ia tidak menutup kemungkinan meminta perpanjangan kembali tenggat Brexit demi kesepakatan, tetapi untuk jangka pendek. (AP/AFP/MYR)