Sistem Zonasi DKI Jakarta Berbeda dengan Regulasi Mendikbud
›
Sistem Zonasi DKI Jakarta...
Iklan
Sistem Zonasi DKI Jakarta Berbeda dengan Regulasi Mendikbud
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kuota penerimaan peserta didik baru atau PPDB di Provinsi DKI Jakarta dibuat berbeda dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB. Kuota disesuaikan dengan kondisi geografis Ibu Kota yang saat ini akses transportasi antarwilayah sudah semakin mudah.
”Kami telah membuat kajian dan sampai pada kesimpulan bahwa zonasi di Jakarta harus disesuaikan. Karena itu, di dalam pola zonasi yang kami lakukan di sini, kami memiliki pola untuk SD, SMP, dan SMA yang berbeda,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Untuk tingkat SD, zonasi yang digunakan adalah basis kelurahan sebesar 70 persen, basis provinsi ada 25 persen, dan luar DKI sebesar 5 persen.
Kemudian untuk tingkat SMP dan SMA, zonasi kelurahan sebesar 60 persen, provinsi ada 30 persen, luar DKI sebanyak 5 persen, dan jalur prestasi 5 persen.
Sementara itu, untuk tingkat SMK, praktis tak ada jalur zonasi. Sebesar 90 persen itu dibuka pendaftaran untuk umum, lalu 5 persen untuk jalur prestasi, dan 5 persen untuk warga DKI.
Kuota zonasi di DKI itu berbeda dengan yang tertera dalam Permendikbud Nomor 51/2018. Dalam peraturan tersebut, kuota peserta di dalam zonasi sebesar 80 persen, lintas zonasi ada 15 persen, dan jalur prestasi sebesar 5 persen.
Anies menjelaskan, Pemerintah Provinsi DKI tetap berpegang pada acuan zonasi yang dibuat karena sudah dikaji sejak 2018. Dia ingin menjaga kontinuitas dalam pola perekrutan siswa tersebut.
”Kami ingin para orangtua mengalami rasa tenang, ada kepastian ketika menyangkut sistem perekrutan sekolah. Sebab, orangtua mencari sekolah saja tegang, apalagi mencari sekolah dalam suasana pergantian sistem,” tutur Anies.
Yang paling utama, lanjut Anies, adalah peningkatan mutu sekolah, apa pun sistem perekrutannya. ”Kami di Jakarta lebih fokus kepada membereskan kualitas guru, sekolah, terlepas siapa pun yang masuk di sekolah itu,” katanya.
Transportasi mudah
Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Ratiyono tidak sependapat apabila DKI disebut tidak mematuhi Permendikbud No 51/2018. Bahkan, lanjut Ratiyono, untuk di tingkat SD, SMP, dan SMA, jumlah kuota zonasi mencapai lebih dari 90 persen meskipun dibagi dua basis, yaitu basis kelurahan dan provinsi.
Hal itu dilakukan karena menyesuaikan kondisi geografis DKI yang sekarang makin mudah dari aspek transportasi. ”Yang penting, rute atau jaraknya bisa ditempuh dengan jalur angkutan. Toh, di Jakarta, sekarang, transportasi relatif mudah diakses,” kata Ratiyono.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad membenarkan bahwa DKI memiliki sistem yang berbeda. Sebab, tingkat kepadatan penduduk antarwilayah administratif di DKI berbeda-beda.
Yang utama, menurut Hamid, adalah Pemprov DKI harus dapat memastikan bahwa masyarakat yang masuk dalam zonasi sekolah tetap mendapatkan pendidikan.
”Jadi yang penting dikawal saja anak-anak di sekitar itu. Kami, kan, minta anak yang dekat sekolah, yang tidak mampu, dan berkebutuhan khusus, itu harus ada afirmasi. Jangan sampai mereka terlempar dari zonanya sendiri,” tutur Hamid.