Sepanjang 2019 telah terjadi 859 kali gempa di wilayah Provinsi Maluku. Namun, sosialisasi terkait ancaman gempa bumi di Maluku, terutama di pulau-pulau kecil, belum merata. Salah satunya karena keterbatasan akses transportasi.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Sepanjang 2019 telah terjadi 859 kali gempa di wilayah Provinsi Maluku. Namun, sosialisasi terkait ancaman gempa bumi di Maluku, terutama di pulau-pulau kecil, belum merata. Salah satunya karena keterbatasan akses transportasi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Maluku John Hursepuny mengatakan, tidak ada laporan korban jiwa akibat gempa tersebut. ”Kerusakan ditemukan di satu titik, yaitu sebuah bangunan masjid di Kepulauan Kei retak ringan,” ujarnya, Selasa (25/6/2019).
John mengakui, sosialisasi bahaya gempa dan tsunami belum merata di Maluku. Banyak pulau belum terjangkau lantaran minim akses sehingga memerlukan biaya besar. Jajaran penanggulangan bencana di tingkat bawah juga belum berperan secara efektif karena minimnya dukungan anggaran kebencanaan dari pemerintah daerah.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin di Ambon, Selasa, memaparkan sebaran sejumlah lempengan aktif yang berada di wilayah Maluku. ”Lempengan terus bergerak. Kondisi tersebut yang menyebabkan gempa,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Kompas sebelumnya, selama satu tahun, Maluku diguncang gempa sebanyak lebih dari 1.000 kali. Pada 2016 sebanyak 1.222 kali, 2017 sebanyak 1.392 kali, dan 2018 sebanyak 1.587 kali. Jumlah tersebut tidak berbeda jauh dengan guncangan gempa di Maluku Utara. Pada 2016 sebanyak 862 kali, 2017 sebanyak 852 kali, dan 2018 sebanyak 903 kali.
Senin pagi kemarin terjadi gempa berkekuatan magnitudo (M) 7,7 yang berpusat di Laut Banda. Gucangannya terasa hingga Nusa Tenggara dan Papua. Setelah gempa pertama, terjadi tiga kali gempa susulan masing-masing dengan kekuatan M 5,2 pada pukul 12.28, kemudian M 4,1 pada pukul 13.27, dan M 4,4 pada pukul 18.37 waktu setempat.
Menurut Andi, gempa tersebut kembali mengingatkan masyarakat Maluku agar menyadari bahwa daerah itu rawan bencana. Kepada pihak terkait, seperti badan penanggulangan bencana di daerah, diharapkan dapat terus memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Banyak masyarakat yang mendiami pulau-pulau kecil di Laut Banda belum mendapatkan sosialisasi sama sekali.
Sebanyak tiga pulau yang berada di dekat pusat gempa pada Senin lalu, yaitu Teon, Nila, dan Serua, merupakan pulau terpencil di Maluku. Tiga pulau yang juga dikelilingi gunung api di darat dan di dasar laut itu belum pernah didatangi pihak penanggulangan bencana untuk sosialisasi. Alasannya, akses transportasi yang sulit.
Dion Marantika (31), tokoh pemuda dari Paguyuban Teon Nila Serua, lewat sambungan telepon mengatakan, komunikasi dengan warga di Pulau Teon dan Nila sudah tersambung. Adapun komunikasi dengan warga di Serua belum terhubung. Komunikasi dengan warga tiga pulau itu mengandalkan radio single side band yang dipancarkan dari Pulau Seram.