Anies Terbitkan Lebih dari 1.000 IMB karena Hasil Reklamasi Dianggap Pantai
›
Anies Terbitkan Lebih dari...
Iklan
Anies Terbitkan Lebih dari 1.000 IMB karena Hasil Reklamasi Dianggap Pantai
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersikukuh menamai pulau-pulau hasil reklamasi di pantai utara Jakarta sebagai pantai. Anies berpandangan bahwa pulau-pulau hasil reklamasi tersebut tidak tepat disebut pulau, tetapi pantai yang telah menjadi bagian dari Pulau Jawa.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersikukuh menamai pulau-pulau hasil reklamasi di pantai utara Jakarta sebagai pantai. Anies berpandangan bahwa pulau-pulau hasil reklamasi tersebut tidak tepat disebut pulau, tetapi pantai yang telah menjadi bagian dari Pulau Jawa.
Keberadaan empat pulau hasil reklamasi itu pula disebutnya telah diatur dalam rencana tata ruang dan wilayah DKI. Atas dasar itu, Anies berani menerbitkan lebih dari 1.000 izin mendirikan bangunan di Pantai Maju atau yang sebelumnya disebut sebagai Pulau D.
”Jadi, tak ada nama pulau baru karena semua (pulau hasil reklamasi adalah) Pulau Jawa. Itu bisa dilihat di UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Di situ ada kriterianya. Karena itu, ini daratan dan daratannya diberi nama pantai,” ujar Anies seusai Rapat Paripurna DPRD DKI di Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Dalam sebuah dokumen konvensi tentang hukum laut atau UNCLOS tahun 1982 tersebut, di Bagian VIII Pasal 121 ”Aturan tentang Pulau-pulau”, tertulis, sebuah pulau adalah area daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air, yang berada di atas air saat air pasang.
Oleh karena itu, Anies tetap berpegang bahwa empat pulau hasil reklamasi merupakan perluasan daerah pesisir pantai utara Jakarta, bukan pulau tersendiri. Keempat pulau yang terbangun di pantai utara Jakarta merupakan hasil kegiatan manusia dengan cara pengurukan, pengeringan lahan, atau drainase.
Adapun tiga pulau yang telah berubah nama menjadi pantai itu adalah Pantai Kita (Pulau C), Pantai Maju (Pulau D), Pantai Bersama (Pulau G). Kemudian, satu pulau, Pulau G belum bernama.
Anies menyebutkan, kehadiran keempat pulau hasil reklamasi itu merupakan wewenang Pemprov DKI karena telah diatur sebelumnya dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Kelak, pulau-pulau tersebut akan diatur dalam Perda No 1/2014 tentang Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) sekaligus menghapuskan 13 pulau yang rencananya akan dibangun.
”Itu adalah sisa masalah bangunan yang ingin kami tuntaskan sehingga garisnya jelas. Jadi, jumlah 1.000 lebih (IMB yang diterbitkan di Pantai Maju). Itu hanya yang sudah terbangun dan sesuai dengan PRK (panduan rancang kota),” tuturnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, persoalan reklamasi menjadi rumit karena pengertian pulau reklamasi sendiri tidak dijelaskan secara detail dalam dokumen UNCLOS.
”Toponimi saat ini hanya memberi nama untuk pulau yang terbentuk secara alami,” kata Brahmantya.
Denda
Secara terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Benny Agus Chandra mengungkapkan, PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group, telah dijatuhi sanksi denda karena mendirikan bangunan di Pantai Maju sebelum IMB terbit. Sebagai sanksi pidana, terhadap pelaku pelanggaran, mereka dikenai denda Rp 40 juta berdasarkan putusan hakim.
Selain itu, mereka juga dikenai sanksi membayar denda karena telah mendirikan bangunan tanpa izin sebesar Rp 7,778 miliar.
”Aturannya begitu. Maksimal denda kepada pelaku hanya Rp 50 juta, dan sesuai putusan hakim hanya Rp 40 juta,” ujar Benny ketika ditanyai alasan denda yang terhitung sangat kecil itu.
Aturannya begitu. Maksimal denda kepada pelaku hanya Rp 50 juta, dan sesuai putusan hakim hanya Rp 40 juta.
Anies pun sependapat bahwa denda itu sangatlah kecil. Namun, dia sebagai pemerintah disebut tak bisa memberikan denda sesuka hati karena semua sudah ada aturannya.
”Justru, menurut saya, kita harus melakukan revisi atas banyak besaran denda, dari urusan parkir hingga bangunan. Terlalu banyak denda yang nilainya sudah kedaluwarsa,” ujarnya.
Selain masalah penerbitan IMB, Anies juga enggan menjelaskan lebih detail terkait dengan kontribusi tambahan yang akan menjadi tanggung jawab pengembang. Dia malah mengaku bingung, alasan pejabat terdahulu menetapkan kontribusi tambahan sebesar 15 persen kepada pengembang. Adapun aturan yang memuat itu dalam Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta telah dicabut oleh Anies.
”Sekarang belum ada pembahasan soal revisi atas raperda itu. Belum ada,” kata Anies.