Budidaya Lobster Tidak Efisien
JAKARTA, KOMPAS - Untuk menjaga dari ancaman kepunahan di perairan Indonesia, pemerintah menegaskan produksi lobster tetap bertumpu pada tangkapan langsung di laut dari pada pembudidayaan. Terlebih, budidaya lobster dinilai tidak efisien.
Budidaya lobster pun masih sebatas pembesaran benur. Sementara pemijahan lobster sulit dilakukan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti Selasa (25/6/2019) menegaskan, pemerintah tak akan mengubah kebijakan produksi lobster dalam negeri, yakni tetap bertumpu pada lobster tangkap. Dengan menjaga benur lobster tetap di laut, maka dapat menjaga ekonomi kelautan yang berkelanjutan.
“Meningkatkan produksi, iya. (Caranya) ya jaga keberlanjutan, that’s the only way,” ucapnya.
Menurut Susi, budidaya lobster tidak efisien karena butuh waktu lama, biaya operasional besar, dan sejauh ini budidayanya hanya sebatas pada pembesaran benur. Sementara benur lobster hanya bisa didapat dari alam (laut).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tetap menggunakan lobster tangkap sebagai strategi peningkatan produksi karena faktanya, lobster tangkap mendominasi produksi global dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data Fish Stat yang dikutip KKP, selama 2010-2016, lobster tangkap mendominasi produksi dunia sebesar 99,54 persen, sedangkan lobster budidaya hanya 0,46 persen.
Baca juga : Lobster Bisa Punah
Susi mengungkapkan, jika budidaya dilegalkan maka sindikat penyelundup kembali memiliki celah untuk menyelundupkan bibit lobster. Apalagi KKP menemukan beberapa penangkaran benur dijadikan modus penyelundupan bibit lobster ke luar negeri.
“Nanti mereka menangkap bilangnya untuk budidaya. Namun siapa yang mau mengawasi itu (benur lobster) dikirim ke luar negeri,” jelasnya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, KKP, Slamet Soebjakto menyampaikan, dari temuan di lapangan ada bukti penangkaran dijadikan modus penyelundupan benur lobster ke luar negeri. Demikian pula permintaan benih untuk penelitian oleh negara tetangga, juga ditengarai sebagai modus untuk mengambil benur lobster dari perairan Indonesia.
“Dulu dari Singapura pernah minta (benur lobster). Saya cek di sana, ternyata penelitian apa wong kecil-kecil kok diteliti? Mestinya kalau ingin (penelitian) reproduksi, menangkap yang indukan. Akhirnya kita stop, dan ternyata enggak ada yang komplain,” jelasnya.
KKP menemukan beberapa penangkaran benur dijadikan modus penyelundupan bibit lobster ke luar negeri.
Selain itu, menurut Slamet, budidaya lobster yang ada saat ini baru sebatas pembesaran, belum pembenihan. Di dunia belum ada yang berhasil mengembangkan pembenihan lobster. Sementara budidaya pembesaran lobster berbiaya tinggi.
Baca juga : Menjaring Benur Lobster Terakhir
Tingginya biaya antara lain karena siklus hidup lobster panjang. Dari benur yang masih transparan dan berukuran 0,5 gram hingga dibesarkan menjadi ukuran 300-500 gram butuh waktu 2 tahun.
“Untuk menjadikan lobster dewasa dan layak konsumsi perlu waktu yang sangat lama. Butuh waktu 8 tahunan, dari benur sampai lobster bisa kawin. Lobster serharusnya termasuk hewan yang harus dilindungi. Karena kalau benurnya langsung diambil, maka pemulihannya lama dan cepat punah,” jelasnya.
Teknologi
Sementara itu, akademisi dan peneliti budidaya perikanan berharap peluang pengembangan budidaya lobster tetap dibuka. Bagi mereka, budidaya sangat mungkin dilakukan karena teknologinya terus dikembangkan.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Luky Adrianto mengakui, hingga saat ini penelitian mengenai budidaya lobster memang masih terbatas. Begitu juga pengembangan teknologinya masih minim.
Peneliti Balai Bio Industri Laut, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Varian Fahmi, mengatakan, budidaya lobster dapat dilakukan dengan terus mengembangkan penelitian dan teknologi terkait. LIPI telah menguji coba pembesaran benih lobster pasir di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Sejak 2015, tim peneliti LIPI membuat pakan buatan berupa moist untuk menggantikan makanan utama benih lobster yaitu ikan rucah. Pakan diformulasikan sedemikian rupa agar bisa diterima benur. “Hasilnya, pakan buatan yang kami kembangkan itu bisa diterima,” kata Varian.
Varian, mengakui, pengembangan budidaya lobster terkendala minimnya pengetahuan terkait hal tersebut. Sejumlah negara yang berhasil mengembangkan teknologi budidaya, seperti Australia, membatasi akses bagi akademisi dari negara lain untuk mempelajarinya. Publikasi ilmiah yang memuat hal-hal tersebut juga sangat jarang.