Krisis air bersih di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, semakin meluas. Hal itu terjadi karena kemarau berlangsung lama, bahkan hampir dua bulan belakangan ini tidak ada hujan. Sedikitnya 7.000 warga menanggung dampaknya.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·2 menit baca
MAGETAN, KOMPAS - Krisis air bersih di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, semakin meluas. Hal itu terjadi karena kemarau berlangsung lama, bahkan hampir dua bulan belakangan ini tidak ada hujan. Sedikitnya 7.000 warga menanggung dampaknya.
Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Magetan Fery Yoga Saputra mengatakan berdasarkan laporan masyarakat ada dua kecamatan yang mengalami krisis air bersih yakni Karas dan Parang. Sebelumnya krisis air hanya terjadi di Desa Trosono, Kecamatan Parang.
“Di dua kecamatan itu total ada lima desa yang mengalami krisis air, rinciannya dua desa di Kecamatan Karas dan tiga desa di Parang. Namun daerah yang kondisi bencananya paling parah di Desa Trosono,” ujar Fery, Rabu (26/6/2019).
Sedikitnya 1.500 jiwa warga Desa Trosono benar-benar menggantungkan kebutuhan air bersihnya dari bantuan BPBD Magetan karena sumber air benar-benar kering. Air bersih itu dibutuhkan untuk air minum, memasak, dan pakan ternak yang tercatat sebanyak 224 ekor.
Apabila disalurkan langsung dari truk tanki ke tempat penampungan air milik warga akan memakan waktu lama sehingga armada tidak bisa bolak-balik untuk mengambil air
Fery mengatakan untuk mengatasi krisis air bersih di lima desa, BPBD Magetan telah mengirimkan bantuan air bersih menggunakan truk tanki. Pengiriman dilakukan setiap hari dengan air bersih yang dipasok oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Magetan.
Tidak optimal
Namun karena pihaknya hanya memiliki satu unit truk, pengiriman tidak optimal. Apalagi harus bolak-balik ke lokasi bencana yang jaraknya jauh dari sumber air milik PDAM. Dalam upaya mengatasi kekurangan armada itu, BPBD Magetan telah bekerjasama dengan PDAM.
Selain itu agar pendistribusian air ke desa-desa yang terdampak kekeringan lebih maksimal, telah disiapkan tandon air-tandon air. Sedikitnya ada 15 tandon air di lima desa yakni Karas, Kuwon, Trosono, Sayutan, dan Bungkuk. Air dari truk tanki langsung dimasukkan ke tandon dan warga mengambilnya dari tandon.
“Apabila disalurkan langsung dari truk tanki ke tempat penampungan air milik warga akan memakan waktu lama sehingga armada tidak bisa bolak-balik untuk mengambil air,” kata Fery.
Sementara itu BPBD Provinsi Jatim mulai mengantisipasi kekeringan dengan menggelar rapat koordinasi bersama dengan BPBD di 38 kabupaten dan kota untuk memetakan daerah rawan. Data awal menunjukkan terdapat 24 kabupaten yang rawan kekeringan.
Jumlah kecamatannya ada 180 sedangkan desanya sebanyak 566. Dari jumlah desa rawan kekeringan itu, sebanyak 199 desa diantaranya tidak memiliki potensi sumber air.
“Sebanyak 199 desa itu jauh dari sumber air dan untuk melakukan pengeboran sumur juga sulit,” ucap Kepala BPBD Jatim Subhan Wahyudiono.