Menjadi Panitia, Tantangan Sebuah Pencapaian Diri
Menjadi panitia sebuah acara baik acara intern maupun ekstern kampus bagi sebagian mahasiswa tk sekedar untuk mengisi kegiatan di sela kuliah, melainkan sebuah tantangan untuk mengukur pencapaian diri. Setidaknya itu yang dirasakan dua mahasiswi perguruan berbeda, Diena Hanifa, mahasiswi Jurusan Sastra Perancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan Novi Berlianti, mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang.
Keduanya kebetulan maniak jadi panitia. “Daripada gabut di kampus, ya udah aku ikut panitia apa aja he he,” kata Diena suatu kali soal keaktifannya menjadi anggota panitia. Ia menunjuk temannya yang juga sama-sama “aktifis” jadi panitia di kampusnya yakni, Gracello Yeshua Davny, mahasiswa Program Vokasi Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Dua anak muda ini pada saat libur panjang akhir semester ini rajin mencari “pekerjaan” menjadi panitia apapun acaranya.
Ternyata untuk ikut menjadi panitia sebuah acara di lingkungan UI tidak mudah loh. Di tahap awal, kalau hanya jadi anggota panitia sih semua mahasiswa bisa daftar dan mencobanya tetapi, di tahapan berikutnya ada tesnya. Artinya, kalian tak seumur hidup jadi anggota melulu, suatu saat bisa juga naik menjadi panitia inti, tapi itu butuh perjuangan. Itulah yang selama ini dilakukan Diena.
Cewek bertubuh mungil yang sejak SMP sudah senang menjadi panitia acara sekolah itu, begitu masuk menjadi mahasiswa langsung ikutan jadi panitia acara di fakultasnya. Memang sih, awalnya jadi LO (liaison officer) alias penghubung saja, tapi mahasiswa semester empat itu kini sudah berada di level menengah kepanitiaan. “Ada tiga acara yang aku akan terlibat dalam kepanitiaan. Di tiga acara itu aku menjadi PJ (penanggung jawab divisi),” kata Diena.
Perjalanannya menjadi panitia berawal di Olimpiade Ilmiah Mahasiswa UI 2018, dan pada dalam kurun waktu Agustus hingga Desember nanti ia akan menjadi PJ Food and Beverage UI Art X, PJ Mentoring di UI Wanna Be, dan PJ Acara di Klinik Jurnalistik Suara Mahasiswa. Menurut Diena, untuk terpilih “naik level” dalam sebuah kepanitiaan di kampusnya, seseorang harus mendapat rekomendasi dari teman yang sudah lebih berpengalaman menjadi panitia. “Kayak aku, setelah pertama kali jadi LO, ternyata kinerjaku dilihat kawan-kawan sesama panitia. Mereka yang akan merekomendasikan aku agar bisa ikut menjadi panitia di acara yang lain,” ujar Diena.
Uniknya, sebelum masuk menjadi panitia selevel Diena sekarang, ada semacam ujian yang harus dilalui. “Kami harus tampil presentasi di depan pengurus BEM UI yang akan menilai kemampuan kami. Kemampuan itu penting supaya panitia acara yang akan diadakan nanti bisa menyukseskan acara itu,” ujarnya menceriterakan alur perjalanannya.
Oleh karena harus presentasi, mau tak mau ia harus menyiapkan secara serius apa yang akan ia paparkan, tentu saja berikut program kerja dalam kepanitian yang ia ikuti. Tak hanya itu, Diena juga harus antre presentasi yang berakhir hingga dinihari, karena antreannya panjang. “Aku pernah dapat giliran presentasi jam 2, selesainya hampir subuh karena harus mendengar masukan dan kritikan dari penguji,” urainya. Jika presentasi dinilai kurang bagus, ia harus mengulang presentase lagi. Bila masih dinilai kurang, kepanitiaan harus diganti.
Meski harus menghadapi tantangan cukup berat sampai ia terkantuk-kantuk di kelas saat hendak kuliah dan capek luar biasa, Diena mengaku menyukai pengalaman itu.
“Aku malah seperti tertantang he he.. seruu banget sih dan kalau kepanitiaan sukses, alhamdulilah seneng,” katanya lagi.
Konsekuensi dari keaktifannya itu, Diena harus pandai mengatur waktu menyelesaikan tugas kuliah, istirahat dan rapat-rapat persiapan acara termasuk “ujian” tadi. Selama ini, Diena sukses menjalani kuliah dan kegiatan diluar kuliah.
Mendapat poin
Novi Berlianti juga rela capek berat demi bisa mencapai pembuktian bahwa dirinya mampu aktif kegiatan perkuliahan dan non kuliah. Cewek yang sejak semester satu hingga sekarang aktif di UKM Racana Diponegoro (kepramukaan) di Undip ini sering menjadi panitia, entah membantu penyelenggaraan wisuda di kampus atau penerimaan mahasiswa baru.
Jenis kepanitiaan di Undip berbeda dengan UI. Tak ada level dalam kepanitiaan namun keaktifannya membantu pihak kampus atau fakultas dalam penyelenggaraan acara di kampus mendapat peniaian dari seniornya di Racana Undip.
“Kalau kum (angka kredit dosen) yang terkumpul banyak saya bisa mencapai salah satu syarat menjadi pandega bhakti di Racana Undip yang merupakan level keanggotaan pramuka tertinggi di kampus," katanya.
Jumlah pandega bhakti tak banyak, itu sebabnya Novi merasa bangga jika dirinya mencapai level itu. “Pangkat itu melekat seumur hidup dan punya badge yang bisa dipakai sampai kita jadi alumni sekalipun,” ujar mahasiswi semester empat itu.
Demi aktif di kepanitiaan, ia harus rela ikut rapat di kampus Pleburan dalam kota Semarang, sementara tempat kos dan kampusnya di Tembalang yang lumayan jauh, butuh waktu 30 menit naik motor untuk kesana. Padahal rapat biasa diadakan malam hari usai kuliah dan bisa berlangsung hingga dinihari. “Kalau sudah di atas jam 11 malam, enggak berani pulang. Ya sudah saya tidur di rumah kawan yang kostnya dekat kampus Pleburan,” tuturnya.
“Kalau kum (angka kredit dosen) yang terkumpul banyak saya bisa mencapai salah satu syarat menjadi pandega bhakti di Racana Undip yang merupakan level keanggotaan pramuka tertinggi di kampus," katanya.
Tak hanya itu, ia juga harus disiplin mengatur waktu kuliah, mengerjakan tugas, rapat kegiatan dan istirahat. Sebisa mungkin ia menyelesaikan tugas sebelum rapat, tetapi kadang-kadang tak bisa menyelesaikan tepat waktu sehingga saat rapat ia membawa tugasnya. Toh tugas utamanya kuliah lancer. Semester lalu ia mendapat IPK 3,8.
Hal lain yang Novi dan Diena dapatkan, teman baru, pengalaman baru, belajar berkomunikasi lebih baik dengan pihak lain sampai belajar memecahkan persoalan yang muncul dalam kepanitiaan itu. Pengalaman itu kelak akan berguna saat mereka memasuki kehidupan lebih luas lagi.
Bikin terkenal
Menjadi mahasiswa seakan membuka pintu kehidupan lebih luas. Kegiatan bukan lagi sekolah dan les yang semua sudah diatur sekolah agar sesuai kurikulum atau atas komando orang tua. Kegiatan mahasiswa juga mencakup aktivitas yang jauh dari kelas bahkan lintas angkatan dan lintas jurusan.
Boleh saja, hanya fokus untuk urusan kuliah. Belajar sebaik-baiknya dan abai terhadap kegiatan di luar kelas agar demi tujuan kuliah segera rampung. Akan tetapi, ada juga mahasiswa yang senang banget sibuk di luar kelas. Kegiatan dan acara apa saja menarik minatnya. Malah mahasiswa seperti ini suka hati terlibat kepanitiaan dan rela memangkas masa liburnya. Mahasiswa model begini juga tak takut repot dan menjadi andalan mahasiswa lainnya.
Ilyasa Dwi Cahyono (20), mahasiswa semester VII jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Brawijaya, Malang terbilang sangat aktif berpartisipasi dalam berbagai acara kampus dan di luar kampus. Dia sering terlibat kepanitiaan dan beberapa organisasi.
Dia terlibat dalam acara Jalin silaturahmi antarKomunikasi (JARKOM) pada 15 September 2017. Program ini diadakan himpunan jurusan Ilmu Komunikasi dengan tujuan menjalin silaturahmi antarmahasiswa Ilmu Komunikasi dari setiap angkatan.
Dia juga terlibat dalam FISIP Summit 2016. Acara ini bertujuan mengumpulkan seluruh BEM FISIP di Jawa Timur untuk menghadapi musyawarah nasional FISIP se-Indonesia. Dia bergabung dalam kegiatan "Air Your Voice" yang diadakan Se7line Radio FISIP UB, 20 November 2018. Kegiatan ini adalah kompetisi kepenyiaran tingkat Jawa-Bali. Ilyasa menjadi ketua acara yang mengatur konsep dan jalannya acara itu.
Dia mengakui, beberapa kegiatan sering terasa berat dan membuat kepalanya menderita vertigo. Sejauh ini, dia menganggapnya sebagai dinamika kepanitiaan. Dia juga enggan sakit dan penyakit menghalangi semua kegiatan itu. Menemui kesulitan pun tak menyurutkan langkah Ilyasa menjalankan tugas sebagai panitia acara.
Ilyasa senang sibuk dalam berbagai acara dan aktivitas, karena aslinya dia tak betah diam dan sangat menyukai kegiatan. Hasil dari keaktifannya itu bukan melulu materi. Bagi dia yang paling penting dia mendapat banyak pengalaman dan teman serta imbal balik bagus. "Selalu ingin mencari pengalaman dan tentu saja mendapat sertifikat," ujarnya kalem.
Pada akhirnya sosok Ilyasa dikenal memiliki banyak relasi nan luas. Dia pun menyadari semua kegiatan itu sama sekali tidak menjatuhkan nilai setiap semester. Malah, nilainya stabil cenderung meningkat saat dia sibuk menjadi panitia ini itu. Jadi, berdasarkan pengalamannya kepanitiaan tidak mengganggu kuliahnya.
Pengalaman Jihan Sarah (20), mahasiswa semester VI jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta tak kalah menarik. Dia tertarik menjadi panitia berbagai kegiatan karena ingin mengenal beragam karakter manusia dan mampu dapat menempatkan diri dalam situasi berbeda-beda kala berhadapan dengan karakter-karakter itu.
Jihan aktif dalam acara tahunan Liga FISIP UAI, 22-26 Oktober 2018. Liga itu merupakan acara perkumpulan mahasiswa FISIP Universitas Al-Azhar menyelenggarakan lomba liga futsal antaruniversitas.
Acara lain, kegiatan FISIP Berbakti, 10-12 Agustus 2018 dan 3-5 Agustus 2019 nanti. Acara tahunan ini melibatkan aspek pendidikan, ekonomi kreatif, dan pariwisata. Kegiatan ini berlangsung di suatu desa dengan mengajari anak-anak mengenai edukasi, mengedukasi petani kopi agar bisa bersaing dalam pasaran, serta membantu mengembangkan wisata alam yang ada.
Bagi Jihan, kegiatan menumpuk tidak mengganggu kuliah. Nilai-nilainya selama kuliah tidak turun dan ada keuntungan lain yakni banyak dosen mengenalnya karena bertemu dengannya di berbagai acara. Jadi, ketika dia jatuh sakit karena terlalu lelah, semangatnya tetap tinggi. Dia memberi waktu dirinya untuk istirahat sepenuhnya guna memulihkan diri lalu sibuk berkegiatan lagi.
Sementara Valensia Putri Aswan, mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya baru dua kali terlibat menjadi panitia. Keduanya semacam acara pembekalan dan motivasi diri. Dia menjadi mentor salah satu kelompok.
"Saya kurang suka terlibat menjadi panitia karena banyak hal lain menarik minat saya. Magang misalnya, selain wajib sebelum menempuh ujian skripsi saya belajar banyak. Kalau menjadi panitia perlu waktu lama seperti untuk menyambut mahasiswa baru, rapat berlangsung sejak beberapa bulan lalu. Meski hanya dua kali menjadi panitia, saya mendapat banyak pengalaman dan teman baru serta mengenal adik kelas," tutur Valens. (*)