MANAMA, RABU — Palestina kecewa dengan proposal perdamaian Palestina-Israel yang disodorkan Amerika Serikat. Proposal ini dinilai tidak menawarkan solusi konkret atas konflik politik yang terjadi antara Palestina dan Israel.
AS meluncurkan proposal perdamaian Palestina-Israel dalam konferensi internasional di Manama, Bahrain, Selasa dan Rabu (25-26/6/2019). Bagian pertama dari proposal menyatakan, AS akan menghimpun dana untuk membangun kawasan. Penasihat politik dan juga menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner, dan Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Jason Greenblatt, menjadi arsitek proposal ini.
”Khusner bukan seorang politikus, tetapi pengusaha properti. Anda tidak akan menciptakan perdamaian ekonomi atau perdamaian politik saja, Anda harus melakukan keduanya secara bersamaan,” kata seorang pengusaha Palestina yang menolak menyebutkan nama dalam konferensi itu, Selasa (25/6/2019).
Khusner bukan seorang politikus, tetapi pengusaha properti. Anda tidak akan menciptakan perdamaian ekonomi atau perdamaian politik saja, Anda harus melakukan keduanya secara bersamaan.
Solusi yang ditawarkan harus dapat mengatasi isu mengenai status Jerusalem, perbatasan negara, keamanan Israel, status Palestina sebagai negara, dan keberadaan militer Israel di wilayah tempat Palestina ingin membangun negara.
Kushner menyatakan, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi Palestina tidak akan berhasil tanpa solusi politik bagi konflik Palestina-Israel. Solusi yang dimaksud adalah menjamin keamanan Israel dan menghormati kedaulatan rakyat Palestina.
”Hanya saja, pembahasan pada hari ini bukan mengenai masalah politik. Kami akan membahasnya di saat yang tepat,” kata Kushner.
Proposal tersebut tidak dengan jelas menjabarkan apakah AS berencana mengabaikan solusi ”dua negara” yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara lainnya. Inisiatif yang telah disuarakan selama berpuluh-puluh tahun ini menawarkan agar Palestina menjadi negara berdaulat yang hidup berdampingan dengan Israel.
Kuhsner menyampaikan, proposal itu tidak akan mengikuti inisiatif Arab yang menjadi kerangka penyelesaian konflik Palestina sejak 2002. Inisiatif Arab ini menyatakan, negara Palestina memiliki perbatasan sebelum diambil alih Israel pada 1967 serta Palestina memiliki Jerusalem timur. Inisiatif ini ditolak Israel.
Secara umum, proposal yang disebut sebagai ”Transaksi Abad Ini” itu menyatakan AS akan menghimpun dana sebesar 50 miliar dollar AS untuk membangun wilayah Palestina selama 10 tahun. Dana sisa akan dibagi kepada Lebanon, Mesir, dan Jordania. Ketiga negara tersebut telah banyak menampung warga Palestina dibandingkan dengan negara lainnya.
Konferensi di Manama dihadiri sejumlah pengusaha dari Palestina dan Israel. Baik pejabat pemerintah Israel maupun Palestina tidak hadir dalam konferensi tersebut.
Para petinggi Palestina memboikot konferensi itu dan menolak berdiskusi dengan Washington. Trump dinyatakan melanggar konsensus internasional dengan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Tindakan Trump memicu kemarahan Palestina dan negara Arab lainnya.
Sebelumnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, solusi politik lebih penting. Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, Israel terbuka dengan proposal itu.
Implementasi dipertanyakan
Presiden Mitrellim, sebuah perusahaan infrastruktur, Haim Taib, yang berasal dari Israel, mengatakan, rencana dalam proposal terlihat dapat dilaksanakan. Namun, implementasi proposal tersebut setelah konferensi belum jelas.
Ketua Emaar Properties Mohamed Alabbar dari Uni Emirat Arab mengatakan siap berinvestasi. ”Ini adalah mimpi yang sangat masuk akal dan orang akan berharap para penerima manfaat akan berada di sini,” katanya.
Seorang pejabat Iran menyebut proposal Kushner sebagai hal memalukan yang berpotensi gagal. AS telah menambah sanksi ekonomi atas Iran setelah menuding Iran menembak jatuh pesawat nirawak AS di Timur Tengah. (Reuters)