Keterlibatan MIT dalam Pembunuhan di Parigi Moutong Belum Dipastikan
›
Keterlibatan MIT dalam...
Iklan
Keterlibatan MIT dalam Pembunuhan di Parigi Moutong Belum Dipastikan
Dua warga Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, bapak dan anak, Selasa (25/6/2019), ditemukan tewas dengan luka sayatan di leher, di wilayah pegunungan. Meskipun wilayah tersebut masuk dalam daerah Operasi Tinombala yang notabene wilayah pengejaran terhadap kelompok teroris, kepolisian belum memastikan keterlibatan kelompok tersebut dalam kasus pembunuhan itu.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Dua warga Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, bapak dan anak, Selasa (25/6/2019), ditemukan tewas dengan luka sayatan di leher, di wilayah pegunungan. Meskipun wilayah tersebut masuk dalam daerah Operasi Tinombala yang notabene wilayah pengejaran terhadap kelompok teroris, kepolisian belum memastikan keterlibatan kelompok tersebut dalam kasus pembunuhan itu.
”Kami belum bisa menduga (keterlibatan kelompok teroris). Jadi, sampai sekarang masih kami simpulkan ada pembunuhan dengan tanda-tanda kekerasan. Tapi, siapa pembunuhnya, apa motifnya, masih diselidiki kepolisian,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulteng Ajun Komisaris Besar Didik Supranoto di Palu, Sulteng, Rabu (26/6/2019).
Namun, Didik memastikan lokasi penemuan kedua korban pembunuhan itu masuk dalam wilayah Operasi Tinombala. Operasi untuk mengejar kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) itu digelar sejak 2016. Operasi dilakukan di pegunungan Kabupaten Poso dan Parigi Moutong. Anggota kelompok tersebut tersisa 10 orang.
Bapak-anak, Tamar (50) dan Patmar (27), ditemukan tewas dengan luka di leher, jari tangan, pangkal paha, dan di bagian belakang kepala. Keduanya merupakan warga Dusun Tokasa, Desa Tanalantu, Kecamatan Torue, Parigi Moutong.
Didik memastikan lokasi penemuan kedua korban pembunuhan masuk dalam wilayah Operasi Tinombala.
Kedua korban bersama dua warga lainnya pergi ke kebun kakao mereka di Pegunungan Watu Tiga, Desa Tindaki, Kecamatan Parigi Selatan, 5 kilometer dari Desa Tanalantu yang terletak di pinggir Jalan Trans-Sulawesi, Senin (24/6/2019).
Saat hari mulai malam, dua warga mencari Tamar dan Patmar untuk pulang ke kampung. Namun, keduanya tidak ada di kebun. Keduanya dicari sampai malam. Pada Selasa pagi, warga kembali mencari keduanya. Warga bersama anggota kepolisian lalu mendapati keduanya dalam keadaan tidak bernyawa 20 meter dari kebun mereka.
Didik menyebutkan, berdasarkan hasil visum ditemukan tanda-tanda kekerasan, baik karena benda tajam maupun benda tumpul. Berdasarkan banyaknya luka di tubuh keduanya, diperkirakan ada perlawanan saat keduanya dibunuh.
Informasi yang beredar, kedua korban pernah diancam kelompok MIT pada 2015, Didik menyatakan hal itu masih didalami. ”Kami belum bisa memberikan pernyataan soal itu karena belum tahu motif kasus dan latar belakang antara korban dan diduga pelaku,” ujarnya.
Terlepas dari belum dipastikannya keterlibatan kelompok MIT, kasus yang mirip dengan pembunuhan tersebut pernah terjadi pada awal September 2015 atau dua minggu sebelum acara nasional Sail Tomini di Parigi Moutong dihelat. Tiga warga Kecamatan Torue ditemukan tewas di kebunnya dengan luka dalam di leher, di pegunungan. Kala itu, kepolisian memastikan pelaku pembunuhan anggota MIT.
Soal keamanan warga, Didik menyatakan pihaknya akan meningkatkan pengamanan atau mengubah strategi. Namun, ia tidak menyebut secara rinci perubahan strategi yang dimaksud. ”Ini salah satu bahan analisis dan evaluasi dari pimpinan kami,” katanya.
Khawatir
Rentetan kasus pembunuhan di kebun tersebut membuat khawatir warga Kecamatan Torue. ”Jelas ini tanggung jawab pemerintah, khususnya aparat kepolisian. Warga yang memiliki kebun di pegunungan selalu dibayangi kekhawatiran akan keselamatannya saat mencari nafkah,” kata Timo Jelahu (36), warga Kecamatan Torue.
Sejak kasus pembunuhan pada 2015, banyak warga tidak mengolah lagi kebun kakaonya di pegunungan. Tidak sedikit pula warga yang menjual murah kebunnya meskipun sulit dibeli karena alasan keamanan.
Menurut dia, kepolisian memang sulit mengawal warga yang berkebun. Namun, karena adanya operasi keamanan, warga harus dipastikan terjamin keselamatannya.
”Agar bayang-bayang kekhawatiran ini tidak menjadi mimpi buruk terus, kami mendesak kepolisian agar serius memburu anggota teroris. Hanya itu caranya,” ucapnya.