Wimbledon dengan karakter bola cepat memberi keuntungan bagi petenis ”Big Server” muda. Namun, itu tak meredupkan pamor Roger Federer di lapangan rumput.
Dalam peringkat dunia, yang terakhir dikeluarkan Asosiasi Tenis Profesional (ATP) pada Senin (24/6/2019), Roger Federer berada di bawah dua pesaing terkuatnya, Novak Djokovic, pada posisi puncak, diikuti Rafael Nadal. Namun, di arena Grand Slam lapangan rumput Wimbledon, Federer selalu menjadi favorit juara.
Setelah menjuarai turnamen pemanasan Wimbledon, ATP Halle di Jerman, pekan lalu, Federer menempati unggulan kedua untuk persaingan di All England Club, London, 1-16 Juli. Poin untuk menentukan unggulan di Wimbledon dihitung dari semua poin dari turnamen lapangan rumput pada 12 bulan terakhir dan 75 persen dari 12 bulan sebelumnya.
Berdasarkan perhitungan tersebut, Federer berhak atas posisi unggulan kedua, di bawah Djokovic, sebagai juara bertahan, dan di atas Nadal. Gelar ke-10 di Halle memperkuat posisi Federer sebagai favorit juara di Wimbledon.
Selain statistik, sejarah juga mendukung hal tersebut. Federer menjadi tunggal putra dengan gelar terbanyak dari turnamen yang telah berusia 142 tahun tersebut, yaitu pada 2003-2007, 2009, 2012, dan 2017.
Itu akan memberinya kepercayaan diri bahwa dia bisa menjuarai Wimbledon lagi.
Jika itu terjadi, Federer akan menjadi tunggal putra pertama yang menjuarai Wimbledon sebanyak sembilan kali. Di putri, sembilan gelar yang menjadi jumlah terbanyak dimiliki Martina Navratilova.
Petenis Australia, Nick Kyrgios, menyebut Federer sebagai petenis yang sulit dikalahkan di lapangan rumput. Mantan petenis Spanyol, Alex Corretja, juga mengunggulkan petenis dengan 102 gelar juara itu menjadi yang terbaik di Wimbledon.
”Federer bermain bagus pada musim lapangan tanah liat. Itu akan memberinya kepercayaan diri bahwa dia bisa menjuarai Wimbledon lagi,” ujar Corretja yang bertanding di arena tenis profesional pada 1991-2005.
Musim ini, untuk pertama kali sejak 2016, Federer bertanding di turnamen tanah liat, jenis turnamen yang menjadi titik lemahnya. Penampilannya cukup bagus dengan mencapai perempat final di ATP Masters 1000 Roma dan Madrid serta semifinal Grand Slam Perancis Terbuka.
Tampilnya Federer di Roland Garros, Paris, 26 Mei-9 Juni, mungkin mengurangi tenaganya, tetapi dia akan mengambil setiap kesempatan untuk menambah 20 gelar juara Grand Slamnya jika tak ingin dilewati Nadal (18 gelar) dan Djokovic (15).
Faktor yang bisa menjadi tantangan sang maestro adalah ketika dia berhadapan dengan petenis muda dengan kekuatan lebih besar.
Lapangan rumput selalu cocok dengan agresifnya gaya permainan Federer. Olah kaki dan kemampuannya menempatkan bola dengan sudut tajam menjadi keunggulannya di lapangan berkarakter cepat tersebut.
Daya tahan fisik petenis yang akan berusia 38 tahun pada 8 Agustus itu tak akan menjadi kendala di rumput, berbeda dengan lapangan tanah liat yang menguras fisik karena perebutan setiap poin cenderung berlangsung lebih lama.
Faktor yang bisa menjadi tantangan sang maestro adalah ketika dia berhadapan dengan petenis muda dengan kekuatan lebih besar. Di lapangan yang memantulkan bola dengan sangat cepat itu, petenis bisa mendapat poin hanya dengan mendapat servis keras. Kejutan pun tak jarang terjadi.
Federer, misalnya, pernah dikalahkan ”Big Server”, Milos Raonic, pada semifinal Wimbledon 2016, Jo Wilfried-Tsonga (perempat final 2011), dan Tomas Berdych (perempat final 2010).
Akan tetapi, Grand Slam tetaplah menjadi turnamen yang membutuhkan kematangan untuk menjadi juara, terutama mental juara. Dan, Federer memiliki modal tersebut. (REUTERS)