Tekanan AS ke Iran Menguat
Tekanan Amerika Serikat terhadap Iran kian kuat menyusul dijatuhkannya sanksi kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan perwira tinggi militer Iran.
NEW YORK, SELASA—Seandainya situasi di antara kedua negara yang memanas ini berujung pada pecahnya perang, Presiden AS Donald Trump mengancam akan ”menghapus” negara itu.
Di Ruang Oval Gedung Putih, Washington, Trump, Senin (25/6/2019), menandatangani sanksi terbaru atas Khamenei dan sejumlah petinggi militer. Trump menyebut sanksi tersebut sebagai ”respons kuat dan proporsional terhadap aksi provokatif Iran yang meningkat”.
”Kami tak ingin ada konflik,” ujar Trump. Situasi saat ini, menurut dia, sangat bergantung pada Teheran untuk mulai bernegosiasi. Sanksi yang sudah dijatuhkan bisa saja dicabut segera atau ”berlangsung bertahun-tahun”.
Departemen Keuangan AS menyatakan akan memasukkan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, tokoh moderat dan arsitek kunci kesepakatan nuklir Iran 2015, ke dalam daftar hitam. Namanya masuk bersama dengan delapan pemimpin top dari pasukan elite Iran, Garda Revolusi. Aset mereka yang miliaran dollar AS menjadi target Departemen Keuangan AS.
Ketegangan antara Washington dan Teheran meningkat setelah Iran menembak jatuh pesawat nirawak mata-mata AS, minggu lalu, dan Trump membatalkan serangan balasan di menit-menit terakhir. Pada pertengahan Juni, ledakan misterius merusak dua kapal asing di dekat Iran sehingga meningkatkan kekhawatiran soal keamanan di jalur maritim yang menjadi lalu lintas kapal pengangkut suplai minyak global.
Dewan Keamanan PBB kemudian secara bulat menyerukan perlunya dialog untuk memecah kebuntuan hubungan Washington dan Teheran. AS, Inggris, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab mendesak adanya ”solusi diplomatik”.
Akan tetapi, Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi mengatakan, negaranya, yang dilumpuhkan oleh sanksi AS, termasuk larangan ekspor minyak, telah menjadi sasaran ”perang ekonomi”. ”Anda tak bisa memulai dialog dengan seseorang yang mengancam Anda, yang mengintimidasi Anda” ujarnya di New York.
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan akan memanfaatkan momen tatap mukanya dengan Trump dalam pertemuan puncak G-20 di Jepang untuk mendesakkan ”solusi konstruktif yang bertujuan memastikan keamanan regional secara kolektif.” Sementara Rusia, yang memiliki hubungan lama dengan Pemerintah Iran, menyebut ”sanksi” yang dijatuhkan AS kepada Iran ilegal.
Trump menolak kritik terhadap sanksi yang diputuskannya. Melalui Twitter, ia menyatakan, tujuan AS menjatuhkan sanksi adalah agar Iran ”tak memiliki senjata nuklir dan tidak lagi mensponsori teroris”.
Pada Minggu (23/6), Trump mengatakan kepada stasiun televisi NBC bahwa jika terjadi perang, Iran akan menghadapi ”penghapusan yang belum pernah dilihat sebelumnya”. Meski begitu, berulang kali Trump menyatakan dirinya membuka diri untuk bernegosiasi dengan pemimpin Iran. ”Saya rasa Iran berpotensi memiliki masa depan yang fenomenal,” ujar Trump di Gedung Putih.
Menurut Teheran, mereka tidak memiliki program pengembangan senjata nuklir. Kesepakatan internasional yang ditandatangani Teheran tahun 2015 ditujukan untuk memastikan industri nuklir Iran dipakai untuk keperluan sipil. Namun, Trump menarik AS dari kesepakatan itu pada 2018.
Perselisihan AS dengan Iran berkelindan secara kompleks dengan persaingan pengaruh negara-negara di Teluk. Sekutu AS di Teluk, Israel dan Arab Saudi, telah lama mendorong Washington untuk bertindak agresif terhadap Iran.
PM Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa negaranya akan melakukan apa pun untuk menghentikan Iran agar tidak memiliki senjata nuklir. Banyak yang meyakini Israel memiliki senjata nuklir yang tidak dilaporkan.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengungkapkan, dirinya sedang membangun ”koalisi global” melawan Iran. Ia juga meminta Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk lebih berkontribusi dalam pengawasan jalur maritim di dekat Iran.
(AFP/ADH)