Respons Radiasi Kanker Serviks Lebih Baik di Pagi Hari
›
Respons Radiasi Kanker Serviks...
Iklan
Respons Radiasi Kanker Serviks Lebih Baik di Pagi Hari
Respons radiasi kanker serviks uteri pada pagi hari lebih baik dibandingkan dengan radiasi yang dilakukan pada sore hari. Hal ini berdasarkan daur sirkadian atau proses biologis tubuh selama 24 jam yang menunjukkan sensitivitas sel kanker paling tinggi pada pagi hari.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Respons radiasi kanker serviks uteri pada pagi hari lebih baik dibandingkan dengan radiasi yang dilakukan pada sore hari. Hal ini berdasarkan daur sirkadian atau proses biologis tubuh selama 24 jam yang menunjukkan sensitivitas sel kanker paling tinggi pada pagi hari.
Hal itu dipaparkan Irwan Ramli saat mempertahankan disertasinya untuk memperoleh gelar doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Jakarta, Rabu (26/6/2019). Ia lulus mendapatkan indeks prestasi kumulatif 3,66 dengan predikat sangat memuaskan.
”Radiasi pada kanker serviks sebaiknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 06.00 dan 10.00. Masih mungkin diperpanjang hingga pukul 12.00. Meski begitu, jika pasien dengan kadar melatonin rendah, ukuran tumor besar, serta terjadi penurunan kadar Hb (hemoglobin) dapat digolongkan ke dalam kelompok resisten (tidak sensitif),” ujar Irwan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa respons radiasi kanker serviks uteri yang dilakukan pagi hari lebih baik dari sore hari pada kondisi tertentu, yaitu pada tumor yang berukuran kurang dari 4 cm dan pada kadar hemoglobin yang cukup (kurang dari 10 gram per desiliter). Sementara itu, efek samping yang terjadi antara pasien yang diradiasi pada pagi dan sore hari tidak terjadi perbedaan yang berarti.
Radioterapi sebaiknya diberikan saat sel kanker berada pada fase sensitif G2 (sel tumbuh sempurna sebelum mengalami pembelahan) dan fase M (mitosis). Dari penelitian yang dilakukan Irwan, fase G2 dan fase M sel kanker terjadi pada pagi hari hingga siang hari antara pukul 06.00 dan 12.00.
Irwan mengungkapkan, fase G2-M sebagai marka radiosensitivitas berperan terhadap respons baik yang terjadi saat radiasi dilakukan pagi hari. Namun, ia belum dapat membuktikan besarnya pengaruh proporsi fase G2-M terhadap respons klinis radiasi yang dilakukan.
Selain itu, berdasarkan penelitian pada pascaradiasi, respons klinis radiasi pagi hari berpeluang sekitar enam kali lebih baik dibandingkan dengan respons radiasi sore hari. ”Dari 35 orang yang diradiasi pagi hari, 31 orang berpeluang mendapatkan respons klinis yang baik, sedangkan 4 orang berpeluang mengalami respons klinis yang buruk,” katanya.
Respons klinis radiasi pagi hari berpeluang sekitar enam kali lebih baik dibandingkan dengan respons radiasi pada sore hari.
Ia menyatakan, meskipun penelitiannya menyebutkan radiasi pada kanker serviks uteri lebih baik dilakukan pada pagi hari, perlu ditetapkan kebijakan waktu radiasi dalam tata laksana klinik. Pertimbangan ini dilakukan agar tidak ada kekosongan waktu radiasi pada sore hari.
”Pelayanan dan penelitian radiasi pada sore hari dapat menggunakan teknik yang efektif untuk fase radiaresisten, seperti penggunaan alat high linear energy transfer (LET), oksigen hiperbalik, dan pemberian radiosensitizer,” ujarnya.
Guru Besar Tetap Onkologi Radiasi FKUI Susworo menilai, optimalisasi atas hasil riset tersebut masih perlu dilakukan. Penelitian lebih lanjut terutama untuk membuktikan waktu paling sensitif dari mitosis yang terjadi pada sel kanker.
”Fase mitosis atau pembelahan sel sangat berpengaruh pada keberhasilan radiasi. Semakin cepat mitosis yang terjadi pada sel kanker, semakin sensitif pada radiasi yang dilakukan,” ujarnya.