Peternak di Yogyakarta dan Jawa Tengah membagikan gratis ribuan ayam broiler sebagai protes atas anjloknya harga. Pemerintah dan perusahaan pembibit bersikap.
YOGYAKARTA, KOMPAS Pemerintah didesak segera mengendalikan harga ayam ras pedaging atau broiler di tingkat peternak sehingga kerugian dalam beberapa bulan terakhir tak berlanjut. Caranya, dengan mengurangi jumlah bibit ayam broiler di pasaran.
”Perlu pengaturan jumlah bibit yang dipelihara seluruh peternak di Indonesia,” ujar Ketua Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta (Apayo) Hari Wibowo di sela pembagian ayam gratis di sekitar kompleks Balai Kota Yogyakarta, Rabu (26/6/2019) siang.
Pembagian ayam hidup itu sebagai bentuk protes peternak karena anjloknya harga ayam broiler hidup. Kemarin, peternak anggota Apayo dan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) membagikan 6.500 ayam di empat lokasi di Yogyakarta. Di kawasan Balai Kota Yogyakarta, warga berdesakan berebut ayam. Di Semarang dan sekitarnya, 11.500 ayam dibagikan gratis. Di Solo, dibagikan sekitar 10.000 ekor.
Sejak September 2018, para peternak di DIY merugi karena harga ayam hidup di tingkat peternak kerap lebih rendah daripada harga pokok produksi (HPP). Besaran HPP ayam di DIY Rp 18.700 per kilogram (kg), tetapi harga ayam di tingkat peternak Rp 7.000-Rp 8.000 per kg.
”Yang aneh, saat harga ayam di peternak hanya Rp 7.000 sampai Rp 8.000, harga daging ayam di pasar masih di atas Rp 30.000,” kata Hari.
Mengatasi anjloknya harga ayam, kata Hari, pemerintah harus bertindak di hulu. Salah satunya dengan mengendalikan jumlah bibit atau ayam umur sehari (DOC) yang dibesarkan peternak. Kelebihan jumlah DOC dinilai penyebab utama penurunan harga ayam broiler hidup.
Ketua Pinsar Jawa Tengah Parjuni mengatakan, kalkulasi saat ini, jumlah DOC yang dibutuhkan di Indonesia berkisar 55 juta sampai 57 juta per minggu. Di lapangan, hampir 70 juta DOC per minggu.
Rugi dan tutup
Anjloknya harga ayam broiler hidup itu tidak hanya merugikan peternak. Sejumlah peternakan skala besar di Jateng juga tutup. ”Di Kabupaten Klaten, satu peternakan tutup dan di Solo ada tiga. Ini peternakan dengan populasi ayam 100.000 ekor,” katanya.
Di Semarang, para peternak merasa terancam. ”Kalau seperti ini terus, bisa-bisa kami bangkrut. Ini saja kami sudah minus hingga Rp 40 juta,” kata Wandi (45), peternak di Kota Semarang yang ikut membagikan ayam gratis.
Menurut data Dinas Pertanian Kota Semarang, saat ini jumlah peternak yang terdaftar sekitar 15 peternak. Sebelumnya sekitar 40 peternak.
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Ali Agus meminta pemerintah mengurangi stok DOC guna menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran. Namun, pengurangan stok itu mesti transparan, terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan. ”Kalkulasi kebutuhan dan suplai daging ayam broiler harus cermat dan sungguh-sungguh,” katanya.
Pinsar Jawa Tengah meminta suplai DOC di pasar dikurangi 30 persen. Di Jakarta, Kementerian Pertanian dan perusahaan pembibit sepakat mengurangi bibit ayam indukan selama 26 Juni hingga 9 Juli 2019. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita, dalam keterangan tertulis, menyatakan, Kementan memastikan afkir bibit ayam indukan berumur lebih dari 68 minggu terlaksana. Artinya, ayam-ayam itu tak akan diperjualbelikan di pasaran.
”Evaluasi afkir akan dilaksanakan satu minggu setelah tenggat. Jika harga belum sesuai harga acuan (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018), afkir akan dilakukan untuk ayam umur 60 minggu disertai evaluasi berkala,” ujarnya.
Di Semarang, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah siap membentuk tim guna menelusuri dugaan adanya peternak tak berizin dan mengawasi peredaran bibit ayam. (HRS/XTI/MKN)