Sebagian peternak ayam rakyat mandiri di Jawa Tengah terpaksa menutup usahanya menyusul anjloknya harga jual ayam pedaging atau broiler beberapa bulan terakhir. Penutupan usaha dilakukan untuk mengindari kerugian yang semakin besar akibat tanggungan biaya produksi.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
SOLO, KOMPAS - Sebagian peternak ayam rakyat mandiri di Jawa Tengah terpaksa menutup usahanya menyusul anjloknya harga jual ayam pedaging atau broiler beberapa bulan terakhir. Penutupan usaha dilakukan untuk mengindari kerugian yang semakin besar akibat tanggungan biaya produksi.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah Parjuni mengatakan, beberapa peternak ayam pedaging telah berhenti beternak untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat anjloknya harga jual ayam. Di tingkat peternak, harga ayam saat ini sekitar Rp 8.000 per kilogram, jauh di bawah harga pokok produksi (HPP) sebesar Rp 18.000-18.500 per kilogram.
“Mereka yang masih bertahan itu hanya mengulur waktu dengan mengurangi populasi ayam yang dipelihara,” kata Pardjuni di Solo, Jawa Tengah, Kamis (27/6/2019).
Pardjuni mengatakan, para peternak sudah tertekan harga jual ayam di bawah HPP selama enam bulan terakhir. Kondisi itu terjadi akibat kelebihan produksi. Di wilayah Jateng, misalnya, kebutuhan ayam per hari diperkirakan hanya 1,2-1,3 juta ekor, sedangkan produksi saat ini berkisar 1,5-1,7 juta ekor per hari. Kelebihan produksi ayam tersebut dipicu kelebihan produksi ayam berumur sehari (DOC/day old chicken).
Kebutuhan ayam per hari diperkirakan hanya 1,2-1,3 juta ekor, sedangkan produksi saat ini berkisar 1,5-1,7 juta ekor per hari.
Ichsan (24), peternak ayam broiler di Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, mengaku telah menutup usaha ternak ayam potong menjelang Lebaran 2019. Hal ini lantaran harga ayam potong cenderung terus menurun sejak awal tahun. Sebanyak 6.000 ekor ayam yang diternakkan, seluruhnya telah dijual. “Sejak dua tahun lalu harga ayam tidak stabil. Cuma saya masih nekat,” katanya.
Ichsan mengaku, sebelum menutup usahanya, seluruh ayam telah dijual seharga Rp 26.000 per ekor. Dengan harga tersebut, dia masih bisa mendapatkan laba sekitar Rp 1.000 per ekor. “Pembelinya kebanyakan produsen nugget,” ujarnya.
Sejak memulai usaha peternakan ayam mandiri pada 2017, Ichsan menuturkan, harga jual ayam broiler selalu tidak stabil. Meski demikian, dia tetap berusaha bertahan karena masih bisa mendapatkan keuntungan. Namun, memasuki 2019, tren harga ayam broiler terus turun sehingga untuk menghindari kerugian dia terpaksa menutup usaha. “Kapok saya,” ucapnya singkat.
Berbeda dengan peternak mandiri, Zaidin (46), warga Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, yang menjalin kemitraan dengan perusahaan peternakan swasta asal Semarang, mengaku tidak khawatir anjloknya harga ayam. Pasalnya, jika harga ayam turun, kerugian akan ditanggung pihak perusahaan.
Adapun peternak akan mendapatkan bagi hasil tetap sebesar Rp 4.000 per ekor. “Suplai pakan, obat, dan bibit ayam semua dari pihak perusahaan. Kalau peternak itu tenaga kerja dan kandang,” katanya.