JAKARTA, KOMPAS - Lewat imbalan yang diberikan PT Humpuss Transportasi Kimia, mantan anggota Komisi VI DPR, Bowo Sidik Pangarso, membiayai kebutuhan kampanyenya pada Pemilu Legislatif 2019. Dana dari PT Humpuss Transportasi Kimia itu disamarkan melalui kerja sama fiktif antara perusahaan itu dan perusahaan milik Bowo, PT Inersia Ampak Engineers.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (26/6/2019), Bowo dihadirkan sebagai saksi bersama Steven Wang dari PT Tiga Macan, Okta Benny (staf Bowo), dan Santoso (tenaga ahli Bowo). Mereka bersaksi untuk terdakwa Asty Winasty yang sebelumnya adalah General Manager Komersial PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Bowo mengaku meminta Rp 1 miliar kepada Asty dengan dalih pinjaman. Menurut Bowo, Asty menyanggupi pemberian itu dengan kompensasi pemotongan imbalan yang akan diberikan kepada Bowo karena telah membantu PT HTK. ”Saya pernah bilang ke Asty, bisa enggak pinjam Rp 1 miliar, yang akhirnya direalisasikan setelah ada MoU antara PT HTK dan PT Pupuk (PT Pupuk Indonesia Logistik),” tutur Bowo.
”Benar, uang itu lalu dihitung sebagai bagian dari fee? Berarti sudah ada perkiraan dapat fee sampai Rp 1 miliar?” tanya jaksa KPK Amir Nurdianto.
”Pihak dari Asty yang mengatakan pemberian uang itu akan dipotong dari fee. Saya tidak tahu dapat fee berapa. Pinjaman yang saya minta ini murni saat itu ada kebutuhan di dapil (daerah pemilihan) saya kurang lebih Rp 1 miliar,” jawab Bowo.
”Lalu, kenapa minta pinjaman ke terdakwa, padahal tidak tahu dapat fee berapa?” tanya Amir.
”Hanya saja sebelum itu saat pertemuan dengan Bu Asty, antara Pak Rahmat Pribadi dan Steven Wang yang bilang agar memperhatikan saya,” jawab Bowo.
Menggunakan jabatan
Bowo ditangkap KPK pada Maret lalu karena diduga menggunakan jabatannya di Komisi VI DPR untuk menekan PT Pupuk Indonesia Logistik agar kembali memakai jasa PT HTK untuk distribusi pupuk.
Sebelumnya, kontrak antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT HTK selesai pada 2018 dan tidak diperpanjang. Pada 26 Februari 2019, dilakukan penandatanganan nota kesepakatan antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT HTK yang memuat kerja sama distribusi pupuk dengan kapal milik PT HTK.
Dalam persidangan kemarin yang dipimpin hakim Rianto Adam Pontoh, Bowo menyampaikan, ia hanya ingin membantu PT HTK agar kontrak kerjanya dengan perusahaan BUMN tetap berjalan.
Ia pun menampik memberikan bantuan karena ada janji akan diberi uang dari PT HTK. Namun, dalam dakwaan Bowo disebutkan, karena tindakannya itu Bowo mendapat imbalan 158.733 dollar AS dan Rp 311 juta.
Imbalan itu diberikan secara bertahap dan disamarkan melalui perjanjian kerja jasa komersial antara PT HTK dan PT Inersia Ampak Engineers. (IAE). Uang itu lalu dikelola Direktur Keuangan PT IAE Indung Andriani. Biaya Bowo mengikuti pemilu juga dikontrol Indung. Hal ini diungkap Santoso yang bertanggung jawab terhadap operasional dan logistik kampanye Bowo di dapil Jawa Tengah II.
”Saya tidak tahu dari mana asal uangnya. Saya hanya bikin rincian dana dan saya berikan kepada Mbak Indung. Nanti Mbak Indung yang akan transfer ke saya. Habisnya berapa saya enggak ingat karena permintaan sesuai kebutuhan, misal Rp 15 juta untuk biaya sopir dan transportasi. Kemudian ada juga Rp 20 juta untuk operasional,” kata Santoso.