Pertemuan rekonsiliatif antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto diupayakan segera digelar untuk menyudahi ketegangan akibat kontestasi pemilihan presiden.
JAKARTA, KOMPAS - Rekonsiliasi antara kubu Joko Widodo dan Prabowo Subianto akan segera direalisasikan setelah putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa hasil pemilihan presiden hari ini. Untuk saat ini, pembahasan terkait pembagian kekuasaan lintas koalisi dalam rangka rekonsiliasi belum dibahas secara serius.
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (26/6/2019), mengatakan, sampai saat ini, Jokowi dan Prabowo belum bertemu empat mata. Namun, pertemuan keduanya akan diupayakan dilakukan setelah putusan MK. Sejauh ini, pembicaraan baru dilakukan informal melalui utusan masing-masing pihak.
”Belum ada pembicaraan resmi terkait konsesi politik atau pembagian kekuasaan, baik dengan Partai Gerindra, Demokrat, maupun Partai Amanat Nasional,” katanya.
Johnny mengatakan, putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu, baik pihak yang menang maupun kalah nantinya harus mampu menjalankan perannya, baik di pemerintahan maupun di parlemen. Kabinet yang terdiri dari terlalu banyak partai politik tidak akan berjalan efektif. Kalaupun perluasan koalisi dianggap perlu, jumlah partai yang masuk perlu dibatasi.
”Kubu oposisi perlu menjalankan fungsinya sebagai alat penyeimbang (check and balance) bagi kubu pemerintah. Tidak perlu semua partai bergabung di dalam kabinet karena postur koalisi sekarang sudah terlalu gemuk,” katanya.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya ada wacana untuk merangkul partai dari luar koalisi pendukung Jokowi untuk bergabung. Bukan hanya Demokrat dan PAN yang sudah beberapa kali bertemu dengan Jokowi, melainkan juga Partai Gerindra. Wacana bekerja sama lintas koalisi itu tidak hanya di level eksekutif melalui kabinet pemerintahan, tetapi juga di level legislatif.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, ada keinginan untuk menyudahi ketegangan yang seolah muncul selama ini akibat dampak kontestasi pilpres. Selain melalui pertemuan rekonsiliatif antara Jokowi dan Prabowo yang diupayakan setelah putusan MK, ada pula pembicaraan informal terkait peluang bekerja sama lintas kubu.
”Pasca-putusan MK ini, ada seruan untuk softlanding. Ibarat pesawat terbang, ada turbulensi ketika di atas, tetapi ketika mendarat, bisa secara mulus. Pertemuan rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo tersebut merupakan salah satu bentuk softlanding yang diupayakan,” katanya.
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno mengatakan, partainya akan segera menyuarakan rekonsiliasi pasca-putusan MK. Setelah putusan MK itu juga, pada Juli atau Agustus mendatang, PAN akan menyelenggarakan rapat kerja nasional untuk menentukan sikap politik ke depan. Saat ini, PAN sedang mempertimbangkan merapat ke koalisi Jokowi-Amin.
”Bagi PAN, keberadaan kami di koalisi Prabowo hanya untuk kepentingan pilpres. Jadi, setelah putusan MK ini, semuanya sudah selesai. Partai yang tergabung di koalisi Prabowo-Sandi memiliki otoritas penuh untuk menentukan langkah selanjutnya,” ujar Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan.
Hargai putusan MK
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, semua pihak perlu menghargai putusan MK. ”Sudah seharusnya pihak yang menang bisa merangkul pihak yang kalah. Saya berharap semua bisa bergandengan tangan untuk membangun bangsa ini karena proses demokrasi harus merekatkan nilai-nilai kebangsaan, bukan malah menimbulkan perpecahan,” katanya.
Terkait isu kubu oposisi yang akan masuk dalam koalisi pemerintah, Bambang mengatakan, hal itu merupakan hak prerogatif presiden terpilih. Namun, kubu oposisi tetap diperlukan untuk berfungsi sebagai alat penyeimbang dan mengawal kebijakan pemerintah yang akan datang.
”Kami menyerahkan masalah pembagian kekuasaan (power sharing) ke tangan presiden terpilih, apakah nanti akan ada power sharing di kabinet atau parlemen,” katanya.