Kutukan Perempat Final
Brasil kembali bertemu Paraguay pada babak perempat final Copa America 2019. Kenangan pahit menghantui Brasil menjelang laga tersebut.
PORTO ALEGRE, RABU – Lolos ke perempat final Copa America 2019 membuat Brasil diliputi rasa senang sekaligus cemas. Dalam tiga edisi Copa America sebelumnya, tim ”Samba” selalu gagal melewati babak ini. Brasil berupaya memecahkan kutukan tersebut pada laga lawan Paraguay di Arena do Gremio, Porto Alegre, Jumat (28/6/2019) pukul 07.30 WIB.
Kutukan itu muncul ketika Brasil bertemu Paraguay pada ajang Copa America 2011 dan 2015. Hasil dari dua pertemuan itu selalu sama, Paraguay mampu menyingkirkan Brasil melalui adu penalti. Pada tahun 2011 Paraguay menang 0-0 (2-0) dan pada tahun 2015 mereka menang 1-1 (4-3).
Tim Samba tidak lagi bertemu Paraguay pada Copa America Centenario 2016 di Amerika Serikat. Namun, penampilan mereka justru lebih buruk karena tidak mampu lolos babak penyisihan grup. Dua tahun kemudian, kutukan perempat final merembet ke ajang Piala Dunia Rusia 2018 ketika Brasil bisa dikalahkan Belgia 1-2.
Status sebagai tuan rumah Copa America 2019 pun semakin memotivasi Brasil untuk memecahkan kutukan tersebut. Ini adalah kesempatan terbaik untuk kembali membuat rakyat Brasil bergembira, sekaligus merayakan satu abad gelar juara Copa America pertama yang diraih Brasil pada tahun 1919.
Masalahnya, mereka bertemu lagi dengan Paraguay di babak perempat final. ”Kami sudah mengamati permainan Paraguay. Mereka memang pernah menyingkirkan kami, tetapi kami sudah sekarang sudah siap melewati fase ini (perempat final),” kata penyerang sayap Brasil Everton Soares, seperti dikutip laman Versus.
Everton merupakan talenta muda yang menjadi harapan baru tim Samba kali ini. Pemain yang dijuluki si ”bawang kecil” itu sudah mencetak dua gol selama penyisihan grup. Dia pun menjadi pilihan utama pelatih Brasil Tite untuk menggantikan posisi Neymar Jr, yang absen karena mengalami cedera pada pergelangan kaki.
Bermain di Arena do Gremio pun menjadi keuntungan bagi Everton, karena stadion itu merupakan kandang milik klub yang dibelanya, Gremio.
”Ini adalah stadion yang sangat saya pahami karena sudah bertahun-tahun bermain di sini. Para pendukung Gremio pasti juga akan datang,” ujar pemain yang sudah bermain di klub itu sejak tahun 2014 itu.
Melalui ajang Copa America ini, Everton telah menjelma menjadi sosok idola baru di Brasil. Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Globo Esporte, sebuah media olahraga di Brasil, Everton terpilih sebagai pemain paling bersinar. Ketika nama Everton melambung, Neymar pun tenggelam. Sebanyak 58 persen dari 27.000 responden dalam jajak pendapat itu bahkan menyatakan tidak merindukan kehadiran Neymar.
Mengkhawatirkan
Masa lalu memang menjadi kekuatan Paraguay untuk menakuti Brasil pada laga perempat final nanti. Namun, mantan striker timnas Paraguay Jose “Pepe” Cardozo menilai penampilan Paraguay saat ini masih mengkhawatirkan. ”Saya cemas karena tidak melihat adanya perkembangan di dalam tim,” ujarnya.
Paraguay masih beruntung bisa lolos ke babak perempat final dengan hanya bermodal dua poin. Mereka mendapat hasil imbang saat menghadapi Qatar dan Argentina. Pada laga terakhir fase penyisihan grup, mereka dikalahkan Kolombia, 0-1. Dengan modal dua poin ini, Paraguay bisa lolos sebagai satu dari dua tim peringkat tiga terbaik.
”Paraguay bermain sangat buruk, bahkan tidak bisa mengalahkan Argentina yang juga sedang tampil buruk. Tim harus lebih percaya diri dan mendapatkan hasil yang lebih baik,” ujar Cardozo. Dalam hal ini, ia sangat berharap pelatih Paraguay Eduardo Berizzo bisa melecut semangat para pemain.
Menghadapi Brasil, Berizzo diperkirakan akan lebih memperkuat pertahanan dan mengandalkan serangan balik. Penentuan pemenang melalui adu penalti juga menjadi skenario yang diinginkan Paraguay untuk kembali membuka luka lama Brasil.
Skenario itu sangat mungkin terjadi, karena adanya aturan khusus pada babak perempat final sejak 2015. Berdasarkan aturan itu, kedua tim bisa otomatis menjalani adu penalti jika kedudukan masih imbang hingga waktu normal 90 menit berakhir. Tidak ada babak tambahan waktu. Aturan ini tidak berlaku lagi pada laga semifinal dan final.
Brasil pun sangat membenci drama adu penalti. Legenda Brasil, Pele, pernah berkata bahwa penalti merupakan cara bagi para pengecut untuk mencetak gol. Tite pun punya pendapat serupa.
”Menjalani adu penalti itu sangat sulit. Sepak bola seharusnya tidak diakhiri dengan adu penalti,” kata Tite ketika tampil di Piala Dunia 2018.
Brasil sepertinya tidak perlu terlalu cemas karena baru saja melibas Peru 5-0 pada laga terakhir penyisihan grup. Mereka sudah menemukan ritme permainan yang lebih baik dan berpeluang memenangi laga perempat final dalam waktu 90 menit. (AP)