Terik matahari masih begitu menyengat saat Budi Susilo (38) memberi makan kambing dan domba miliknya. Siang itu, di kandang berisi ratusan ekor ternak, Budi mengembalikan memori lampaunya saat memulai usaha dengan hanya bermodalkan tekad dan pengetahuan.
“Pas pertama-tama memulai usaha pada 2002, saya hanya punya 13 ekor campuran domba dan kambing. Sekarang setiap tahun minimal menjual 1.500 ekor domba dan kambing, 250 ekor sapi, dan produk olahannya,” kata pria yang memiliki usaha Mitra Tani (MT) Farm, Rabu (26/6/2019), di peternakannya, di Tegalwaru, Bogor, Jawa Barat.
Dari hanya puluhan juta rupiah, omzet usahanya melonjak hingga miliaran rupiah. Setiap Lebaran Haji atau Idul Adha, Budi bisa memeroleh Rp 7 miliar. Adapun pada hari-hari biasa, omzet bisa mencapai Rp 500 juta, dari hasil penjualan ternak hidup, hingga produk olahan berupa karkas dan produk aksesoris kulit.
Budi memulai usaha pada 2002 bermodalkan ilmu yang didapat saat kuliah di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Dia melihat ada peluang besar di dunia ternak khususnya hewan domba dan kambing.
"Indonesia kan penduduknya besar, mayoritas Islam. Ada kebutuhan religius untuk berkurban, selain juga konsumsi. Saya melihat peluang itu. Apalagi belum ada kartel besar yang memegang dua hewan itu. Tidak seperti ayam dan sapi," ucap Budi.
Pria yang lahir di Solo ini punya perhitungan sendiri terkait potensi ternak. Dia mencontohkan, dengan total masyarakat Indonesia sebesar 265 juta, paling tidak 10 persen akan berkurban. Dengan itu, sekitar 26,5 juta ekor hewan kurban dibutuhkan dalam satu kali Lebaran Haji.
"Sementara itu dalam data Badan Pusat Statistik populasi domba kita 14,6 juta dan kambing 13 juta. Jadi hanya dalam satu event sudah habis populasinya," pungkasnya.
Singkat cerita, usaha Budi terus berkembang dari 2002 hingga 2007. Namun dia menyadari permintaan domba dan kambing lebih besar dari kemampuannya mengembangbiakkan hewan ternak tersebut. Sebagai contoh, pada 2006, dia hanya merawat total 800 domba dan kambing. Namun, penjualan per tahun mencapai 2.700 ekor.
Hal itu membuatnya mengembangkan kemitraan sesama peternak mulai 2007. Dia membentuk ekosistem untuk memberdayakan dan memperbesar usaha ternak. Caranya, MT Farm menjadi perantara bagi para peternak dalam menjual hewan ternaknya.
"Saya melihat peternak butuh kepastian. Dengan program kemitraan ini, kami menghadirkan kepastian berupa standar untuk mereka. Berupa sistem, seperti pengelolaan pakan dan pengobatan, serta standarisasi harga," tuturnya.
Dengan total masyarakat Indonesia sebesar 265 juta, paling tidak 10 persen akan berkurban. Dengan itu, sekitar 26,5 juta ekor hewan kurban dibutuhkan dalam satu kali Lebaran Haji.
Total MT Farm memiliki sekitar 300 mitra yang menyuplai hewan ternak. Mitra peternak itu tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Lampung.
Bantuan modal
Dalam mengembangkan usahanya, MT Farm mendapat sokongan dari Bank Mandiri Syariah yang memberikan bantuan permodalan. Bantuan itu berupa biaya pembelian hewan ternak dan biaya produksi.
"Mereka memberikan kami sesuai dengan jumlah hewan yang ingin diternakan. Contohnya, biaya membeli hewan ternak Rp 1 juta, lalu biaya produksi Rp 1 juta," sebut Budi.
Fitri Ekayani Manajer Area Mandiri Syariah cabang Bogor mengatakan, mereka secara reguler memberikan bantuan senilai Rp 780 juta per periode. "Kami berikan fasilitas pembiayaan jadi modal usaha pengembangan ternak. Terutama pada musim jelang Idul Adha," paparnya.
Bantuan itu tidak hanya satu arah. Mandiri Syariah juga menghadirkan lembaga zakat nasional BSM, yang akan mengambil suplai hewan ternak dari MT Farm. Pada musim Idul Adha, permintaan kambing dari BSM bisa mencapai 200 ekor kambing dan domba, serta 20 ekor sapi.
Mandiri Syariah juga menghadirkan lembaga zakat nasional BSM, yang akan mengambil suplai hewan ternak dari MT Farm
"Ke depannya kami ingin Budi bisa membagi ilmunya dan berbagi dengan IPB. Sehingga nanti program wirausaha ini bisa menular ke mahasiswa. Tujuannya untuk pemberdayaan usaha ternak," sebut Fitri.
Melawan digital
Budi menyadari masyarakat sekitar Tegalwaru sudah tidak tertarik menjadi peternak di tengah kepungan era digital. Mayoritas masyarakat di sana lebih memilih menjadi tukang ojek.
Oleh karena itu, pria yang memiliki lahan peternakan seluas 2 hektar itu memberdayakan usaha ternak melalui MT Farm. Usaha yang sebelumnya belum terlalu dilirik menjadi salah satu penghasil uang dan lapangan pekerjaan baru di tengah era digital.
Meski terlihat tidak meyakinkan, dari hanya kambing dan domba, Budi bisa meraih miliaran rupiah per tahun. Selain itu, dia juga mengembangkan produk olahan kulitnya seperti jaket dan dompet untuk dijual di toko dagang elektronik atau e-dagang.
Rencana terbaru, MT Farm akan memulai ekspor produk olahan berupa makanan kaleng pada semester II-2019. Target ekspornya adalah Malaysia dan negara-negara di Timur Tengah.
"Kami baru dapat izin dari BPOM untuk produk makanan kaleng. Nanti pertengahan tahun ini target ekspor sekitar 12 ton atau 1 kontainer. Kami yakin peluang besar karena belum ada produk serupa, terutama rendang domba," paparnya.
Budi bersama MT Farm membuktikan, peternakan bukanlah usaha yang ketinggalan zaman di era digital. Selama bisa menempatkan produk dan memberdayakannya, potensi usaha ternak di Indonesia sangat menggiurkan.