Putusan Mahkamah Konstitusi 2014
Sidang Mahkamah Konstitusi pada 21 Agustus 2014 menolak seluruh permohonan yang diajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Dengan demikian, Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah sah secara konstitusional untuk dilantik sebagai presiden-wakil presiden periode 2014-2019 sesuai keputusan Komisi Pemilihan Umum 22 Juli 2014.
Catatan Redaksi: Berita ini terbit di halaman 1 Harian Kompas edisi 22 Agustus 2014 dengan judul "Jokowi-JK Pemimpin Baru: Mahkamah Konstitusi Tolak Seluruh Permohonan Prabowo-Hatta".
Jakarta, Kompas - Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah sah secara konstitusional untuk dilantik sebagai presiden-wakil presiden periode 2014-2019 sesuai keputusan Komisi Pemilihan Umum 22 Juli 2014. Sidang Mahkamah Konstitusi, Kamis (21/8/2014), menolak seluruh permohonan yang diajukan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Dalil-dalil yang diajukan tim Prabowo-Hatta, baik mengenai kesalahan rekapitulasi suara oleh KPU maupun pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif, sama sekali tak terbukti.
Hal itu terungkap dalam putusan MK yang dipimpin Ketua MK Hamdan Zoelva, kemarin mulai pukul 14.00 hingga pukul 21.00.
MK menolak dalil tim Prabowo-Hatta tentang kesalahan penghitungan suara di 155.000 tempat pemungutan suara (TPS) yang dilakukan KPU. Pemohon mendalilkan adanya penggelembungan suara untuk Jokowi-JK sekitar 1,5 juta suara, sedangkan Prabowo-Hatta kehilangan 1,2 juta suara. Namun, fakta persidangan menunjukkan, tidak ada bukti yang meyakinkan telah terjadi pengurangan suara untuk pasangan Prabowo-Hatta.
”Fakta sidang membuktikan, tidak ada saksi yang mengajukan keberatan ketika dilakukan penghitungan suara,” ungkap Hakim Konstitusi Muhammad Alim.
Terkait dengan klaim suara tersebut, Hamdan Zoelva juga mengungkapkan bahwa pemohon tidak mengajukan bukti. Hal tersebut tak pernah disinggung dalam persidangan.
MK juga menyatakan tak dapat menerima dalil tentang adanya pengabaian daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) oleh KPU sebagai sumber dalam menyusun daftar pemilih tetap (DPT). Menurut Muhammad Alim, pemohon tidak menjelaskan cara pengabaian tersebut dilakukan. Lagi pula, penyusunan DPT pilpres didasarkan pada DPT pemilu legislatif.
”Dengan demikian, pemohon tidak relevan jika mempersoalkan DPT berdasarkan DP4,” ungkapnya.
Ahli yang diajukan pemohon juga tidak dapat menerangkan kaitan antara DPT dan modus kecurangan untuk memenangkan calon tertentu.
Pemohon juga mendalilkan tentang adanya penggunaan daftar pemilih tambahan (DPTb) dan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) sebagai sarana untuk memobilisasi pemilih.
Pemohon mengajukan ahli yang mengungkapkan seharusnya DPKTb tidak digunakan lagi dalam Pemilu 2014 karena tidak ada dasarnya dalam UU Pemilu Presiden. Namun, menurut MK, penggunaan DPTb, daftar pemilih khusus (DPK), dan DPKTb tidak bertentangan dengan hukum dan konstitusi. Mekanisme DPKTb justru memberikan ruang bagi pemilih yang tidak tercantum dalam DPT untuk menyalurkan suaranya. DPTb, DPK, dan DPKTb harus dinilai sebagai instrumen transisional sampai tiba tertibnya administrasi kependudukan.
Meski demikian, MK mencatat adanya penormaan secara tidak tepat oleh KPU dalam peraturan KPU terkait DPKTb. DPKTb memang sangat rawan dipersoalkan. Karena bersifat transisional, pelaksanaannya harus dilakukan secara ketat dan dengan disiplin tinggi.
MK memang menemukan ada pelanggaran dalam penggunaan KTP/paspor ketika memilih, misalnya diperbolehkannya pemilih untuk tidak memilih sesuai alamat yang tertera di KTP. Namun, MK berpendapat tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa pemilih KTP/paspor tersebut memilih calon tertentu.
”Berdasarkan bukti dari para pihak dan fakta persidangan, termasuk keterangan ahli dan Bawaslu, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa termohon dan pihak terkait bekerja sama atau atas kerja sama keduanya memenangkan pihak terkait,” ungkap hakim MK.
DPKTb dipersoalkan di DKI Jakarta dan Jawa Timur. Menurut MK, pemilih DPKTb tidak diketahui memilih pasangan calon yang mana sehingga kedua pasangan calon sebenarnya memiliki peluang yang sama untuk menggaet pemilih DPKTb.
Pelanggaran tak terbukti
Pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan, baik di Papua, Papua Barat, maupun DKI Jakarta, sama sekali tak terbukti. Di Papua Barat, pemohon mendalilkan ada kerja sama antara pejabat daerah dan kepala-kepala suku di wilayah tersebut untuk mencoblos pasangan calon nomor 2.
Namun, MK menyatakan bahwa pasangan calon nomor 2 tidak mungkin mampu menggerakkan struktur pemerintahan di sejumlah kabupaten di Papua Barat untuk mendukung mereka. Pasalnya, sebagian besar kepala daerah di Papua Barat merupakan pendukung pasangan calon nomor urut 1.
Demikian pula dengan pemungutan suara di Provinsi Papua. Pemohon mendalilkan tidak ada pemungutan suara di tingkat kampung di 14 kabupaten yang berada di wilayah pegunungan. MK menemukan ada ketidaksesuaian data di dalam berkas permohonan tim Prabowo-Hatta.
Di halaman 173-175 disebutkan adanya 12 kabupaten yang dilakukan pemungutan suara, bahkan di halaman 176-177 disebutkan hanya 11 kabupaten. Namun, berdasarkan penelusuran pada alat bukti, MK berkeyakinan telah terjadi pemungutan suara di 12 kabupaten di Papua dengan menggunakan sistem noken.
Terkait perolehan 100 persen suara untuk Jokowi-JK, menurut MK, hal itu tidak masalah mengingat Prabowo-Hatta pun mendapatkan suara 100 persen DPT di tempat lain. Hal serupa terjadi dengan perolehan nol suara.
”Berdasarkan fakta hukum di atas, memang terjadi pelanggaran di sebagian wilayah. Namun, kalaupun MK memerintahkan pemungutan suara ulang, tidak akan mengubah peringkat suara,” kata Hakim Konstitusi Anwar Usman.
Jokowi-JK berterima kasih
Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada MK dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang telah memutus perkara sengketa pilpres serta pelanggaran kode etik dengan terbuka dan profesional. Hal itu disampaikan Jokowi yang didampingi JK kepada pers di Jakarta, semalam.
JK juga menegaskan bahwa dalam putusan MK tidak ada dissenting opinion atau pendapat berbeda di semua hakim konstitusi. Karena itu, dia berharap, setelah putusan MK yang final itu, bangsa Indonesia bisa kembali bersatu membangun bangsa. ”Tidak perlu memperpanjang masalah,” katanya.
Jokowi juga menyatakan bahwa Prabowo dan Hatta merupakan sahabatnya. ”Rekonsiliasi apa. Prabowo dan Hatta sahabat saya,” kata Jokowi saat ditanya apakah dia akan melakukan rekonsiliasi dengan Prabowo dan Hatta.
Selanjutnya, menurut Jokowi, ia bersama JK akan menyiapkan pemerintahan baru. Untuk itu, mereka berdua pun akan segera bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Presiden Yudhoyono juga senang karena proses pembacaan putusan MK berjalan lancar dan situasi keamanan di Tanah Air secara umum aman. Presiden berharap situasi keamanan yang terkendali itu tetap dipertahankan.
”Bagaimanapun Presiden senang karena meskipun ada tensi yang meningkat, secara umum situasi kondusif, aman, terkendali, dan tertib. Kondisi keamanan kondusif ini harus dijaga dan dipertahankan,” kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Kamis malam.
Menurut Julian, dinamika unjuk rasa di lapangan dilihat Presiden sebagai warna dari demokrasi. Secara umum tidak ada kejadian yang menonjol dan relatif aman.
Presiden Yudhoyono juga akan berkomunikasi dengan presiden terpilih terkait transisi pemerintahan. ”Kemungkinan setelah rangkaian kunjungan kerja Presiden ke Papua, Bali, dan Timor Leste,” kata Julian.
Hal itu karena Presiden sudah dijadwalkan harus berangkat ke Papua pada Jumat pagi.
Koalisi buka komunikasi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), sebagai partai politik pengusung Jokowi, kemarin menegaskan membuka diri terhadap partai politik di luar partai pendukung Jokowi-JK untuk bergabung ke pemerintahan.
”Pak Jokowi, Pak Jusuf Kalla, dan PDI-P terus membangun komunikasi dengan semua partai politik. Soal nantinya bagaimana, kami serahkan ke partai-partai politik yang memang mau bergabung,” kata Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo setelah pertemuan rutin DPP PDI-P, kemarin.
Tjahjo menduga akan ada perubahan koalisi partai merujuk pada putusan MK. Kini, PDI-P pun tengah mempersiapkan diri untuk masuk ke pemerintahan.
Terkait dinamika partai yang akan berubah setelah putusan MK, menurut Ketua DPP PDI-P Maruarar Sirait, ada syarat yang harus dipenuhi.
”Syarat untuk bergabung, pertama, adalah kesamaan visi dan misi. Kemudian motivasinya tidak didasari kepentingan yang semata hanya untuk kekuasaan atau pragmatis. Lalu ke depan, harus bisa bekerja sama, tidak nantinya malah berselisih,” tutur Maruarar.
Ketua DPP Partai Hanura Yuddy Chrisnandi berharap Jokowi-JK bakal mewujudkan kabinet kerja yang diisi para tokoh profesional, mampu, punya rekam jejak dan latar belakang akademis, serta berintegritas bersih. Hal itu mengingat Jokowi-JK tidak punya beban politik karena tidak ada satu partai pun yang bergabung dengan syarat.
”Kalaupun nanti ada porsi keterwakilan dari koalisi parpol, Jokowi-JK akan memilih orang- orang terbaik untuk mendorong pembangunan,” katanya.
(ANA/FER/IAM/NDY/RAY/ATO/WHY/A12)