Silek Arts Festival Lestarikan Warisan Budaya Minangkabau
›
Silek Arts Festival Lestarikan...
Iklan
Silek Arts Festival Lestarikan Warisan Budaya Minangkabau
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat meluncurkan Silek Arts Festival 2019 di Kota Padang, Sumbar, Selasa (26/6/2019). Festival yang memasuki tahun kedua ini bertujuan melestarikan nilai-nilai luhur dalam bela diri silek atau silat Minangkabau.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat meluncurkan Silek Arts Festival 2019 di Kota Padang, Sumbar, Selasa (26/6/2019). Festival yang memasuki tahun kedua ini bertujuan melestarikan nilai-nilai luhur dalam bela diri silek atau silat Minangkabau.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Gemala Ranti mengatakan, acara Silek Arts Festival (SAF) dilangsungkan 19-21 Agustus 2019 di lima kabupaten/kota. Festival dibuka di Kota Padang, kemudian bergulir ke Kabupaten Sijunjung, Kota Solok, Kota Payakumbuh, dan puncaknya di Kabupaten Agam.
”Tahun ini, panitia memakai konsep arsip dan dokumentasi. SAF 2019 menjadi kesempatan bagi kami mendapatkan dokumentasi yang sahih tentang silek sebagai warisan budaya Minangkabau,” kata Gemala. Tema festival kali ini ”Sapakaik Mangko Balega” atau terjemahan bebasnya ”Sepakat Maka Bergulir”.
Dalam festival setidaknya ada lima kegiatan inti dilaksanakan. Kegiatan itu meliputi pertunjukan silek, seminar internasional, penulisan dan penerbitan Ensiklopedia Silek Minangkabau, lomba komik silek, dan lomba video pendek tentang silek. Festival akan melibatkan, antara lain, komunitas silek, sasaran silek, seniman, budayawan, akademisi, sekolah, dan masyarakat umum.
Menurut Gemala, silek sudah diajukan ke UNESCO sebagai warisan dunia tak benda sejak 2016. Pengajuan dilakukan bersama tiga provinsi lain, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten dengan nama pencak silat. SAF 2019 diharapkan semakin memperkuat pengajuan tersebut.
”Mudah-mudahan silek bisa diumumkan UNESCO sebagai warisan dunia tak benda pada 2019,” ujar Gemala.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan, festival silek diadakan untuk melestarikan keberadaan dan nilai-nilai luhur dalam silek. Dengan adanya festival, silek akan kembali semarak dan menjadi bagian kehidupan masyarakat.
”Mudah-mudahan dengan festival ini, silek semakin dikenal di pentas lokal, nasional, dan internasional,” kata Irwan.
Dengan festival, silek akan kembali semarak dan menjadi bagian kehidupan masyarakat.
Ditambahkan Irwan, sebagai produk budaya Minangkabau, kelestarian silek harus dijaga. Silek juga bisa menjadi ajang promosi budaya Minangkabau. SAF 2019 diharapkan bisa memberikan pengetahuan kepada generasi muda agar lebih mengenal silek sebagai warisan budaya. Dengan demikian, mereka dapat mempelajari dan memahami silek.
Menurut Irwan, pelaksanaan festival silek tahun ini menggunakan anggaran sekitar Rp 2 miliar dari Kementerian Pariwisata dan Rp 400 juta dari Pemerintah Provinsi Sumbar. Selebihnya berasal dari lima kabupaten/kota penyelenggara, sponsor, dan dukungan warga, seperti spanduk dan baliho.
Silek tuo tak sekadar mengajarkan laga fisik, tetapi juga sisi spiritual. Ada etika, adab, dan budaya yang turut diajarkan. Secara lahiriah mencari kawan, dari sisi batiniah mendekatkan diri kepada Tuhan. Para murid diajari prinsip ”tangkis jurus satu, serang jurus dua” yang berarti tak boleh memulai perkelahian. Namun, jika diserang, baru membalas.
Silek makin populer ketika dipanggungkan dalam film. Sebut saja film yang dibintangi Iko Uwais, seperti Merantau (2009) serta The Raid (2011) yang lalu dirilis dengan judul internasional The Raid: Redemption hingga dibuatkan sekuel The Raid 2 (2014). Film itu disambut positif di dalam dan luar negeri (Kompas, 6/2/2018).